Indonesia dipastikan mengalami resesi pada triwulan III tahun 2020 ini.
Menurut Bank Dunia (29/9), perekonomian Indonesia diproyeksi akan mulai pulih
pada tahun 2021 dengan pertumbuhan ekonomi 4,4 persen. Namun, hal tersebut
membutuhkan syarat yaitu terkendalinya pandemi Covid-19 di Indonesia. Semakin
lama pandemi tertangani, semakin lama perekonomian akan pulih, dan selama itu
pula tenaga kerja di Indoneia belum akan kembali bekerja sepenuhnya.
Pandemi Covid-19 ini mengakibatkan jutaan orang kehilangan pekerjaannya. Padahal dalam setahun angkatan kerja di Indonesia meningkat 1,73 juta orang. Berkaca pada tahun 2019 sebelum terjadi pandemi, peningkatan jumlah angkatan kerja lebih besar dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja baru dalam setahun. Artinya, dengan pertumbuhan ekonomi sebelumnya belum mampu mengurangi pengangguran secara signifikan. Apalah lagi dengan kondisi saat ini, ketika permintaan dan penawaran menurun, akan semakin sulit pelaku usaha melakukan ekspansi dan menyerap tenaga kerja baru.
Jumlah pengangguran pada kondisi Februari 2020 sebanyak 6,87 juta
orang atau 5,13 persen dari seluruh angkatan kerja. Tingkat pengangguran paling
tinggi terjadi di perkotaan yang mencapai 6,34 persen, sedangkan tingkat
pengangguran di perdesaan 3,72 persen.
Untuk mengantisipasi dampak dari penurunan ekonomi ini, pemerintah
membuat program padat karya tunai senilai 30,79 Triliun rupiah yang ditujukan
untuk memberikan lapangan pekerjaan. Namun sayangnya program ini dilaksanakan
di desa yang bersumber dari dana desa. Diperkirakan akan ada 7,56 juta pekerja
yang terserap dalam program padat karya tunai di desa ini. Program padat karya
tunai ini juga bertujuan untuk meningkatkan daya beli penduduk di tengah
lesunya ekonomi.
Bagaimana dengan pengangguran di perkotaan? Mobilitas dan kepadatan
penduduk yang tinggi, menjadikan penyebaran Covid-19 di perkotaan lebih besar
dibanding perdesaan. Demikian juga dengan dampak ekonomi yang ditimbulkan,
perkotaan lebih parah terkena imbasnya. Sektor perdagangan, jasa, dan industri terkena
dampak paling besar dalam kontraksi ekonomi tahun ini. Padahal, ketiga sektor
tersebut yang menopang ekonomi perkotaan disamping juga menjadi tumpuan hidup
bagi sebagian besar penduduk kota.
Tidak semua penduduk kota akan melakukan pulang kampung ke desa.
Sehingga harus dipikirkan juga program untuk meringankan beban penganggur di
kota. Bantuan sosial tunai, subsidi gaji, maupun insentif kartu pra kerja hanya
berfungsi sebagai bantalan ssosial, belum mampu memenuhi kebutuhan hidup
terlebih di perkotaan. Pandemi Covid-19 harus dapat segera dikendalikan, agar
perekonomian bisa kembali tumbuh meski tidak dengan performa terbaiknya.
Pengalaman sebelumnya, setiap pertumbuhan ekonomi 1 persen mampu
menyerap tenaga baru sekitar 345 ribu orang. Pada beberapa tahun terakhir
sektor akomodasi dan penyediaan makan minum mampu menyerap tenaga kerja baru
paling banyak di Indoenesia. Namun kenyataannya, pandemi ini berdampak besar
pada sektor akomodasi, penyediaan makan minum dan transportasi. Akibatnya
banyak tenaga kerja pada sektor tersebut yang mengalami perumahan ataupun PHK.
Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi diperlukan investasi, padahal
kepercayaan investor berbanding lurus dengan kemampuan pemerintah untuk
mengendalikan pandemi. Selama pandemi belum bisa dikendalikan, maka selama itu
pula kegiatan ekonomi harus menerapkan protokol ketat kesehatan. Artinya,
produksi barang maupun jasa tidak bisa beroperasi dengan kapasitas penuh 100
persen. Pada kondisi demikian, sangat kecil peluangnya untuk meningkatkan
investasi, yang terjadi adalah pengurangan produksi disertai dengan pengurangan
tenaga kerja.
Upaya pemerintah melalui RUU Cipta Kerja untuk meningkatkan
investasi sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk, jangan sampai
mengorbankan hak tenaga kerja. Yang diharapkan tidak hanya menciptakan
pekerjaan secara luas, namun juga mampu meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja
di Indonesia. Ketentuan yang dirancang untuk mendukung dan memberi landasan
bagi alih teknologi, penyerapan investasi, dan penyediaan lapangan kerja harus
dipertahankan.
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi. Dalam proses produksi yang sederhana, output dibentuk oleh
dua input yaitu kapital dan tenaga kerja. Faktor tenaga kerja lah yang bisa
menciptakan efek multiplier (pengganda) dalam ekonomi. Berawal dari pendapatan
yang diterima pekerja, berlanjut sebagai sumber pengeluaran konsumsi, dan menjadi
insentif untuk berproduksi bagi produsen. Di antara kebijakan yang bisa
dilakukan di sisi penawaran adalah fokus di aspek ketenagakerjaan.
Selain menyediakan lapangan kerja, kebutuhan utama yang saat ini
mendesak untuk diantisipasi adalah menjadi negara yang kompetitif di dunia
internasional. Kompetitif dalam produktivitas tenaga kerja sehingga menarik
bagi investor. Potensi angkatan kerja yang melimpah di Indonesia harus
dibarengi dengan produktivitas tenaga kerja yang tinggi pula.
Dibandingkan dengan negara lain produktivitas tenaga kerja di
Indonesia sangat rendah. Berdasarkan Asian Productivity Organization (APO),
produktivitas per tenaga kerja Indonesia pada tahun 2017 sebesar 26 ribu Dollar
AS (2011 PPP), jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Malaysia dan
Singapura. Demikian juga pertumbuhan produktivitas per tenaga kerja dalam
periode 2015-2017 hanya 1,6 persen, jauh di bawah Malaysia (3,5 persen),
Thailand (4,4 persen), dan Vietnam (5,6 persen).
Peningkatan kualitas sumber daya manusia masih menjadi tantangan di
Indonesia agar sesuai dengan kebutuhan industri di era 4.0. Karenanya, perlu
reformasi di bidang pendidikan baik menengah atas dan pendidikan tinggi. Patut
diapresiasi bahwa pemerintah masih tetap berkomitmen untuk mengalokasikan
anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN 2021. Pembangunan bidang
pendidikan tahun 2021 nanti difokuskan untuk meningkatkan kualitas SDM,
kemampuan adaptasi teknologi, dan peningkatan produktivitas melalui knowledge
economy di era industri 4.0.
Pada hari-hari yang penuh tidak ketidakpastian ini, yang tidak
kalah penting selanjutnya adalah menjaga kepercayaan penduduk bahwa pemerintah
mampu mengatasi pandemi ini. Kehilangan pekerjaan, menurunnya pendapatan, dan
tidak terpenuhinya kebutuhan membuat penduduk semakin mudah disulut emosinya. Pandemi
harus segera dikendalikan, agar tidak menimbulkan masalah social ekonomi
berkepanjangan. Presiden AS Harry S Truman mengatakan, resesi adalah ketika
tetangga kita kehilangan pekerjaan. Namun, resesi akan menjadi depresi jika
kita sendiri kehilangan pekerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar