Halaman

Jumat, 21 Juli 2023

#139 Kemiskinan Dalam Tekanan Inflasi

Tren penurunan jumlah penduduk miskin pasca pandemi sedikit terganggu dengan lonjakan inflasi yang terjadi pada akhir tahun 2022. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 0,2 juta orang dibandingkan dengan Maret 2022, demikian juga dengan tingkat kemiskinan yang mengalami peningkatan 0,03 persen menjadi 9,57 persen pada September 2022. Kenyataan ini tentu saja memperlambat upaya penurunan angka kemiskinan menjadi 7 persen pada tahun 2024.

Peningkatan jumlah penduduk miskin ini tentu menghambat upaya pembangunan karena pengentasan kemiskinan ini menjadi syarat mutlak untuk pembangunan berkelanjutan. Tidak mengherankan jika kemudian Badan Program Pembangunan PBB/UNDP memberikan prioritas tertinggi dalam upaya pengentasan kemiskinan sebagaimana yang tercantum pada urutan pertama Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs.

Penyesuaian harga BBM yang dilakukan pada September 2022 berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa sehingga mengakibatkan kebutuhan hidup meningkat. Pada saat yang sama, pendapatan rumah tangga tidak mengalami peningkatan hingga mengakibatkan penduduk jatuh di bawah jurang kemiskinan.

Berkaca pada periode pemerintahan sebelumnya ketika penyesuaian harga BBM berdampak pada lonjakan jumlah penduduk miskin. Oleh karena itu, pemerintah saat ini berupaya keras meminimalisir dampak penyesuaian harga BBM dengan meredam laju inflasi. Berbagai program perlindungan sosial seperti bantuan langsung tunai dan bantuan subsisdi upah terbukti mampu menahan lonjakan inflasi. Hal ini terbukti dari inflasi pada September sebesar 5,95 persen atau lebih rendah dibandingkan inflasi yang diakibatkan kenaikan BBM pada tahun 2005 yang mencapai 17,11 persen dan inflasi tahun 2013 yang mencapai 8,38 persen.

Pengendalian inflasi diperlukan untuk menjaga daya beli penduduk terutama pada komoditas pangan yang banyak dikonsumsi oleh penduduk miskin dan menengah ke bawah. Pengaruh harga pangan terhadap dinamika inflasi di keseluruhan negara telah diakui dengan baik dalam berbagai penelitian. Besarnya dampak inflasi pangan pada dinamika inflasi umum dikarenakan besarnya proporsi makanan dalam keranjang konsumsi negara tersebut. Untuk negara berkembang dan berpenghasilan rendah seperti Indonesia di mana makanan menempati porsi yang besar dari keranjang konsumsi dan pengeluaran untuk makanan mengambil sebagian besar dari pendapatan yang sedikit, maka kenaikan harga pangan berperan penting tidak hanya untuk inflasi saat ini tetapi juga menopang inflasi di masa depan melalui ekspektasi. Pengeluaran untuk makanan oleh rumah tangga di negara berpenghasilan rendah sangat besar (berdasarkan hukum Engel), sehingga kenaikan harga pangan akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan penduduk. Pada September 2022 saat pelaksanaan survei sosial ekonomi untuk menghitung angka kemiskinan, inflasi bahan makanan di Indonesia sebesar 8,69 persen. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Patut disyukuri, inflasi yang mengalami perlambatan saat ini semoga menjadi sinyal positif terhadap upaya pemulihan ekonomi Indonesia dan pengentasan kemiskinan di Indonesia.

Peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia terjadi di perkotaan dan perdesaan dengan peningkatan tertinggi terjadi di perkotaan. Disparitas kemiskinan terjadi antara wilayah perdesaan dan perkotaan dimana untuk perkotaan tingkat kemiskinannya sebesar 7,53 persen sedangkan di perdesaaan jauh lebih tinggi yaitu mencapai 12,36 persen. Pada wilayah perdesaan, tingkat kemiskinannya sudah kembali pada level sebelum pandemi, sedangkan pada wilayah perkotaan masih lebih tinggi dibandingkan masa sebelum pandemi.

Sepanjang September 2022 terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sektor padat karya seperti industri tekstil, alas kaki, serta perusahaan teknologi. Lapangan kerja padat karya ini banyak digeluti oleh penduduk perkotaan. Dari sisi ketenagakerjaan, sebagian besar orang miskin di negara berkembang berada dalam pekerjaan yang rentan. Menurut Bank Dunia (2021), pekerjaan rentan mengacu pada dua kategori wirausaha, yaitu pekerja keluarga yang berkontribusi dan pekerja mandiri. Kedua kelompok pekerja ini tergolong rentan karena tidak memiliki pilar pekerjaan yang layak dan berisiko terpapar siklus ekonomi.

Lapangan kerja telah diidentifikasi sebagai penghubung penting antara pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Berdasarkan berbagai studi dapat disimpulkan bahwa meskipun pertumbuhan sangat penting untuk mengurangi kemiskinan, namun pertumbuhan saja tidak cukup. Pasar tenaga kerja dan khususnya lapangan kerja diyakini memainkan peran penting bagaimana pertumbuhan mempengaruhi kemiskinan. Tidak mengherankan jika lapangan kerja dikenal sebagai sarana utama untuk mengurangi kemiskinan di negara-negara berkembang. 

Penurunan angka kemiskinan di Indonesia memerlukan peluang ekonomi alternatif dan perlindungan sosial yang komprehensif serta jaring pengaman untuk menjaga dari guncangan ekonomi. Harus diakui bahwa penduduk miskin dan rentan miskin di Indonesia lebih banyak menggeluti lapangan kerja informal yang rentan terhadap guncangan ekonomi. Menjaga inflasi tetap stabil dalam angka yang moderat akan menjaga daya beli penduduk agar tidak terjatuh ke dalam jurang kemiskinan. Upaya mempercepat penurunan kemiskinan di Indonesia juga dilembagakan dalam program reformasi birokrasi tematik penanggulangan kemiskinan. Semoga dengan pengarusutamaan ini, anggaran kemiskinan semakin berdampak optimal dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#139 Kemiskinan Dalam Tekanan Inflasi

Tren penurunan jumlah penduduk miskin pasca pandemi sedikit terganggu dengan lonjakan inflasi yang terjadi pada akhir tahun 2022. Hal ini di...