Pandemi
Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan namun juga mengguncang
perekonomian Indonesia. Berbagai pembatasan sosial untuk mengendalikan Covid-19
berdampak parah pada keberlangsungan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang
menjadi ladang penghidupan bagi 97 persen pekerja Indonesia. Upaya pemerintah
dalam pemulihan ekonomi nasional salah satunya dengan memberikan Bantuan Produktif
Usaha Mikro (BPUM). Kecepatan dan ketepatan penyaluran bantuan tentu sangat
dibutuhkan untuk meminimalisir dampak pandemi bagi pelaku UMKM. Namun, yang
menjadi masalah adalah data UMKM yang akurat belum tersedia, sehingga berisiko
terjadi ketidaktepatan sasaran bantuan.
Hasil pemeriksaan BPK pada tahun 2020 terhadap laporan awal penyaluran BPUM, terdapat penerima BPUM yang tidak sesuai dengan kriteria. Beberapa faktor ketidakteparan penerima BPUM diantaranya karena belum adanya satu data atau basis data tunggal terkait UMKM. Sedangkan dalam praktiknya dibutuhkan pendataan dan penyaluran secepatnya untuk membantu usaha mikro terdampak pandemi. Oleh karena itu langkah yang diambil oleh Kementerian Koperasi dan UMKM pada tahun 2021 di antaranya adalah integrasi satu data melalui pendaftaran satu pintu peserta penerima BPUM atas usulan dinas koperasi dan UKM di kabupaten/kota. Calon penerima BPUM ini berbasis nomor induk kependudukan (NIK).
UMKM
memiliki peranan yang besar dalam perekonomian di Indonesia dengan jumlahnya yang
mencapai lebih dari 99 persen. Jika dilihat dari Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas Februari 2021), menurut status pekerjaan utamanya ada 51,36 juta
orang yang berstatus sebagai wirausaha dengan rincian 25,65 juta orang berusaha
mandiri, 21,61 juta orang berusaha dibantu buruh tidak tetap, dan 4,4 juta
orang berusaha dibantu buruh tetap. Dalam setahun pandemi, ada penurunan 0,51
juta orang yang bekerja dibantu buruh tidak tetap dan penurunan 0,51 juta orang
dibantu buruh tetap, sedangkan untuk wirausaha mandiri ada peningkatan 0,55
juta orang.
Memberikan
perhatian terhadap UMKM selain mendorong pertumbuhan ekonomi juga memberikan
kehidupan bagi jutaan tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada UMKM. Jika
pada krisis ekonomi 1998 UMKM mampu bertahan dan bahkan menjadi penyelamat,
maka saat pandemi Covid-19 ini justru UMKM yang paling terkena imbas dari
berbagai pembatasan kegiatan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
Pandemi
Covid-19 ini semakin menyadarkan akan pentingnya ketersediaan data yang akurat
terkait UMKM mulai dari tingkat administrasi paling bawah hingga tingkat
nasional. Sebagaimana dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja
mengamanatkan untuk melakukan pendataan UMKM dan hasil pendataan tersebut
sebagai basis data tunggal UMKM. Basis data tunggal tersebut akan menjadi bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan mengenai UMKM. Adapun kriteria UMKM
paling sedikit memuat indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau
nilai investasi, dan jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria setiap sektor
usaha.
Dalam
PP No. 7 Tahun 2021 tentang kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi
dan UMKM, basis data tunggal mengacu pada standar minimal yang memuat identitas
usaha dan identitas pelaku usaha. Dalam penyusunan standar data dilakukan oleh
kementerian setelah berkoordinasi dengan badan
yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang statistik (BPS). Segala
bentuk afirmasi kepada UMKM baik dilakukan oleh pemerintah pusat atau daerah harus
mengacu kepada satu data UMKM. Pengembangan UMKM diantaranya melalui penyediaan
tempat promosi, pemberian insentif, pengelolaan terpadu UMKM (klaster), dan penggunaan
produk UMKM dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Satu
data UMKM ini akan memudahkan dalam memetakan UMKM berdasarkan lapangan usaha, produk
yang dihasilkan, penggunaan teknologi, penyerapan tenaga kerja, maupun indikator
lain sesuai kebutuhan. Dengan basis data akan mudah dipetakan kebutuhan atau
program yang dibutuhkan dalam rangka scale up UMKM.
Mengingat pentingnya satu data UMKM maka
dibutuhkan komitmen dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam basis
data tunggal, UMKM harus memiliki perizinan berusaha yaitu Nomor Induk Berusaha
(NIB). Kenyataan di lapangan, sebagian besar usaha di Indonesia merupakan usaha
informal yang didominasi oleh wirausaha mandiri (25,65 juta orang) dan sebagian
besar berpendidikan rendah. Mendorong wirausaha untuk mendaftarkan usahanya
adalah langkah pertama dalam mewujudkan satu data UMKM.
Selain
mendorong kesadaran mengurus perijinan, yang tidak kalah penting selanjutnya
adalah keseragaman konsep dan definisi terkait UMKM. Hal ini menjadi penting
agar dapat dikompilasi secara nasional dan dibandingkan antar waktu maupun
antar wilayah. Jika merujuk pada peraturan pemerintah tentang UMKM, maka
penentuan usaha berdasarkan atas modal atau hasil penjualan tahunan. Kriteria
modal usaha digunakan untuk pendirian atau pendaftaran usaha, sedangkan
kriteria hasil penjualan digunakan untuk pemberian kemudahan, perlindungan, dan
pemberdayaan UMKM.
Modal
untuk usaha mikro sampai dengan 1 miliar rupiah tidak termasuk tanah dan
bangunan usaha, modal usaha kecil besarnya 1 miliar hingga 5 miliar, dan usaha
menengah memiliki modal 5 miliar hingga 10 miliar rupiah. Untuk kriteria penjualan
tahunan, usaha mikro paling banyak 2 miliar rupiah, usaha kecil 2 miliar hingga
15 miliar rupiah, dan usaha menengah memiliki penjualan tahunan 15 miliar
hingga 50 miliar rupiah. Pada kenyataannya dalam PP No.21 tahun 2021 juga disebutkan
bahwa untuk kepentingan tertentu, kementerian/lembaga dapat menggunakan
kriteria lain dalam penentuan usaha mikro, kecil, maupun menengah.
Yang
harus diperhatikan selanjutnya adalah karena UMKM dinamikanya sangat cepat, maka
diperlukan pemutakhiran data UMKM secara rutin. Hal ini penting untuk
mengetahui perkembangan UMKM dan evaluasi terhadap program pemberdayaan yang
telah dilakukan. Seberapa besar dampak program/bantuan terhadap scale up
UMKM akan bisa diteliti dari pengumpulan data antar waktu tersebut. Menurut PP
No.7 tahun 2021, penyampaian data UMKM dilakukan secara periodik satu tahun
sekali. Untuk menuju satu data UMKM yang akurat dan mutakhir diperlukan komitmen
semua pihak dalam pengumpulan maupun pemutakhirannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar