Halaman

Sabtu, 06 Februari 2021

#117 Memacu Konsumsi

Pandemi covid-19 mengakibatkan perekonomian Indonesia pada tahun 2020 mengalami penurunan hingga 2,07 persen, sebagaimana rilis BPS (5/2). Pendorong terbesar penurunan ekonomi 2020 adalah penurunan investasi dan konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2020 investasi mengalami penurunan sebesar 4,95 persen dan konsumsi rumah tangga mengalami penurunan 2,63 persen. Perekonomian Indonesia paling besar ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sebesar 57,66 persen, sehingga untuk mempercepat pemulihan ekonomi dilakukan dengan memacu konsumsi rumah tangga. Peningkatan konsumsi rumah tangga akan mendorong permintaan dan produksi sehingga menarik investasi di Indonesia. Pada kenyataannya hampir semua lapangan usaha di Indonesia mengalami kontraksi yang disebabkan oleh penurunan permintaan barang dan jasa.

Penurunan permintaan barang dan jasa disebabkan oleh penurunan daya beli dan konsumsi penduduk Indonesia yang masih tertekan hingga triwulan 4 tahun 2020. Hal ini tercermin dari pengeluaran rumah tangga yang masih mengalami penurunan sebesar 3,61 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Secara umum, meski pengeluaran penduduk masih tertekan, namun telah terjadi perbaikan dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini ditandai dengan penurunan yang tidak sedalam triwulan tiga yang mencapai minus 4,05 persen. Jika dibandingkan dengan triwulan tiga, pada triwulan keempat konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan tipis yaitu 0,49 persen. Hal ini berarti bahwa pada triwulan empat, sudah terjadi peningkatan daya beli penduduk meski belum kembali seperti kondisi sebelum pandemi Harapannya pada tahun 2021 ini terjadi peningkatan daya beli penduduk yang memacu konsumsi dan kegiatan produksi di Indonesia.

Apabila dilihat dari komponennya, penurunan terbesar selama tahun 2020 adalah pengeluaran untuk transportasi dan komunikasi, pengeluaran restoran dan hotel, dan pengeluaran untuk pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan. Pada triwulan 4, pengeluaran untuk makanan dan minuman masih mengalami penurunan hingga 1,39 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Bahkan jika dibandingkan dengan triwulan tiga, pengeluaran makanan dan minuman pada triwulan empat juga mengalami penurunan sebesar 1,43 persen. Artinya bahwa konsumsi makanan penduduk belum pulih seperti sebelum pandemi. Penurunan konsumsi makanan dan minuman ini akan menjadi alarm yang sangat penting terlebih jika terjadi pada penduduk kelompok miskin dan rentan. Penurunan konsumsi makanan pada penduduk miskin dan rentan menunjukkan penurunan kecukupan pangan dan gizi. Sehingga harus diupayakan bahwa untuk pengeluaran makanan dan minuman mengalami peningkatan.

            Pengeluaran penduduk Indonesia ditopang oleh pengeluaran kelompok 20 persen teratas yang menyumbang 45,49 persen terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Sedangkan untuk kelompok penduduk 40 persen menengah menyumbang 36,93 persen, dan penduduk kelompok pengeluaran 40 persen terbawah menyumbang 17,73 persen pengeluaran rumah tangga nasional. Naik turunnya pengeluaran penduduk kelompok atas akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Adapun fluktuasi pengeluaran penduduk 40 persen terbawah akan sangat berdampak pada tingkat kemiskinan di Indonesia.

Berdasarkan laporan Bank Dunia, Aspiring Indonesia, pengeluaran penduduk kelompok menengah atas di Indonesia didominasi oleh pengeluaran untuk perumahan dan leisure (hiburan). Padahal untuk sektor leisure mengalami dampak paling besar dari pembatasan selama pandemi. Oleh karena itu amat berat untuk mendorong pengeluaran penduduk ekonomi atas jika pandemi belum bisa dikendalikan. Kesehatan dan rasa aman menjadi kebutuhan utama bagi kelompok ini untuk melakukan aktivitas leisure. Sedangkan untuk mendorong pengeluaran makanan atau kebutuhan dasar lainnya bagi penduduk ekonomi atas, tidak mungkin ditambah lagi melebihi kebutuhannya.

Sektor leisure atau hiburan contohnya pada sektor transportasi, akomodasi dan restoran. Selama tahun 2020, sektor transportasi mengalami kontraksi paling dalam yaitu sebesar 15,04 persen dan sektor akomodasi dan restoran mengalami kontraksi 10,22 persen. Penurunan tajam dari dua sektor ini disebabkan oleh penurunan kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. Pada tahun 2020 terjadi penurunan kunjungan wisatawan mancanegara hingga 88,45 persen. Adapun pemulihan kedua sektor ini sangat bergantung dari keberhasilan pengendalian pandemi Covid-19 ini Indonesia.

Pandemi Covid-19 berdampak paling besar terhadap penurunan perekonomian di Jawa dan Bali. Penurunan ekonomi terbesar terjadi di Pulau Bali dengan kontraksi sebesar 9,31 persen, sedangkan Pulau Jawa menduduki peringkat kedua dengan penurunan sebesar 2,51 persen. Dengan kenyataan ini tidak mengherankan jika pemerintah menerapkan PPKM di Pulau Jawa dan Bali untuk mengendalikan pandemi Covid-19. Semakin lama pandemi tertangani maka akan semakin lama pula pemulihan ekonomi di dua Pulau tersebut akan terjadi. Terlebih lagi bahwa Pulau Jawa menopang 58,75 persen perekonomian Indonesia.

            Memacu konsumsi kelompok 40 persen terbawah dan kelas menengah rentan, selain menghindarkan dari jurang keimiskinan, juga berguna untuk mendorong permintaan terutama pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Tidak dapat dipungkiri bahwa konsumen dari produk usaha mikro kecil adalah penduduk kelas menengah ke bawah ini. Dengan demikian akan terjadi perputaran ekonomi pada usaha mikro kecil dan menengah.

Jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 64,19 juta dengan usaha mikro mencapai 63,35 juta unit atau 98,70 persen dari seluruh lapangan usaha di Indonesia. Efek berganda inilah yang diharapkan mampu mendorong pemulihan ekonomi mulai dari tingkat bawah. Hal ini menjadi sangat penting terlebih ketika perekonomian dalam skala besar belum dapat pulih sepenuhnya karena harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Fleksibilitas yang dimiliki oleh UMKM menjadikannya lebih cepat pulih di masa saat ini. Selain itu, peran penting UMKM terhadap perekonomian Indonesia adalah berkontribusi sebesar 60,30 persen terhadap PDB dan menyerap tenaga kerja sebanyak 97 persen dari seluruh penduduk bekerja di Indonesia. Artinya bahwa pemulihan UMKM ini akan turut serta menghidupi 97 persen tenaga kerja dan menghindarkan mereka dari garis kemiskinan.

Salah satu cara untuk memacu konsumsi adalah dengan melanjutkan bantuan sosial kepada penduduk. Amat disayangkan ketika bantuan sosial tunai tahun 2021 ini hanya diberikan selama empat bulan, dengan nominal yang berkurang setengahnya dibanding tahun 2020. Pada masa pemulihan inilah diperlukan peningkatan daya beli dan konsumsi untuk mendorong permintaan barang dan jasa, sehingga meningkatkan produksi seluruh lapangan usaha di Indonesia


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#138 Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas

  (Dimuat di Kolom Opini Republika, 25 November 2022) Perekonomian Indonesia mampu tumbuh mengesankan di tengah ancaman resesi global saat i...