(Dimuat di Republika, 6 Maret 2020)
Pasca diumumkannya 2 kasus positif Corona di Indonesia sontak
membuat penduduk Indonesia panik. Temuan kasus ini menambah jumlah orang yang
terinfeksi corona yang saat ini (4/3) mencapai lebih dari 93.570 orang di dunia
dengan korban meninggal sebanyak 3.204 orang. Kepanikan ini mengakibatkan
banyak orang berbondong-bondong membeli masker, hand sanitizer hingga
bahan makanan. Gelombang kepanikan tersebut mengakibatkan lonjakan harga dan
kelangkaan masker di sejumlah kota di Indonesia.
Panic buying terhadap bahan
makanan ini terjadi di beberapa swalayan di ibukota. Tindakan ini berpotensi
menyebabkan kelangkaan bahan makanan karena penduduk melakukan belanja dalam
jumlah besar untuk persiapan beberapa waktu ke depan. Yang dikhawatirkan aksi
memborong bahan makanan ini akan meningkatkan harga jual/inflasi, padahal
pemerintah sudah menjamin bahwa stok bahan makanan aman.
Pada Februari 2020, inflasi komoditas makanan menempati urutan
paling tinggi dibanding dengan komoditas yang lain. Aksi borong sembako ini
bisa mengakibatkan pasokan dan harga sembako tidak stabil. Oleh karena itu
upaya untuk menjaga stok bahan pangan saat ini penting untuk mencegah kenaikan
harga. Sebagai contoh pada awal bulan Maret ini harga gula pasir dan telur ayam
di tingkat konsumen sudah mengalami kenaikan. Gula pasir dari awalnya Rp 14
ribu menjadi Rp 16 ribu per kilogram dan telur ayam meningkat dari Rp 24 ribu
menjadi Rp 26 ribu per kilogram. Kenaikan harga ini tentu menurunkan daya beli
penduduk terutama kelas menengah ke bawah yang sangat rentan terhadap goncangan
ekonomi.
Saat ini, infeksi virus corona ini telah memberikan dampak yang
luas terhadap perekonomian internasional terutama yang terkait dengan China.
Penutupan sementara pabrik-pabrik di China mengakibatkan penurunan produksi dan
rantai pasokan komoditas dari China. Bagi Indonesia yang banyak bergantung
bahan baku dari China hal ini sangat berpengaruh terhadap produksi dalam negeri
karena kelangkaan bahan baku.
Imbas dari virus corona ini adalah penghentian sementara kunjungan
umroh oleh Arab Saudi. Dengan alasan untuk mencegah masuknya virus corona dan
melindungi warga negara dari infeksi virus corona. Kenyataan ini mengakibatkan
ribuan jamaah dari Indonesia harus menunda keberangkatannya ke tanah suci. Hal
ini tentu menimbulkan kerugian bagi jamaah maupun travel penyelenggara umroh.
Dengan ditemukannya 2 kasus positif corona di Indonesia ini semakin memperberat
lobi pemerintah RI untuk membuka kembali perijinan umroh ke Arab Saudi.
Virus corona juga mengakibatkan pembatasan penerbangan oleh beberapa
negara. Hal ini mengakibatkan menurunnya kunjungan wisatawan asing ke
Indonesia. menurut BPS, kunjungan wisman Januari sebanyak 1,27 juta orang atau
lebih tinggi jika dibandingkan dengna kunjungan wisman pada Januari 2019 (1,20
juta orang) dan 2018 (1,1 juta orang). Pada bulan Januari tersebut, wisman
paling banyak berasal dari Malaysia (16,2 persen), China (14,3 persen), dan
Singapura (10,9 persen). Meski bulan Januari jumlah kunjungannya masih tinggi,
namun untuk bulan Februari jumlah kunjungan wisman akan merosot tajam, imbas
dari virus corona yang mengakibatkan pembatalan kunjungan oleh wisman.
Merosotnya kunjungan wisman ini akan berdampak pada penurunan sektor
akomodasi/hotel dan penyediaan makan minum. Rendahnya tingkat hunian hotel
menyebabkan manajemen hotel mengatur ulang jam kerja karyawannya untuk
efisiensi. Hal ini jelas menurunkan produktifitas tenaga kerja di sektor
akomodasi/perhotelan.
Untuk mengantisipasi dampak virus corona di atas pemerintah telah
mengeluarkan beberapa paket kebijakan ekonomi. Mulai dari memberikan keringanan
ijin impor bagi 500 pengusaha untuk menjamin produksi dalam negeri, mempercepat
belanja pemerintah, hingga memberikan subsidi tarif penerbangan domestik ke
destinasi wisata untuk meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara. Hal tersebut
dilakukan untuk menjaga perekonomian agar tetap stabil.
Namun, dengan kondisi saat ini memilih untuk menghindari keramaian
dan bepergian merupakan pilihan penduduk saat ini. Subsidi tarif angkutan udara
ini tidak akan berpengaruh karena penduduk merasa takut terhadap infeksi virus corona
dibandingkan dengan menikmati liburan dalam negeri.
Berbagai permasalahan ini membutuhkan prioritas penanganan.
Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, yang tersebar di banyak pulau
dengan fasilitas kesehatan yang belum merata menjadi tantangan tersendiri dalam
menjaga penduduknya dari infeksi virus corona yang saat ini belum ditemukan
obat maupun vaksinnya. Tentu kita tidak berharap penutupan atau isolasi sebuah
kota sebagai mana yang terjadi di provinsi Hubei China, karena hal ini jelas
akan mengganggu rantai distribusi bahan makanan dan kebutuhan penduduk lainnya.
Demikian juga antara memasarkan pariwisata RI di tengah ketakutan
global terhadap virus corona atau meningkatkan perlindungan kesehatan terhadap
masyarakat manakah yang lebih prioritas? Keputusan untuk menunda pemberian
insentif bagi influencer dan wisatawan asing sudah tepat. Sebelumnya pemerintah
menyiapkan dana Rp 298,5 miliar untuk mendatangkan turis asing ke Indonesia
dengan memberikan insentif bagi maskapai, kegiatan promosi, kegiatan pariwisata
hingga membayar influencer. Rencana ini baru akan dijalankan ketika kondisi
sudah memungkinkan.
Keputusan pemerintah menaikkan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari
yang semula 150 ribu menjadi 200 ribu selama 6 bulan ke depan juga patut
diapresiasi. Hal ini untuk melindungi masyarakat miskin dari guncangan ekonomi
sebagai imbas dari virus corona. Munculnya virus corona bersamaan pula dengan
musibah banjir yang melanda beberapa kota di Indonesia, demikian juga dengan
erupsi Gurung Merapi di Jawa Tengah yang mengakibatkan penutupan sementara
Bandara Adi Sumarmo Solo.
Oleh
karena itu, upaya menjaga ketersediaan pangan dan memastikan kelancaran distribusinya
menjadi hal prioritas selain upaya pencegahan corona saat ini. Jika masyarakat
kelas menengah atas masih punya cadangan/tabungan untuk bertahan dalam beberapa
bulan ke depan, maka tidak demikian dengan penduduk miskin dan kelas menengah
harapan. Jika penduduk miskin memperoleh aneka perlindungan sosial, maka tidak
bagi kelas menengah harapan yang kondisinya rentan terhadap guncangan ekonomi.
Kelas menengah harapan ini jumlahnya paling besar di Indonesia mencapai 115
juta jiwa atau 45 persen. Dampak virus corona belum bisa diprediksi kapan
berakhirnya, namun menjaga ketersediaan pangan dan harga diperlukan untuk
menjaga kesejahteraan penduduk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar