Halaman

Selasa, 07 April 2020

#105 Siagakan Desa

(Dimuat di Koran Republika, 7 April 2020)


Penyebaran covid-19 masih terus mengalami peningkatan dari jumlah maupun sebaran wilayahnya. Hingga Sabtu (4/4) telah ada 2.092 orang yang positif terjangkit covid-19 yang tersebar di 32 provinsi di Indonesia. Untuk mencegah penyebaran covid-19 lebih luas, pemerintah mengeluarkan himbauan untuk tidak melakukan mudik ke kampung halaman/desa.
Namun faktanya, sebelum himbauan itu dikeluarkan pun belasan ribu perantau di Jabodetabek sudah melakukan mudik ke kampung halaman di Jawa Tengah, Jawa Barat, maupun daerah lainnya. Oleh karena itu diperlukan kesiapan daerah terutama perdesaan untuk mengantisipasi penyebaran virus yang berasal dari perantau yang pulang kampung.
Desa menjadi tempat kembali. Ketika kota tidak lagi menawarkan kesejahteraan, ketika banyak PHK terjadi, ketika perdagangan dan jasa menjadi sepi, maka pilihan selanjutnya adalah pulang ke desa. Ketiadaan pendapatan di kota mengakibatkan perantau yang bekerja pada sektor informal akan kembali ke desa. Akan lebih berat bertahan di kota dengan biaya hidup yang tinggi jika tidak disertai dengan pendapatan yang memadai.
Pun ketika bertahan di kota, belum tentu terjaring dengan program perlindungan sosial. Kesadaran perantau untuk melakukan pemutakhiran data kependudukan juga rendah sehingga secara de jure tidak tercatat pada pemerintah kota setempat. Untuk mengurangi dampak ekonomi dari covid-19 ini pemerintah meningkatkan jaring pengaman sosial dengan menaikkan bantuan nominal Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar 25 persen dalam setahun. Program lainnya dengan meningkatkan penerima kartu sembako dari 15,2 juta menjadi 20 juta penerima dengan manfaat sebesar Rp. 200 ribu rupiah selama 9 bulan. Peluncuran kartu prakerja untuk 5,6 pekerja informal dan pelaku usaha mikro kecil, serta pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900VA bersubsidi. Program pelrindungan sosial ini ditujukan untuk rumah tangga penerima manfaat yang terdapat di kota maupun desa.
Kesiapan Desa
Dengan kondisi saat ini diperlukan kesiapan desa untuk menghadapi dampak dari pandemi covid-19 ini. Perantau yang kembali ke desa ada kemungkinan membawa serta virus (carrier) meski tanpa gejala yang nampak. Padahal orang tersebut masih bisa menularkan ke yang lain, terutama bagi penduduk yang rentan atau imunitasnya rendah. Infeksi virus pada kelompok rentan akan memberikan efek yang lebih parah sehingga memerlukan perawatan kesehatan. Selain itu, gelombang pulang kampung ini akan mengakibatkan pengangguran di perdesaan akan meningkat, sehingga potensi kerawanan sosial juga akan terjadi.
Di perdesaan kesadaran akan bahaya covid-19 ini masih rendah. Tidak sedikit yang mengabaikan keberadaan covid-19 ini. Masih adanya anggapan bahwa virus korona hanya ada di perkotaan saja dan tidak akan menyebar di perdesaan. Tidak sedikit juga masjid/tempat ibadah yang masih menyelenggarakan  sholat jamaah atau sholat jumat tanpa memperhatikan jarak aman. Padahal MUI sudah jelas berfatwa bahwa untuk sementara melarang sholat jamaah untuk mencegah penyebaran virus, kecuali untuk daerah yang aman.
Termasuk di antaranya sikap sebagian penduduk yang memaksa untuk mengurus sendiri jenazah anggota keluarganya yang meninggal karena positif/PDP covid-19. Padahal jenazah pasien terkonfirmasi atau dalam pantauan pengurusan jenazahnya harus dengan prosedur tetap covid-19 untuk menghindari penularan virus.
Di sisi lain, adanya penolakan terhadap jenazah pasien PDP maupun positif korona terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Ketakutan yang berlebihan akan penyebaran virus tersebut meski sudah diyakinkan bahwa pemakaman pasien covid-19 sudah sesuai standar WHO sehingga tidak akan menularkan kembali. Meski demikian masih ada makam yang harus dibongkar bahkan oleh Bupati karena warga setempat menolak jenazah positif korona dikuburkan di wilayahnya. Diperlukan edukasi dan pemahaman kepada penduduk untuk penyebaran virus ini dan berbagai standar pengamanannya
Mudik yang tidak bisa dicegah, sehingga memerlukan peran serta banyak pihak di daerah/desa untuk mencegah penyebaran covid-19. Di tingkat desa/kelurahan sudah terbentuk satuan tugas (satgas) covid-19. Penduduk desa pada umunya lebih mudah diatur adalah pejabat/tokoh masyarakat setempat. Disinilah peran serta kepala desa/lurah, babinsa, babinkamtibmas, maupun tenaga kesehatan desa untuk aktif memberikan pemahaman kepada penduduk desa. Pendekatan kepada tokoh agama setempat diperlukan agar turut serta mensyiarkan bahaya covid-19 sehingga perlu berhati-hati dan tidak menyepelekan.
 Diperlukan pemetaan penduduk desa yang memiliki resiko tinggi seperti lansia, penduduk dengan penyakit penyerta, dan penduduk atau tamu yang baru datang dari daerah merah (terdapat kasus korona). Melakukan aturan tegas untuk mengisolasi diri selama 14 hari untuk penduduk yang baru pulang dari zona merah berguna untuk mencegah penularan dari penduduk yang positif covid-19 namun tidak bergejala. Tingkat kepadatan penduduk yang rendah di perdesaan sangat mendukung untuk menerapkan isolasi mandiri ataupun physical distancing. Namun karakter sosial penduduk desa yang lebih cair dan dekat, menjadi tantangan sendiri untuk menerapkan jaga jarak fisik ini..
Edukasi terhadap gejala dan kapan waktunya harus ke fasilitas kesehatan harus disampaikan kepada penduduk di desa. Dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan yang rendah, kesadaran akan penyakit di perdesaan terkadang masih kurang. Padahal kecepatan untuk membawa ke fasilitas kesehatan akan memperkecil tingkat fatalitas pasien. Diperparah lagi tidak semua desa terdapat fasilitas kesehatan dan jarak yang harus ditempuh juga tidak semuanya dekat. Hasil dari pendataan Potensi Desa 2018, dari 83.931 desa/kelurahan di Indonesia hanya 10.820 desa/kelurahan yang terdapat fasilitas puskesmas dan 26.162 desa/kelurahan yang ada puskesmas pembantu. Untuk fasilitas kesehatan di atasnya jumlah desa/kelurahan yang memiliki lebih sedikit lagi.
Oleh karena itu laporan aktif dari penguasa wilayah setempat amat diperlukan untuk meminimalisir resiko sekaligus menghambat penyebaran lebih lanjut. Dibandingkan dengan negara lain Case Fatality Rate/CFR (persentase fatalitas kasus) di Indonesia sebesar 9,13 persen dan menduduki peringkat kedua di dunia setelah Italia. CFR ini dihitung dengan membagi jumlah kematian akibat covid-19 dengan jumlah kasus covid-19 yang sudah terkonfirmasi. Kecepatan pencegahan dan penanganan kasus covid-19 ini amat diperlukan terlebih di perdesaan yang minim fasilitas kesehatan. Desa harus mempersiapkan dirinya menghadapi pandemi penyakit ini sekaligus menghadapi dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Meski pada akhirnya desa akan kembali ditinggalkan ketika pandemi mereda dan perekonomian kota pulih kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#139 Kemiskinan Dalam Tekanan Inflasi

Tren penurunan jumlah penduduk miskin pasca pandemi sedikit terganggu dengan lonjakan inflasi yang terjadi pada akhir tahun 2022. Hal ini di...