Halaman

Sabtu, 09 Mei 2020

#106 Mengawal Daya Beli

(Dimuat di Koran Republika, 9 Mei 2020) 

Pandemi covid-19 telah mengguncang perekonomian Indonesia. Upaya untuk mengendalikan penyebaran virus melalui pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menyebabkan banyak kegiatan ekonomi terhenti. Akibatnya 2,9 juta orang karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan sebagaimana yang dilaporkan ke Kementerian Tenaga Kerja (1/5). Belum lagi dengan pelaku usaha informal yang mengandalkan penghasilan harian juga juga mengalami penurunan permintaan barang/jasa. Hal tersebut mengakibatkan penurunan pendapatan dan daya beli penduduk.
Daya beli menjadi hal penting karena menyangkut kesejahteraan penduduk sekaligus keberlangsungan ekonomi. Ketiadaan pendapatan mengakibatkan kemampuan untuk membeli barang dan jasa menjadi berkurang sehingga kebutuhan hidup tidak akan tercukupi. Kenyataan ini berpotensi untuk menambah jumlah penduduk yang jatuh di bawah garis kemiskinan yang saat ini mencapai 24,70 juta orang.

Bersyukur bahwa inflasi pada April 2020 yang notabene sudah memasuki bulan Ramadhan masih terkendali. Bahkan nilainya lebih rendah jika dibandingkan dengan periode tahun-tahun sebelumnya. Inflasi yang rendah ini tidak menambah beban pengeluaran penduduk yang pendapatannya berkurang selama pandemi terjadi. Namun bagi produsen terutama produk pertanian/peternakan seperti cabai merah, ayam potong, dan telur ayam ras, penurunan harga komoditas yang terjadi dalam sebulan tersebut telah menimbulkan kerugian yang sangat besar.  Produksi pertanian dan peternakan yang tidak terserap di pasar karena permintaan rumah tangga dan usaha yang berkurang, mengakibatkan jatuhnya harga yang mengakibatkan penurunan kesejahteraan dan daya beli petani/peternak.
Nilai tukar petani (NTP) yang menggambarkan kesejahteraan petani mengalami penurunan pada bulan April sebesar 1,72 persen. Penurunan nilai tukar ini terjadi di semua subsektor pertanian mulai dari tanaman pangna hingga perikanan tangkap. Penurunan ini terjadi karena penurunan indeks harga yang diterima oleh petani pada semua subsektor pertanian. Penurunan indeks yang diterima petani ini karena menurunnya harga komoditas pertanian di tingkat petani. Kenyataan ini semakin berat manakala petani dituntut untuk meningkatkan produksi pangan, namun di sisi yang lain kesejahteraan mereka mengalami penurunan.
Penurunan daya beli juga ditunjukkan oleh penurunan upah riil buruh tani dan buruh bangunan pada bulan Maret 2020. Upah riil buruh tani menurun sebesar 0,04 persen dan upah buruh bangunan mengalami penurunan sebesar 0,05 persen. Penurunan daya beli ini juga terpotret pada perlambatan konsumsi rumah tangga pada triwulan 1 2020 dari 5,02 persen pada tahun sebelumnya menjadi 2,84 perse, padahal pada twiwulan 1 tersebut pandemi baru berjalan 1 bulan.
Selain itu, dalam sebulan pertama penyebaran covid-19 telah mengakibatkan perlambatan yang dalam terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan 1 2020 yang hanya sebesar 2,97 persen atau mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang lebih dari 5 persen.
Perekonomian indonesia ditopang oleh sektor konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sebesar 58,14 persen. Selama satu tahun 2019 nilai PDB yang berasal dari konsumsi rumah tangga mencapat 8,96 ribu triliun. Apabila dirinci menurut kelompok pengeluaran, berdasarkan survei sosial ekonomi nasional (Susenas, September 2019) 45 persen konsumsi rumah tangga di Indonesia didominasi oleh penduduk 20 persen teratas. Konsumsi rumah tangga 40 persen kelas menengah sebesar 36,93 persen dan konsumsi rumah tangga 40 persen terbawah hanya menyumbang 17,71 dari seluruh konsumsi rumah tangga di Indonesia.
Apabila dikonversi ke PDB pengeluaran, konsumsi penduduk 40 persen terbawah sebesar 1,59 ribu triliun rupiah dalam setahun. Dengan bantuan sosial yang dianggarkan oleh pemerintah sebesar 110 triliun, menurut perhitungan ekonomi tidak akan mampu untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, karena hanya menyumbang 6,93 persen dari seluruh pengeluaran dari kelompok paling bawah ini. Bantuan sosial ini hanya menjadi bantalan sementara saja hingga kegiatan ekonomi mampu pulih kembali. Bantuan sosial ini hanya mengurangi beban masyarakat untuk bisa makan, meski tidak mampu berbelanja.
Dengan kenyataan tersebut untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi, mendorong kelompok 20 persen ekonomi atas untuk melakukan belanja mutlak diperlukan. Karena kelompok ini menyumbang hampir setengah dari pengeluaran rumah tangga di Indonesia. Namun karena penerapan PSBB, dengan pembatasan transportasi dan pusat perbelanjaan mengakibatkan kelompok ekonomi atas ini juga menahan belanjanya. Hal ini terbukti dari melambatnya konsumsi untuk restoran dan hotel, pengeluaran transportasi, pakaian, alas kaki, dan perawatan pada sebulan pertama pandemi. Penurunan ini masih akan terus berlanjut di tengah PSBB di beberapa kota besar di Indonesia, sehingga berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi negatif pada triwulan 2 2020.
 Untuk menjaga daya beli terutama penduduk kelompok 40 persen terbawah, diperlukan kolaborasi seluruh elemen masyarakat. Untuk menjangkau penduduk miskin, rentan miskin, dan hampir miskin yang mencapai 91,45 juta orang, tidak mampu jika hanya mengandalkan bantuan sosial dari pemerintah. Dengan aneka bentuk bantuan dalam program PKH, BPNT, kartu pra kerja, dan bantuan langsung tunai 600 ribu rupiah per keluarga per bulan belum mampu mengeluarkan penduduk dari garis kemiskinan. Karena untuk dikategorikan penduduk tidak miskin pengeluaran harus di atas 440,54 ribu rupiah per kapita (2,02 juta rupiah per rumah tangga).
 Diperlukan peran serta dari dunia usaha dalam bentuk penyaluran CSR, lembaga amal zakat dan lembaga kemanusiaan lainnya untuk mengurangi beban hidup penduduk terdampak pandemi. Potensi zakat di Indonesia menurut Baznaz mencapai lebih dari 200 triliun rupiah, namun belum tergali secara maksimal. Semoga dengan adanya pandemi ini semakin menggugah kesadaran individu maupun perusahaan untuk menunaikan zakatnya.
Terakhir namun tidak kalah penting adalah kepedulian penduduk kelas menengah mapan dan kelas ekonomi atas dalam membantu meringankan beban hidup penduduk yang terdampak. Kepedulian kolektif ini selain membantu kebutuhan penduduk terdampak juga akan mengurangi masalah sosial di masyarakat. Di tengah pengangguran yang meningkat dan sulitnya ekonomi saat ini telah memicu meningkatknya tindakan kejahatan. Harapannya semoga pandemi ini segera berakhir sehingga perekonomian dan daya beli penduduk kembali pulih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#138 Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas

  (Dimuat di Kolom Opini Republika, 25 November 2022) Perekonomian Indonesia mampu tumbuh mengesankan di tengah ancaman resesi global saat i...