Perbedaan
UMK yang tinggi telah mendorong relokasi industri di beberapa daerah. Tidak
dapat dipungkiri, kabupaten/kota yang perekonomiannya ditopang oleh sektor industri
nilai UMK nya lebih besar dibandingkan dengan daerah yang perekonomiannya
ditopang oleh sektor ekonomi lainnya. Tingginya nilai UMK di daerah sentra industri
tersebut mengakibatkan beberapa perusahaan melakukan relokasi usahanya ke
daerah lain dengan UMK yang lebih rendah. Kondisi ini jelas akan beperpengaruh
terhadap struktur perekonomian dan ketenagakerjaan.
Asosiasi
industri olefin, aromatic, dan plastic Indonesia atau inaplas menyatakan ada
delapan pabrik plastic di wilayah Banten dan Jawa Barat yang berencana relokasi
ke Jawa Tengah. Demikian juga dengan asosiasi persepatuan Indonesia/aprisindo
menyebut ada 10 perusahaan alas kaki yang akan berpindah dari Banten ke Jawa
Tengah.
Hal
senada juga terjadi di Jawa Timur, Dinas Ketenagakerjaan dan transmigrasi Jawa
Timur mencatat sudah ada 16 perusahaan di Jawa Timur yang pindah lokasi keluar
Ring 1 Jawa Timur dan dua perusahaan pindah ke Jawa Tengah. Akibat relokasi
tersebut, setidaknya ada 15 ribu buruh yang terdaftar di disnakertrans Jatim
yang terancam PHK tahun depan. Sebagian besar adalah pekerja industri rokok dan
industri padat karya di berbagai daerah di Jawa Timur.
Di
Jawa Timur ada 5 kabupaten kota dengan UMK di atas 4 juta yaitu Kota Surabaya,
Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, dan Mojokerto. Perusahaan memindahkan
industrinya ke Lamongan, Jombang (UMK 2,6 juta), Nganjuk, dan Ngawi yang UMK
nya sekitar 1,9 juta rupiah. Dengan selisih upah buruh 2 juta lebih tentu akan
menguntungkan bagi pelaku industri. Bahkan diakui oleh pengusaha, selisih upah
tersebut dalam lima tahun bisa digunakan untuk mambangun pabrik yang baru untuk
ekspansi.
Jawa
Tengah menjadi primadona dalam relokasi industri sejak 2015. Hal ini karena UMK
di Jawa Tengah tergolong rendah jika dibandingkan dengan UMK di Kawasan industri
di Jawa Barat dan Banten. Sebagai contoh UMK Karawang tahun 2020 mencapai 4,59
juta sedangkan UMK Kendal sebagai sentra industri di Jawa Tengah hanya 2,2 juta
atau setengah dari UMK Karawang.
Sesuai Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2015, penetapan kenaikan upah
minimum saat ini dilakukan dengan memasukkan komponen pertumbuhan ekonomi dan
inflasi. Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan kenaikan upah minimum
tahun 2020 sebesar 8,51% yang kemudian diikuti oleh sebagian besar daerah untuk
menetapkan UMP dan UMK.
Memasukkan komponen
pertumbuhan ekonomi mencerminkan kemampuan dunia usaha, sedangkan komponen
inflasi mengakomodir kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang ditanggung
oleh buruh. Meski pada triwulan 3 tahun 2019 pertumbuhan ekonomi nasional
sebesar 5,02 persen namun performa sektor industri pengolahan lebih lambat
karena hanya tumbuh sebesar 4,15 persen dalam satu tahun terakhir.
Industri pengolahan atau
manufaktur menjadi penopang terbesar perekonomian Indonesia dengan andil 19,62
persen. Karena peranannya yang besar terhadap PDB Indonesia, maka perubahan
yang terjadi pada sektor industri akan berdampak besar terhadap perekonomian
Indonesia secara umum.
Dampak Relokasi Industri
Dampak
relokasi industri bagi dunia usaha akan meningkatkan keuntungan dan harapannya
mampu melakukan ekspansi usaha. Hal ini akan berdampak dalam meningkatkan
perekonomian dan penyerapan tenaga kerja baru. Meski dalam kenyatannya proses
relokasi ini membutuhkan waktu dalam penyiapan pabrik dan perekrutan tenaga
kerja baru.
Bagi
buruh/karyawan akan menjadi pukulan karena relokasi akan disertai dengan
pemutusan hubungan kerja secara bertahap hingga kapasitas pabrik yang baru
terpenuhi. Tenaga kerja ini akan dihadapkan pada pilihan sulit, pindah ke daerah
tujuan relokasi atau bertahan di kota asal dengan mencari pekerjaan baru atau
berwirausaha. Akan terjadi shifting
tenaga kerja dari sektor industri pengolahan ke sektor ekonomi lainnya.
Dengan
pemutusan hubungan kerja ini secara otomatis akan menurunkan daya beli ribuan
buruh dan berpotensi meningkatkan angka pengangguran baru. Padahal pada Agustus
2019, pengangguran di Banten (8,11 persen) dan Jawa Barat (7,99 persen)
menduduki pengangguran tertinggi di Indonesia. relokais industri ini juga akan
berpotensi mengubah pola urbanisasi, yang semula kearah Jawa bagian barat maka
akan bergeser ke Jawa bagian tengah.
Relokasi
industri akan mengubah struktur perekonomian kabupaten/provinsi. Dengan
hengkangnya industri maka andil industri terhadap PDRB akan berkurang. Sebagaimana
diketahui, sektor industri pengolahan menjadi penopang terbesar perekonomian di
Jawa Barat (41,42 persen), Banten (30,26 persen), Jawa Timur (30,02 persen),
dan Jawa Tengah (33,88 persen). Dengan adanya relokasi industri ke Jawa Tengah
maka akan meningkatkan andil sektor industri terhadap perekonomian/PDRB Jawa
Tengah.
Untuk
Jawa Timur, relokasi industri dari ring 1 (Surabaya, Sidoarjo, Gresik,
Pasuruan, dan Mojokerto) ke kabupaten lain akan meningkatkan peran industri
dalam pembentukan perekonomian. Kabupaten Lamongan, Jombang, Nganjuk, dan Ngawi
perekonomiannya ditopang oleh sektor pertanian. Dengan adanya relokasi industri
ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi pergeseran struktur ekonomi dari
primer/pertanian ke sekunder/industri pengolahan.
Selain
itu, relokasi industri akan mendorong pertumbuhan ekonomi sektor lainnya pada
daerah tujuan. Sektor ekonomi yang akan meningkat adalah transportasi,
akomodasi dan penyediaan makan minum, real estate hingga sektor perdagangan. Kondisi
ini jelas akan meningkatkan serapan tenaga kerja dis ektor industri dan jasa. Penyerapan
tenaga kerja pada sektor ini meningkatkan kesejahteraan penduduk karena
sebagaimana diketahui rata-rata upah sektor industri dan ajsalebih besar jika
dibandingkan dengan sektor pertanian.
Jika
relokasi hanya dilakukan di dalam pulau Jawa, maka tidak akan mengubah dominasi
pulau Jawa dalam perekonomian nasional. Pulau Jawa menopang 59,15 persen perekonomian
Indonesia. Relokasi ini hanya memindahkan sejumlah nilai tambah industri
pengolahan yang tadinya terdapat di Jawa Barat atau Banten ke Jawa Tengah. Padahal
yang diharapkan adalah adanya pertumbuhan industri baru bukan hasil relokasi
sehingga benar-benar akan menyerap tenaga kerja baru dan meningkatkan
perekonomian nasional. Kondisi demikian memungkinkan untuk terjadi pemerataan
ekonomi di Indonesia.
Bagaimanapun relokasi
industri antar wilayah di Indonesia ini masih tetap bisa disyukuri, karena akan
lebih merugikan apabila pelaku usaha memindahkan usahanya ke luar negeri
seperti Vietnam yang upah buruhnya lebih murah. Jika ini terjadi, resiko
perlambatan ekonomi akan terjadi dan akan meningkatkan pengangguran di
Indonesia. Harapannya dengan adanya omnibus
law saat ini akan menarik investor asing untuk membangun industri di
Indonesia sehingga meningkatkan perekonomian nasional sekaligus membuka
lapangan pekerjaan bagi penduduk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar