(Dimuat di Koran Republika, 12 September 2021)
Pandemi
Covid-19 semakin menyingkap ketimpangan yang sudah ada sebelumnya. Berdasarkan
Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), kekayaan dari 70,30 persen
pejabat negara mengalami peningkatan selama pandemi. Pada saat yang sama,
sebagian besar penduduk mengalami penurunan pendapatan. Kenyataan seperti
inilah yang mengakibatkan ketimpangan pendapatan antar penduduk semakin
melebar.
Penghitungan ketimpangan pengeluaran penduduk dengan menggunakan gini rasio pun mengkonfirmasi bahwa ketimpangan penduduk pada masa pandemi Covid-19 semakin melebar. Pada tahun 2020, indeks gini rasio sebesar 0,385 atau mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan gini rasio pada tahun 2019 (0,380). Meski sudah ada sedikit perbaikan pada Maret 2021 (0,384), namun ketimpangannya saat ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebelum pandemi.
Ketimpangan
yang semakin lebar tidak hanya terjadi antar kelompok penduduk secara umum,
namun juga terjadi antar penduduk miskin. Hal ini ditunjukkan dengan indeks
keparahan kemiskinan yang meningkat dari 0,38 pada Maret tahun 2020 menjadi 0,42
pada Maret tahun 2021. Meningkatnya ketimpangan antar penduduk miskin ini berimplikasi
pada pengentasan kemiskinan yang semakin sulit untuk dilakukan
Memberikan
perhatian pada kelompok penduduk menengah ke bawah akan mempersempit
ketimpangan yang ada. Untuk kelompok ekonomi atas, mereka memiliki keleluasaan
dalam hal aset dan kekayaan, bahkan tidak mengherankan jika kemudian di tengah pandemi
sekalipun harta pada penduduk pada kelompok atas ini mengalami peningkatan.
Bagi
penduduk miskin atau 40 persen terbawah, bantuan perlindungan sosial masih
tetap menjadi tumpuan untuk menjaga daya beli di tengah pandemi yang belum sepenuhnya
berakhir. Untuk kelompok menengah memerlukan penyediaan lapangan pekerjaan dan peningkatan
pendapatan yang layak. Peningkatan pendapatan maupun penyediaan lapangan kerja
ini tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pertumbuhan ekonomi
yang mampu menyentuh ke seluruh lapisan penduduk dan tidak hanya dinikmati oleh
sebagian elit pada kelompok ekonomi atas.
Menurunnya
ketimpangan pengeluaran pada tahun 2021, tidak terlepas dari perekonmian yang
sudah mulai pulih, Meski masih mengalami kontraksi, namun tidak sedalam tahun
sebelumnya dan sudah mampu menyerap lapangan pekerjaan bagi 2,61 juta orang
pada Februari 2021. Oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan untuk
memperkecil ketimpangan adalah dengan mendorong pemulihan ekonomi terutama pada
sektor ekonomi yang banyak digeluti oleh sebagian besar penduduk. Pada sektor
ekonomi yang menjadi tumpuan bagi sebagian besar penduduk, terutama kelompok
menengah ke bawah.
Berdasarkan
skala usahanya, penduduk menengah ke bawah sebagian besar bekerja pada usaha
mikro kecil dan menengah (UMKM). Khusus untuk usaha mikro kecil, sebagian besar
produsen dan konsumennya merupakan penduduk menengah ke bawah. Mendorong
pemulihan UMKM ini secara tidak langsung akan meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan penduduk. Selain itu, pemulihan UMKM ini juga akan menyerap pengangguran
yang saat ini berjumlah 8,75 juta orang dan turut serta mengentaskan penduduk
miskin yang berjumlah 27,54 juta orang. Pada kenyataannya UMKM di Indonesia jumlahnya
lebih dari 99 persen dari seluruh usaha dan menjadi tumpuan hidup bagi 97
persen tenaga kerja di Indonesia.
Berdasarkan
survei dampak Covid-19 terhadap pelaku usaha yang dilakukan oleh BPS, bantuan
yang paling diharapkan oleh usaha mikro kecil (UMK) adalah bantuan modal. UMK
pada sektor industri pengolahan, penyediaan makan minum, dan perdagangan
merupakan pelaku usaha yang paling mengharapkan bantuan modal usaha. Hal ini
sangat berbeda dengan usaha menengah besar (UMB) dimana bantuan yang paling
diharapkan adalah keringanan tagihan listrik dan relaksasi painjaman.
Dalam
laporan industri mikro kecil oleh BPS, produksi pada industri mikro kecil (IMK)
pada tahun 2020 mengalami penurunan hingga 17,63 persen. Selain itu, pandemi
Covid-19 mengakibatkan 7,06 persen usaha industri mikro kecil mengalami tutup
permanen dan 11,25 persen IMK yang tutup sementara.
Berdasarkan
penelitian secara empiris, penyaluran kredit terhadap UMKM akan menurunkan
ketimpangan pendapatan penduduk. Penyaluran kredit terhadap usaha mikro yang
merupakan penduduk berpendapatan rendah akan mengoreksi distribusi pendapatan.
Penyaluran kredit ini akan meningkatkan aktivitas dan output sector usaha
mikro. Selanjutnya, meningkatkan output secara berkelanjutan akan berdampak
terhadap penyerapan tenaga kerja.
Upaya
pemerintah menyalurkan bantuan produktif untuk usaha mikro kecil dan yang
terbaru bantuan untuk usaha kaki lima yang terimbas PPKM akan sedikit membantu
keberlangsungan usaha penduduk menengah bawah. Dalam hal pemberian kredit,
pemerintah menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) kepada pelaku UMKM individu/perseorangan, badan usaha
dan/atau kelompok usaha yang memiliki usaha produktif dan layak namun belum
memiliki agunan tambahan atau feasible namun belum bankable.
Yang menjadi perhatian adalah bagaimana sosialisasi KUR untuk mendorong
UMKM memanfaatkan fasilitas kredit ini. Jangan sampai KUR ini kalah populer
dibandingkan dengan pinjaman online, sehingga pelaku usaha mikro kecil lebih memilih
meminjam dana kepada pinjaman online (pinjol) dengan tingkat bunga yang tinggi.
Selain
melanjutkan bantuan sosial dan menyalurkan bantuan kredit usaha untuk UMKM, hal
yang tidak kalah penting adalah mempercepat vaksinasi sehingga pandemi segera
terkendali. Kegiatan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan
dan penurunan ketimpangan akan bisa diupayakan apabila pandemi Covid-19 bisa
dikendalikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar