(Dimuat di Koran Republika, 14 Februari 2020)
Virus
korona yang saat ini mewabah di negara China selain memakan korban hingga
ribuan jiwa, juga berdampak pada industry
pariwisata Indonesia. Imbas dari virus korona tersebut, banyak perjalanan
wisata dari China yang dibatalkan hingga
waktu yang tidak bisa ditentukan. Pembatalan ini mengakibatkan penurunan jumlah
kunjungan wisatawan China, yang selama ini menyumbang 13 persen dari seluruh
wisatawan asing yang berkunjung di Indonesia. Rata-rata kunjungan wisatawan
China ke Indonesia mencapai 172,67 ribu orang per bulan.
Populasi
penduduk China yang besar memiliki potensi untuk menjadi target pemasaran
pariwisata RI. Dengan penundaan dan pembatalan kunjungan wisman China akan
berdampak pada target pertumbuhan pariwisata Indonesia. Padahal saat ini
pariwisata diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru ditengah
perlambatan industri manufaktur yang selama ini menopang perekonomian
Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir meski kunjungan wisman ke Indonesia selalu
meningkat setiap tahun, namun telah terjadi perlambatan.
Pada
tahun 2018 jumlah wisman yang berkunjung di Indonesia meningkat 12,61 persen
sedangkan tahun 2019 hanya meningkat sebesar 1,88 persen. Keberadaan 10
destinasi wisata baru seolah belum mampu mendongkrak pariwisata Indonesia. Hal
ini juga masih terlihat pada dominasi Bali sebagai pintu masuk terbesar
wisatawan asing ke Indonesia. Selama tahun 2019, wisman paling banyak masuk ke
Indonesia melalui Bandara Ngurah Rai yaitu mencapai 38,74 persen dari seluruh
wisatawan asing. Dilihat dari asal negaranya, wisman paling banyak berasal dari
negara Malaysia (2,98 juta), China (2,07 juta), Singapura (1,93 juta), dan
Australia (1,39 juta).
Pariwisata
merupakan salah satu sektor ekonomi yang pertumbuhannya melesat di dunia
setelah sektor manufaktur. Menurut laporan World
Travel and Tourism Councils tahun 2019, peranan sektor pariwisata terhadap
PDB dunia sebesar 10,4 persen. Sedangkan untuk Indonesia kontribusi sektor
pariwisata mencapai sekitar 4,13 persen pada tahun 2017 berdasarkan neraca
satelit pariwisata nasional. Dibandingkan dengan dunia, peranan pariwisata RI masih
belum optimal sehingga diperlukan strategi untuk meningkatkan kunjungan asing.
Selain itu pengembangan sektor pariwisata juga berperan dalam menyediakan
lapangan pekerjaan bagi penduduk. Dilihat dari penciptaan lapangan kerja di
dunia, 1 dari 10 pekerjaan di dunia diciptakan oleh sektor pariwisata.
Untuk
mencegah penurunan kunjungan wisman sebagai akibat dari virus Korona, perlu
dilakukan promosi wisata ke negara-negara potensial lain seperti Amerika
Serikat dan Eropa. Dalam setahun terakhir jumlah kunjungan wisman asal Amerika
Serikat sebanyak 457,8 ribu orang atau mengalami peningkatan 18,04 persen.
Dengan jumlah penduduk AS yang besar tentu menjadi peluang bagi Indonesia untuk
menarik lebih banyak wisatawan.
Untuk
pasar Eropa, jumlah kunjungan wisman tahun 2019 mencapai 2,075 juta orang atau
mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah wisman paling
banyak berasal dari Inggris (397,6 ribu), Perancis (283,8 ribu), Jerman (277,7
ribu), dan Belanda (215,3 ribu). Mewabahnya visus korona di China diharapkan
akan mengalihkan tujuan wisata yang awalnya ke China menjadi ke Indonesia.
Demikian
juga dengan promosi pariwisata halal yang ditujukan untuk wisatawan muslim di
dunia. Menilik dalam tiga tahun terakhir jumlah wisatawan asing yang berasal
dari Timur Tengah mengalami penurunan dari 284,37 ribu orang pada tahun 2018
menjadi 263,92 ribu orang pada tahun 2019. Dari Timur Tengah, wisman paling
banyak berasal dari Saudi Arabia. Promosi wisata halal perlu dioptimalkan ke
negara-negara muslim ini agar kunjungannya meningkat. Negara timur tengah yang
mengalami peningkatan kunjungan tertinggi selama tahun 2019 adalah negara Uni
Emirat Arab dan Mesir.
Upaya
peningkatan jumlah kunjungan wisatawan asing harus disertai dengan penawaran
berbagai pengalaman menarik sehingga wisatawan asing lebih lama menginap di
Indonesia. Menurut hasil suvei tingkat hunian kamar hotel yang dilakukan oleh
BPS, rata-rata tamu asing menginap di hotel bintang di Indonesia selama 2,77
malam atau kurang dari 3 malam. Semakin lama tamu asing menginap, maka akan
semakin meningkatkan nilai tambah pada sektor akomodasi dan penyediaan makan
minum di Indonesia.
Selain
meningkatkan promosi wisata bisa (leisure),
yang tidak kalah penting adalah mengoptimalkan wisata MICE (Meetings, Inventive, Convention, Exhibition).
Wisatawan MICE umumnya datang dalam jumlah besar. Wisatawan MICE juga
berpotensi untuk berubah menjadi wisatawan biasa (leisure) sebelum dan sesudah konvensi. Dan hal itulah yang
menyebabkan tingkat pengeluaran wisatawan MICE 7-8 persen lebih besar
dibandingkan wisata leisure atau yang
memang datang khusus berwisata. Berdasarkan International Congress & Convention
Association (ICCA) pada 2018, wisatawan MICE juga memiliki rata-rata menginap
lebih lama jika dibandingkan wisatawan biasa, yaitu selama 5 malam.
Wisata MICE akan memberikan
sumbangan bagi naiknya citra destinasi. Hal ini karena wisatawan MICE pada
umumnya adalah para pembuat keputusan termasuk CEO perusahaan. Dengan demikian
kekuatan informasi atau kesan tentang destinasi yang mereka sampaikan akan
berdampak lebih kuat dalam promosi. Sehingga yang kita harapkan setelah
kegiatan MICE berakhir, para peserta akan melakukan kunjungan ulang sebagai
wisatawan leisure atau
merekomendasikan destinasi wisata tersebut kepada keluarga atau kolega.
Untuk menjadi kota yang
siap menyelenggarakan ajang MICE internasional harus memenuhi standar yang
ditetapkan pemerintah. Syarat tersebut antara lain memiliki gedung konvensi
bagi penyelenggaraan MICE, ketersediaan rute penerbangan internasional dan
konektivitas antarwilayah juga menjadi pertimbangan utama serta aspek penunjang
wisata lainnya seperti hotel, restoran dan jasa penyewaan kendaraan.
Berbagai
upaya di atas tidak terlepas dari pembangunan infrastruktur yang mendukung industri
pariwisata. Tujuh detinasi wisata MICE di Indonesia yaitu Jakarta, Bali,
Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Lombok. Kota tersebut diharapkan
mampu mengejar Bali, Yogyakarta dan Jakarta sebagai penyelenggara event MICE internasional.
Kota-kota besar tersebut selain menawarkan infrastruktur dan konektivitas yang
memadai juga menawarkan destinasi wisata unggulan di sekitar kota-kota tersebut
seperti danau Toba di Medan, Wisata Bromo Tengger Semeru dekat dengan Surabaya,
dan Kawasan wisata Mandalika di Lombok.
Bahkan dengan wabah virus korona yang ada di
China saat ini, bisa meningkatkan peluang Indonesia untuk merebut pasar wisata
MICE China. Dengan kondisi China saat ini tentu banyak event internasional yang
tidak memungkinankan untuk diselenggarakan di China. Dengan berbagai upaya di atas
diharapkan wabah virus korona di China tidak berpengaruh terhadap industri
pariwisata Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar