Pandemi covid-19 mengakibatkan perekonomian Indonesia pada tahun 2020 mengalami penurunan hingga 2,07 persen, sebagaimana rilis BPS (5/2). Pendorong terbesar penurunan ekonomi 2020 adalah penurunan investasi dan konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2020 investasi mengalami penurunan sebesar 4,95 persen dan konsumsi rumah tangga mengalami penurunan 2,63 persen. Perekonomian Indonesia paling besar ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sebesar 57,66 persen, sehingga untuk mempercepat pemulihan ekonomi dilakukan dengan memacu konsumsi rumah tangga. Peningkatan konsumsi rumah tangga akan mendorong permintaan dan produksi sehingga menarik investasi di Indonesia. Pada kenyataannya hampir semua lapangan usaha di Indonesia mengalami kontraksi yang disebabkan oleh penurunan permintaan barang dan jasa.
Penurunan permintaan barang dan jasa
disebabkan oleh penurunan daya beli dan konsumsi penduduk Indonesia yang masih
tertekan hingga triwulan 4 tahun 2020. Hal ini tercermin dari pengeluaran rumah
tangga yang masih mengalami penurunan sebesar 3,61 persen dibandingkan periode
yang sama pada tahun sebelumnya.
Secara umum, meski pengeluaran penduduk masih
tertekan, namun telah terjadi perbaikan dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini ditandai
dengan penurunan yang tidak sedalam triwulan tiga yang mencapai minus 4,05
persen. Jika dibandingkan dengan triwulan tiga, pada triwulan keempat konsumsi
rumah tangga mengalami peningkatan tipis yaitu 0,49 persen. Hal ini berarti
bahwa pada triwulan empat, sudah terjadi peningkatan daya beli penduduk meski
belum kembali seperti kondisi sebelum pandemi Harapannya pada tahun 2021 ini
terjadi peningkatan daya beli penduduk yang memacu konsumsi dan kegiatan
produksi di Indonesia.
Apabila dilihat dari komponennya,
penurunan terbesar selama tahun 2020 adalah pengeluaran untuk transportasi dan
komunikasi, pengeluaran restoran dan hotel, dan pengeluaran untuk pakaian, alas
kaki, dan jasa perawatan. Pada triwulan 4, pengeluaran untuk makanan dan
minuman masih mengalami penurunan hingga 1,39 persen dibanding periode yang
sama tahun sebelumnya.
Bahkan jika dibandingkan dengan triwulan
tiga, pengeluaran makanan dan minuman pada triwulan empat juga mengalami
penurunan sebesar 1,43 persen. Artinya bahwa konsumsi makanan penduduk belum
pulih seperti sebelum pandemi. Penurunan konsumsi makanan dan minuman ini akan
menjadi alarm yang sangat penting terlebih jika terjadi pada penduduk kelompok
miskin dan rentan. Penurunan konsumsi makanan pada penduduk miskin dan rentan menunjukkan
penurunan kecukupan pangan dan gizi. Sehingga harus diupayakan bahwa untuk
pengeluaran makanan dan minuman mengalami peningkatan.
Pengeluaran
penduduk Indonesia ditopang oleh pengeluaran kelompok 20 persen teratas yang
menyumbang 45,49 persen terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Sedangkan
untuk kelompok penduduk 40 persen menengah menyumbang 36,93 persen, dan
penduduk kelompok pengeluaran 40 persen terbawah menyumbang 17,73 persen
pengeluaran rumah tangga nasional. Naik turunnya pengeluaran penduduk kelompok
atas akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Adapun
fluktuasi pengeluaran penduduk 40 persen terbawah akan sangat berdampak pada
tingkat kemiskinan di Indonesia.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, Aspiring
Indonesia, pengeluaran penduduk kelompok menengah atas di Indonesia didominasi
oleh pengeluaran untuk perumahan dan leisure (hiburan). Padahal untuk sektor
leisure mengalami dampak paling besar dari pembatasan selama pandemi. Oleh
karena itu amat berat untuk mendorong pengeluaran penduduk ekonomi atas jika
pandemi belum bisa dikendalikan. Kesehatan dan rasa aman menjadi kebutuhan utama
bagi kelompok ini untuk melakukan aktivitas leisure. Sedangkan untuk mendorong
pengeluaran makanan atau kebutuhan dasar lainnya bagi penduduk ekonomi atas,
tidak mungkin ditambah lagi melebihi kebutuhannya.
Sektor leisure atau hiburan contohnya
pada sektor transportasi, akomodasi dan restoran. Selama tahun 2020, sektor
transportasi mengalami kontraksi paling dalam yaitu sebesar 15,04 persen dan sektor
akomodasi dan restoran mengalami kontraksi 10,22 persen. Penurunan tajam dari
dua sektor ini disebabkan oleh penurunan kunjungan wisatawan mancanegara maupun
wisatawan domestik. Pada tahun 2020 terjadi penurunan kunjungan wisatawan
mancanegara hingga 88,45 persen. Adapun pemulihan kedua sektor ini sangat
bergantung dari keberhasilan pengendalian pandemi Covid-19 ini Indonesia.
Pandemi Covid-19 berdampak paling besar
terhadap penurunan perekonomian di Jawa dan Bali. Penurunan ekonomi terbesar terjadi
di Pulau Bali dengan kontraksi sebesar 9,31 persen, sedangkan Pulau Jawa
menduduki peringkat kedua dengan penurunan sebesar 2,51 persen. Dengan
kenyataan ini tidak mengherankan jika pemerintah menerapkan PPKM di Pulau Jawa
dan Bali untuk mengendalikan pandemi Covid-19. Semakin lama pandemi tertangani
maka akan semakin lama pula pemulihan ekonomi di dua Pulau tersebut akan
terjadi. Terlebih lagi bahwa Pulau Jawa menopang 58,75 persen perekonomian
Indonesia.
Memacu
konsumsi kelompok 40 persen terbawah dan kelas menengah rentan, selain
menghindarkan dari jurang keimiskinan, juga berguna untuk mendorong permintaan
terutama pada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Tidak dapat dipungkiri
bahwa konsumen dari produk usaha mikro kecil adalah penduduk kelas menengah ke
bawah ini. Dengan demikian akan terjadi perputaran ekonomi pada usaha mikro
kecil dan menengah.
Jumlah UMKM di Indonesia sebanyak 64,19 juta dengan usaha mikro mencapai 63,35 juta unit atau 98,70 persen dari seluruh lapangan usaha di Indonesia. Efek berganda inilah yang diharapkan mampu mendorong pemulihan ekonomi mulai dari tingkat bawah. Hal ini menjadi sangat penting terlebih ketika perekonomian dalam skala besar belum dapat pulih sepenuhnya karena harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Fleksibilitas yang dimiliki oleh UMKM menjadikannya lebih cepat pulih di masa saat ini. Selain itu, peran penting UMKM terhadap perekonomian Indonesia adalah berkontribusi sebesar 60,30 persen terhadap PDB dan menyerap tenaga kerja sebanyak 97 persen dari seluruh penduduk bekerja di Indonesia. Artinya bahwa pemulihan UMKM ini akan turut serta menghidupi 97 persen tenaga kerja dan menghindarkan mereka dari garis kemiskinan.
Salah satu cara untuk memacu konsumsi adalah dengan melanjutkan bantuan sosial kepada penduduk. Amat disayangkan ketika bantuan sosial tunai tahun 2021 ini hanya diberikan selama empat bulan, dengan nominal yang berkurang setengahnya dibanding tahun 2020. Pada masa pemulihan inilah diperlukan peningkatan daya beli dan konsumsi untuk mendorong permintaan barang dan jasa, sehingga meningkatkan produksi seluruh lapangan usaha di Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar