Pandemi covid-19 tidak hanya meningkatkan pengangguran, namun juga tenaga kerja di sektor informal di Indonesia. Pengangguran pada Agustus 2020 melonjak menjadi 9,77 juta orang dengan tingkat pengangguran terbuka mencapai 7,07 persen. Kondisi ketenagakerjaan saat ini seolah mundur pada kondisi ketenagakerjaan tahun 2011, saat itu pengangguran mencapai 7,48 persen dan tenaga kerja informal mencapai 62,24 persen. Peningkatan tenaga kerja informal saat ini harus segera diantisipasi agar tidak menurunkan kesejahteraan penduduk Indonesia.
Berbagai penelitian empiris menyebutkan bahwa salah satu cara untuk
mendorong peningkatan kesejahteraan ekonomi penduduk adalah dengan melakukan transisi
pekerjaan ke sektor formal. Sehingga peningkatan sektor informal atau
informalisasi ekonomi saat ini akan semakin memperberat usaha dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan penduduk. Menurut ILO (2010)
pekerjaan di sektor informal identik dengan pekerjaan yang
tidak layak, tingkat pendapatan rendah, memiliki
resiko tinggi, serta tidak terdapat jaminan/perlindungan sosial. Informalitas
juga mempunyai dampak yang berbahaya terhadap
hak-hak pekerja dan mempunyai dampak negatif terhadap sustainable enterprises
karena faktor rendahnya produktifitas dan
terbatasnya akses modal (ILO, 2018).
Transisi pekerjaan ke sektor formal di Indonesia ditandai dengan
menurunnya jumlah penduduk yang bekerja pada sektor informal. Dalam 2 dekade
terakhir, persentase tenaga kerja informal di Indonesia mengalami tren
penurunan. Kondisi ini disertai juga dengan penurunan jumlah penduduk miskin di
Indonesia. Akan tetapi, transisi tersebut harus diuji dengan adanya pandemi
Covid-19 yang mengakibatkan penambahan tenaga kerja informal sebanyak 5,73 juta
orang. Hasil survei angkatan kerja nasional (Agustus, 2020) menunjukkan bahwa
tenaga kerja informal di Indonesia mencapai 60,47 persen.
Apabila dirinci menurut status pekerjaan utamanya, peningkatan tenaga
kerja informal paling besar terjadi pada pekerja keluarga/tidak dibayar yang
mencapai 3,56 juta orang, disusul kemudian berusaha dibantu buruh tidak
tetap/buruh tidak dibayar yang meningkat 1,13 juta orang, pekerja bebas
pertanian meningkat 639 ribu, dan pekerja bebas di non pertanian yang meningkat
352 ribu orang. Untuk wirausaha mandiri peningkatannya sebanyak 48,53 ribu
orang atau jauh lebih kecil dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang
meningkat ratusan bahkan jutaan orang dalam satu tahun.
Untuk pekerja formal dalam setahun terakhir mengalami penurunan
sebanyak 6,03 juta orang yang terdiri dari penurunan buruh/karyawan sebanyak
5,62 juta orang dan penurunan wirausaha dengan dibantu buruh tetap sebanyak
412,39 ribu orang. Perubahan status tenaga kerja informal ini akan menurunkan
pendapatan dan kesejahteraan penduduk, terlebih menjadi pekerja keluarga atau
tenaga kerja tidak dibayar yang meningkat 3,56 juta orang. Demikian juga dengan
pekerja bebas yang pendapatannya tidak tetap.
Resesi ekonomi berdampak paling besar di perkotaan. Penurunan
tenaga kerja paling besar terjadi pada sektor industri pengolahan dengan
penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 1,72 juta orang. Adapun lapangan usaha
yang mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja paling tinggi adalah sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan kenaikan sebesar 2,78 juta orang.
Kenyataan ini semakin menguatkan sektor pertanian sebagai lapangan usaha dengan
penyerapan tenaga kerja terbesar di Indonesia. Padahal sektor petanian saat ini
masih menjadi kantung kemiskinan di Indonesia, sehingga dibutuhkan peralihan ke
sektor formal non pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Untuk kembali menyerap tenaga kerja ke sektor formal yaitu menjadi
buruh/karyawan atau berwirausaha dengan tenaga kerja tetap, maka perlu didorong
pemulihan ekonomi sehingga kegiatan produksi kembali pulih. Dengan belum
terkendalinya pandemi Covid-19 otomatis kegiatan produksi masih harus
menetapkan protokol kesehatan yang ketat. Dalam kondisi demikian, amat sulit bagi
industri untuk bisa melakukan usaha dalam kapasitas optimumnya dengan full
employment. Dampak yang akan timbul adalah penyerapan tenaga kerja formal belum
akan terjadi sehingga menambah jumlah penganggur atau meningkatkan jumlah tenaga
kerja informal.
Industri pengolahan sebagai penopang terbesar perekonomian nasional
pada triwulan III tahun 2020 masih mengalami kontraksi 4,31 persen. Padahal industri
pengolahan menjadi harapan karena memiliki potensi terbesar dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja formal. Sedangkan
perekonomian diprediksikan akan pulih paling cepat dalam dua tahun kedepan,
dengan syarat pandemi sudah bisa dikendalikan. Transformasi struktur ekonomi
yang lambat ditunjukkan oleh dominasi usaha mikro dalam perekonomian nasional,
yaitu mencapai 99 persen.
Menunggu sektor formal pulih tentu membutuhkan waktu yang tidak
sebentar. Padahal angkatan kerja setiap tahun mengalami peningkatan yang
membutuhkan lapangan pekerjaan baru. Dalam setahun terakhir jumlah angkatan
kerja mengalami peningkatan sebesar 2,36 juta orang. Oleh karena itu UMKM yang
bersifat padat karya akan menjadi pilihan bagi angkatan kerja untuk memulai
pekerjaan. Namun sayangnya, yang terjadi saat ini geliat berwirausaha belum
diikuti oleh kapasitas yang mumpuni dalam menjalankan usaha. Sebagian besar
usaha UMK masih mencontoh atau ikut-ikutan yang belum didasarkan pada model
bisnis, pasar, dan inovasi.
Dalam kondisi demikian, memberikan perhatian kepada UMKM menjadi
salah satu antisipasi dari informalisasi ekonomi saat ini. Tenaga kerja yang
terdampak pandemi Covid-19 saat ini banyak beralih kepada sektor UMKM, terutama
usaha mikro, baik sebagai wirausaha mandiri maupun sebagai tenaga kerja tidak tetap
ataupun tenaga kerja keluarga. Tingkat fleksibilitas yang tinggi pada sektor
UMK ini memungkinkan untuk lebih dahulu tumbuh ditengah pemulihan ekonomi saat
ini.
Jumlah UMKM yang mencapai 99,99 persen dari seluruh lapangan usaha
mampu menyerap 97 persen tenaga kerja di Indonesia, termasuk tenaga kerja
dengan pendidikan rendah sekalipun. Jumlah yang besar dan tersebar di seluruh
wilayah Indonesia memungkinkan UMKM menjadi jalan menuju pemerataan ekonomi
nasional. Meski harus diakui masih banyak permasalahan dan kendala yang
dihadapi oleh UMKM di Indonesia.
Dalam pemberdayaan UMKM diperlukan dukungan modal dan transfer
pengetahuan yang berbasis data UMKM agar tepat sasaran dan menjangkau seluruh
UMKM di Indonesia. Kebutuhan database UMKM ini semakin mendesak untuk segera direalisasikan
sebagaimana yang tertuang pada pasal 88 UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja. Dengan adanya database ini diharapkan akan mempercepat upaya pemerintah terutama
dalam mendorong usaha mikro kecil yang sebelumnya bersifat informal agar naik kelas
menjadi usaha ekonomi formal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar