Kehebohan
terjadi. Angka 7 persen yang menjadi pangkalnya. Sebagian sangat senang sedangkan
sebagian yang lain meragukan. Itulah angka pertumbuhan ekonomi 7,07 persen pada
triwulan II-2021 secara tahunan (year on year) yang dirilis oleh Badan Pusat
Statistik pada Kamis (5/7). Jika melihat 7 persennya, angka ini seolah-olah menggambarkan
kondisi ekonomi sudah normal kembali, bahkan lebih meroket jika dibandingkan
pertumbuhan ekonomi sebelum pandemi yang berkisar di angka 5 persen. Akhirnya
timbul pertanyaan. Benarkah ekonomi tumbuh 7,07 persen di tengah kondisi
ekonomi yang masih terasa sulit hari ini?
Sebenarnya, pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen jika terjadi pada kondisi perekonomian stabil dan normal, maka hal tersebut bisa dibanggakan bahwa perekonomian melesat dan meroket. Sebagaimana kita tahu bahwa perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun sebelumnya hanya dalam kisaran 5 persen. Namun jika tumbuh lebih dari tujuh persen dengan pembandingnya adalah perekonomian yang berada pada titik terendahnya, maka hal tersebut sesuatu yang tidak luar biasa. Akan menjadi luar biasa jika perekonomian mampu tumbuh dua digit sebagaimana yang terjadi di China pada triwulan I tahun ini.
Pertumbuhan
ekonomi triwulan dua secara tahunan (year on year) dihitung dengan
membandingkan PDB atas harga konstan triwulan II-2021 dengan triwulan II-2020.
Sebagaimana kita tahu, pada triwulan II-2020 perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan
minus hingga 5,32 persen. PDB yang nyungsep pada tahun sebelumnya menjadi
penyebab adanya low base effect bagi pertumbuhan ekonomi 7,07 persen
pada triwulan II tahun ini. Selain itu, pada triwulan dua tahun ini terbantu
dengan adanya momentum Ramadan dan Idul Fitri dimana pengeluaran rumah tangga
mengalami kenaikan. Hal ini tercermin
pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga triwulan dua tahun ini sebesar 1,27
persen dibanding triwulan I-2021.
Nah,
pengaruh basis pertumbuhan ekonomi yang rendah ini pada triwulan selanjutnya
tidak akan sebesar pada triwulan dua ini. Karenanya, pertumbuhan tujuh persen
ini akan tidak mudah terulang kembali jika tidak ada kebijakan yang lebih expansif
dari triwulan sebelumnya. Hal ini karena base PDB ataupun pembandingnya
tidak serendah pada triwulan dua, dimana perekonomian pada triwulan tiga 2020
sudah mengalami perbaikan dengan kontraksi yang lebih dangkal.
Fenomena
pertumbuhan ekonomi tinggi pasca krisis sebenarnya juga terjadi di beberapa
negara lain. Antara lain China yang tumbuh 18,3 persen dan Hongkong tumbuh 7,8
persen pada triwulan I-2021. Bahkan pada triwulan IV-2020 Perekonomian China
sudah mampu tumbuh 6,5 persen dan Vietnam tumbuh 4,5 persen, saat Indonesia
masih mengalami partumbuhan minus 2,19 persen.
Pertumbuhan
ekonomi cukup tinggi pasca krisis sebelumnya pernah terjadi di Indonesia saat
krisis ekonomi 1998/1999 dimana pertumbuhan ekonomi saat itu minus 18,02
persen, kemudian pada tahun 1999 tumbuh 1,3 persen, dan tahun 2000 tumbuh 5,73
persen. Pada tahun 2021 ini tentu amat berat untuk mengejar pertumbuhan ekonomi
tahunan sebesar 5 persen dengan modal pertumbuhan minus 0,74 persen pada
triwulan I dan 7,07 persen pada triwulan II. Tidak mengherankan jika kemudian
beberapa lembaga internasional merevisi ke bawah target pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2021 seperti IMF yang memprediksi 3,9 persen dan ADB
memprediksi 4,1 persen. Bahkan Bank Indonesia juga menurunkan target
pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 menjadi 3,5%-4,3%.
Jika
membandingkan dengan kondisi perekonomian tahun 2020, maka pada tahun ini sudah
ada perbaikan. Hal ini terkonfirmasi dari angka pengangguran yang berkurang
1,02 juta orang pada Februari 2021 (dibanding Agustus 2020), demikian juga
dengan penduduk miskin yang berkurang 0,01 juta orang pada Maret 2021
(dibanding September 2020). Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur
juga mengalami peningkatan hingga bulan Juni, meski pada Juli kembali mengalami
penurunan seiring dengan melonjaknya kasus Covid-19 dan pemberlakukan PPKM
darurat.
Akan
tetapi, jika kondisi hari ini dibandingkan dengan sebelum pandemi, maka benar
bahwa kondisi sosial ekonomi saat ini belum kembali seperti sebelumnya.
Keraguan akan pertumbuhan ekonomi ini bisa jadi muncul karena kenyataan di
lapangan menunjukkan adanya 8,75 juta pengangguran yang membutuhkan lapangan
pekerjaan baru, ada 11,42 juta orang setengah pengangguran yang membutuhkan
tambahan pekerjaan, dan ada 27,54 juta penduduk miskin yang membutuhkan
peningkatan pendapatan. Kondisi sosial ekonomi yang demikian tersebut ada di
sekeliling kita, sehingga bisa jadi menambah sulit untuk menerima kenyataan
bahwa perekonomian saat ini sebenarnya telah tumbuh jika dibandingkan dengan
kondisi yang sama pada setahun sebelumnya.
Berharap
bahwa ekonomi diakui tumbuh jika semua orang memperoleh pekerjaan yang layak, meningkatnya
pendapatan penduduk, dan menurunnya kemiskinan secara drastis adalah hal yang
wajar dan memang itulah yang dicita-citakan. Bahkan PBB mencantumkannya dalam
tujuan pembangunan berkelanjutan/SGDs yang kedelapan yaitu mempromosikan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, inklusif dan berkelanjutan, pekerjaan
penuh dan produktif, dan pekerjaan yang layak untuk semua. Untuk menuju
cita-cita tersebut, tentu diperlukan pertumbuhan ekonomi secara terus menerus
dan berkelanjutan.
Kembali
kepada makna angka pertumbuhan ekonomi 7,07 persen, bagi pihak yang optimis
angka tujuh persen merupakan sinyal yang baik dalam proses pemulihan ekonomi
Indonesia. Upaya pemerintah melalui program PEN membuahkan hasil, meski belum
seperti yang diharapkan. Tentu kita menginginkan uang triliunan rupiah yang
digelontorkan oleh pemerintah mampu memberikan pengaruh postif dalam
pertumbuhan ekonomi. Demikian pula upaya pelaku usaha dan buruh yang harus
mempertaruhkan kesehatan dalam menjalankan usahanya akan berdampak baik dalam
mendorong perbaikan ekonomi. Yang jelas, kita tidak boleh berpuas dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen. Dibutuhkan percepatan pertumbuhan
ekonomi untuk penyediaan lapangan kerja yang layak dan peningkatan
kesejahateraan penduduk yang merosot tajam selama pandemi Covid-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar