Dimuat di harian Radar Banten, Desember 2018
Jumlah umat islam di Indonesia menjadi yang terbesar
di dunia. Demikian juga dengan jemaah haji Indonesia menjadi yang terbanyak
jika dibandingkan dengan jemaah dari negara selain Arab Saudi. Pada tahun 2018
jumlah jemaah haji dari Indonesia mencapai 221 ribu orang. Tentu bukan perkara
mudah mengkoordinasikan jemaah sebanyak itu dari mulai keberangkatan,
penginapan, makanan, hingga transportasi ketika di tanah suci yang memiliki
iklim dan adat budaya yang berbeda. Sebagaimana diketahui banyak rukun ibadah
haji yang harus dilakukan dibeberapa tempat dalam waktu yang sama oelh jutaan
jemaah haji.
Pada tahun 2018 Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia
(IKJHI) di Arab Saudi mencapai 85,23. Hal ini baru pertama kalinya secara umum
layanan pemerintah terhadap jemaah haji Indonesia telah memenuhi kriteria
“sangat memuaskan”. Sebuah prestasi yang layak dibanggakan untuk jajaran
petugas haji Indonesia. Peningkatan indeks ini memberikan arti bahwa setiap
tahun terjadi peningkatan pelayanan dari petugas haji sehingga kepuasan dari
jemaah haji semakin meningkat.
Pengelolaan ibadah haji Indonesia juga dipuji
oleh Pihak Penyelengaraan Ibadah Haji (PPIH) dari Komite Haji Arab
Saudi. Mereka menilai, cara Indonesia mengelola ibadah haji jemaah
dari Tanah Air sistematis dan unik jika dibandingkan negara-negara lain. Media
Center Haji Daerah Kerja (MCH Daker) Bandara, Ehsan A Bouges menilai pola kerja
pelayanan haji pemerintah Indonesia membuat koordinasi kian mudah dan
penanganan pelaksanaan ibadah haji bisa lebih terkendali.
Peningkatan kepuasan hampir terjadi di semua jenis
pelayanan. Hanya pelayanan transportasi bus sholawat saja yang mengalami penurunan
kepuasan. Hal ini dikarenakan tampilan fisik bus, kelengkapan fasilitas dalam
bus (kursi, AC, dll), dan keamanan yang dirasakan oleh jamaah haji selama
menggunakan bus. Poin-poin inilah yang menjadi perbaikan bagi pelayanan
transportasi bus sholawat pada musim haji tahun selanjutnya.
Pelayanan yang mendapatkan nilai tertinggi adalah
pelayanan bus antar kota, pelayanan petugas, dan transportasi bus sholawat.
Sedangkan pelayanan yang mendapatkan nilai terendah adalah tenda di Armina,
transportasi bus Armina, dan katering di Armina. Meski memperoleh nilai
terendah namun ketiga layanan di Armina tersebut mengalami peningkatan jika
dibandingkan indeks kepuasan tahun sebelumnya. Berarti telah ada upaya
perbaikan dari tahun sebelumnya. Terkait dengan posisi di Mina, masukan dari
jemaah haji adalah adanya pengaturan perpindahan ke Muzdalifah, harus ada antrian
yang ketat agar jemaah menjadi tertib. Selain itu penambahan toilet di Mina
juga menjadi prioritas, terutama toilet dengan atap sehingga tidak kepanasan
ketika harus mengantri.
Selain keberhasilan pemerintah dalam menyelenggarakan
ibadah haji tahun ini, tentu ada beberapa pekerjaan rumah yang masih harus
diselesaikan. Salah satunya adalah penyelenggaraan manasik haji. Jika
keberhasilan pelayanan bisa diartikan menyangkut masalah fisik dan teknis, maka
manasik haji menyentuh pada inti atau ruh ibadah haji itu sendiri. Berdasarkan
laporan survei kepuasan jamaah haji Indonesia tahun 2018, masih ada 11,3 persen
yang jarang mengikuti manasik bahkan tidak pernah sama sekali. Hal ini
mengakibatkan 8,3 persen jemaah haji kurang dan tidak paham tentang manasik haji.
Sedangkan dari 88,7 persen yang telah mengikuti manasik, hanya 47,6 persen yang
merasa paham/sangat paham tentang manasik haji. Manasik ini sangat penting
karena merupakan peragaan ibadah haji sesuai dengan rukun-rukunnya. Selain itu
pelaksanaan semua rukun haji ini menjadi salah satu sahnya ibadah haji.
Animo masyarakat Indonesia yang besar untuk melakukan
ibadah haji sudah seharusnya dibarengi dengan peningkatan pelayanan ibadah haji
setiap tahun. Bahkan dengan melemahnya nilai tukar rupiah saat ini tidak
menyurutkan keinginan penduduk Indonesia untuk melakukan ibadah haji maupun
umroh. Antrian hingga 30 tahun lebih di beberapa provinsi di Indonesia tidak
menyurutkan umat islam untuk segera menunaikan ibadah haji. Bahkan yang sudah
pernah berhaji sekalipun masih menginginkan melakukan ibadah haji kembali. Hal
ini menyebabkan pemerintah harus membuat kebijakan bagi yang sudah pernah
berhaji, diperbolehkan mendaftar haji kembali dengan selang waktu 10 tahun.
Dengan prestasi pemerintah dalam mengelola ibadah haji
tersebut, menjadi sebuah harapan apabila pengelolaan ibadah umroh juga ditangani
oleh pemerintah. Kepastian keberangkatan hingga keamanan uang jamaah akan
sangat terjamin. Mengingat saat ini tidak sedikit travel atau biro perjalanan
umroh yang kurang amanah hingga menggelapkan uang jamaahnya. Tidak pernah
berhenti berharap untuk pelayanan umroh yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar