Halaman

Senin, 13 September 2021

#124 Menyingkap Ketimpangan Saat Pandemi


             (Dimuat di Koran Republika, 12 September 2021)

Pandemi Covid-19 semakin menyingkap ketimpangan yang sudah ada sebelumnya. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN), kekayaan dari 70,30 persen pejabat negara mengalami peningkatan selama pandemi. Pada saat yang sama, sebagian besar penduduk mengalami penurunan pendapatan. Kenyataan seperti inilah yang mengakibatkan ketimpangan pendapatan antar penduduk semakin melebar.

Penghitungan ketimpangan pengeluaran penduduk dengan menggunakan gini rasio pun mengkonfirmasi bahwa ketimpangan penduduk pada masa pandemi Covid-19 semakin melebar. Pada tahun 2020, indeks gini rasio sebesar 0,385 atau mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan gini rasio pada tahun 2019 (0,380). Meski sudah ada sedikit perbaikan pada Maret 2021 (0,384), namun ketimpangannya saat ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebelum pandemi.

Ketimpangan yang semakin lebar tidak hanya terjadi antar kelompok penduduk secara umum, namun juga terjadi antar penduduk miskin. Hal ini ditunjukkan dengan indeks keparahan kemiskinan yang meningkat dari 0,38 pada Maret tahun 2020 menjadi 0,42 pada Maret tahun 2021. Meningkatnya ketimpangan antar penduduk miskin ini berimplikasi pada pengentasan kemiskinan yang semakin sulit untuk dilakukan

Memberikan perhatian pada kelompok penduduk menengah ke bawah akan mempersempit ketimpangan yang ada. Untuk kelompok ekonomi atas, mereka memiliki keleluasaan dalam hal aset dan kekayaan, bahkan tidak mengherankan jika kemudian di tengah pandemi sekalipun harta pada penduduk pada kelompok atas ini mengalami peningkatan.

Bagi penduduk miskin atau 40 persen terbawah, bantuan perlindungan sosial masih tetap menjadi tumpuan untuk menjaga daya beli di tengah pandemi yang belum sepenuhnya berakhir. Untuk kelompok menengah memerlukan penyediaan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan yang layak. Peningkatan pendapatan maupun penyediaan lapangan kerja ini tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi yang inklusif, pertumbuhan ekonomi yang mampu menyentuh ke seluruh lapisan penduduk dan tidak hanya dinikmati oleh sebagian elit pada kelompok ekonomi atas.

Menurunnya ketimpangan pengeluaran pada tahun 2021, tidak terlepas dari perekonmian yang sudah mulai pulih, Meski masih mengalami kontraksi, namun tidak sedalam tahun sebelumnya dan sudah mampu menyerap lapangan pekerjaan bagi 2,61 juta orang pada Februari 2021. Oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan untuk memperkecil ketimpangan adalah dengan mendorong pemulihan ekonomi terutama pada sektor ekonomi yang banyak digeluti oleh sebagian besar penduduk. Pada sektor ekonomi yang menjadi tumpuan bagi sebagian besar penduduk, terutama kelompok menengah ke bawah.

Berdasarkan skala usahanya, penduduk menengah ke bawah sebagian besar bekerja pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Khusus untuk usaha mikro kecil, sebagian besar produsen dan konsumennya merupakan penduduk menengah ke bawah. Mendorong pemulihan UMKM ini secara tidak langsung akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan penduduk. Selain itu, pemulihan UMKM ini juga akan menyerap pengangguran yang saat ini berjumlah 8,75 juta orang dan turut serta mengentaskan penduduk miskin yang berjumlah 27,54 juta orang. Pada kenyataannya UMKM di Indonesia jumlahnya lebih dari 99 persen dari seluruh usaha dan menjadi tumpuan hidup bagi 97 persen tenaga kerja di Indonesia.

Berdasarkan survei dampak Covid-19 terhadap pelaku usaha yang dilakukan oleh BPS, bantuan yang paling diharapkan oleh usaha mikro kecil (UMK) adalah bantuan modal. UMK pada sektor industri pengolahan, penyediaan makan minum, dan perdagangan merupakan pelaku usaha yang paling mengharapkan bantuan modal usaha. Hal ini sangat berbeda dengan usaha menengah besar (UMB) dimana bantuan yang paling diharapkan adalah keringanan tagihan listrik dan relaksasi painjaman.

Dalam laporan industri mikro kecil oleh BPS, produksi pada industri mikro kecil (IMK) pada tahun 2020 mengalami penurunan hingga 17,63 persen. Selain itu, pandemi Covid-19 mengakibatkan 7,06 persen usaha industri mikro kecil mengalami tutup permanen dan 11,25 persen IMK yang tutup sementara.

Berdasarkan penelitian secara empiris, penyaluran kredit terhadap UMKM akan menurunkan ketimpangan pendapatan penduduk. Penyaluran kredit terhadap usaha mikro yang merupakan penduduk berpendapatan rendah akan mengoreksi distribusi pendapatan. Penyaluran kredit ini akan meningkatkan aktivitas dan output sector usaha mikro. Selanjutnya, meningkatkan output secara berkelanjutan akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja.

Upaya pemerintah menyalurkan bantuan produktif untuk usaha mikro kecil dan yang terbaru bantuan untuk usaha kaki lima yang terimbas PPKM akan sedikit membantu keberlangsungan usaha penduduk menengah bawah. Dalam hal pemberian kredit, pemerintah menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) kepada pelaku UMKM individu/perseorangan, badan usaha dan/atau kelompok usaha yang memiliki usaha produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau feasible namun belum bankable. Yang menjadi perhatian adalah bagaimana sosialisasi KUR untuk mendorong UMKM memanfaatkan fasilitas kredit ini. Jangan sampai KUR ini kalah populer dibandingkan dengan pinjaman online, sehingga pelaku usaha mikro kecil lebih memilih meminjam dana kepada pinjaman online (pinjol) dengan tingkat bunga yang tinggi.

Selain melanjutkan bantuan sosial dan menyalurkan bantuan kredit usaha untuk UMKM, hal yang tidak kalah penting adalah mempercepat vaksinasi sehingga pandemi segera terkendali. Kegiatan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan penurunan ketimpangan akan bisa diupayakan apabila pandemi Covid-19 bisa dikendalikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#138 Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas

  (Dimuat di Kolom Opini Republika, 25 November 2022) Perekonomian Indonesia mampu tumbuh mengesankan di tengah ancaman resesi global saat i...