Halaman

Jumat, 29 November 2019

#99 Masa Depan Desa


Desa menjadi masa depan bagi kehidupan bangsa. Ketika perkotaan sudah jenuh tidak mampu menampung beban di atasnya dan terjadi penurunan kualitas lingkungan dan hunian, maka desa menjadi tempat yang dicari untuk kualitas hidup yang lebih baik.
Terlebih di era teknologi informasi saat ini, ketika pekerjaan tidak mengharuskan tatap muka antar personilnya, dan jual beli tidak mengharuskan pertemuan antara penjual dan pembelinya. Kegiatan ekonomi baik barang dan jasa bisa dilakukan tanpa mengharuskan adanya pertemuan setiap hari.

Saat ini, ketimpangan pembangunan desa dan kota telah mengakibatkan urbanisasi penduduk usia produktif dari desa. Kondisi ini harus segera diantisipasi agar desa tidak kehilangan sumber daya manusia produktifnya. Fokus dana desa saat ini untuk pengembangan ekonomi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia diharapkan mampu mengendalikan laju urbanisasi dan lebih menggeliatkan perekonomian desa.
Menyadari hal tersebut, pemerintah pusat memberikan perhatian yang semakin besar terhdap . Hal ini ditandai dengan kucuran dana desa yang terus meningkat setiap tahunnya. Bahkan untuk tahun 2020 dana desa yang sudah dianggarkan mencapai 72 triliun rupiah. Dana desa ini bertujuan untuk mempercepat pembangunan desa, baik untuk pembangunan infrastruktur maupun pembangunan manusia, yang tujuan akhirnya untuk menyejahterakan penduduk desa.
Perdesaan masih menjadi kantong kemiskinan di Indonesia dengan tingkat kemiskinan mencapai 12,85 persen atau 15,15 juta jiwa . Bandingkan dengan perkotaan yang tingkat kemiskinannya sebesar 6,69 persen atau 9,99 juta jiwa. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia dan mengejar ketertinggalan desa adalah dengan memberikan anggaran untuk menggeliatkan perekonomian desa.
Tantangan Desa
Jumlah desa penerima dana desa tahun 2019 sebanyak 74.953 desa, dengan anggaran 70 triliun rupiah. Rata-rata satu desa menerima kucuran dana sebesar 933,92 juta rupiah. Kucuran dana desa dalam kurun waktu tahun 2015-2018 telah berhasil menurunkan jumlah desa tertinggal sebanyak 6.518 desa dan peningkatan desa mandiri sebanyak 2.665 desa.
Dalam naskah RPJMN IV tahun 2020-2024 disebutkan target pembenahan dalam pengelolaan dana desa ada tiga prioritas. Pertama, menyempurnakan pengalokasian dana desa dengan memperhatikan aspek keadilan dan keberpihakan (afirmasi) dan upaya pemberdayaan masyarakat desa. Kedua, meningkatkan kesiapan dan kapasitas pemerintah desa dan kelembagaan desa untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan dana desa. Ketiga, mendorong tranparansi dan akuntabilitas dana desa.
Meningkatkan kapasitas pemerintah desa dan mendorong transparansi dan akuntabilitas bisa dilakukan dengan meningkatkan kualifikasi kepala desa sebagai penguasa wilayah terkecil dalam pemerintahan.
Untuk mengelola dana desa Rp 934 juta rupiah dalam setahun, tentu membutuhkan perencanaan program sesuai dengan kebutuhan. Diperlukan pengelola yang berkualitas sehingga program pembangunan yang dilakukan bukan merupakan pengulangan dari program sebelumnya. Alih-alih mau menciptakan kesejahteraan yang merata, yang terjadi bisa jadi kesenjangan ekonomi penduduk desa semakin melebar.
Kecakapan kepala desa sebagai pemimpin desa sangat dibutuhkan untuk mengelola anggaran sebesar itu. Jika menilik dari tingkat pendidikan kepala desa hasil Pendataan Potensi Desa 2018, terdapat 1.017 kepala desa yang tidak pernah sekolah, 907 kepala desa yang tidak tamat SD, 1.656 kepala desa yang tamat SD, dan 7.545 kepala desa yang tamat SLTP. Hal serupa juga terjadi dengan sekretaris desa yang membantu tugas kepala desa. Terdapat 327 orang sekretaris desa yang belum pernah sekolah, 461 orang tidak tamat SD, 1.30 orang tamat SD, dan 3.615 orang tamat SLTP.
Bahwa tingkat Pendidikan kepala desa bukan faktor utama keberhasilan desa, namun dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam proses transfer pengetahuan dan perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pemanfaatan dana desa yang besar tersebut.
Dalam Permendagri No.65 tahun 2017 tentang perubahan atas Permendagri No. 112 Tahun 2014 tentang Pilkades, disebutkan bahwa syarat pendidikan untuk calon kepala desa adalah minimal tamat SLTP. Sebenarnya dengan kondisi saat ini, diperlukan kualifikasi pendidikan yang lebih baik untuk mengelola dana desa dengan anggaran besarnya. Diperlukan lompatan dan percepatan terhadap pemanfaatan dana desa sehingga memberikan hasil yang optimal terutama pada peningkatan kesejahteraan penduduk desa. Dalam pemilihan kepala desa, selain dukungan besar dari penduduk juga diperlukan kualifikasi pendidikan yang tinggi agar lebih optimal.
Ibaratnya saat ini untuk menjadi karyawan toko atau pelayan di restoran saja disyaratkan minimal berpendidikan SLTA/sederajat, namun untuk calon kepala desa pendidikannya hanya minimal SLTP. Tentu diperlukan kualifikasi yang lebih untuk mampu memimpin penduduk desa sebanyak 6.000 jiwa di Jawa atau 5.000 jiwa di Pulau Sumatera.
Untuk pulau Jawa yang rata-rata lama sekolah penduduknya paling tinggi di Indonesia tentu diperlukan syarat pendidikan yang lebih tinggi dibanding di Luar Jawa. Pada kenyataannya, untuk di Pulau Jawa masih ada kepala desa yang tidak pernah sekolah sama sekali yaitu sebanyak 7 orang dengan rincian 3 orang di Jawa Barat, 1 orang di Jawa Timur, dan 3 orang di Banten. Untuk kades yang tidak tamat SD terdapat 2 orang di Jawa Barat. Kades tamat SD ada 2 orang di Jawa Barat, 1 orang di Jawa tengah, 7 orang di Jawa Timur, dan 2 orang di Banten. Sedangkan yang berpendidikan SMP ada 442 orang di Jawa Barat, 891 orang di Jawa Tengah, 17 orang di DIY, 472 orang di Jawa Timur, dan 108 orang di Banten.
Menyadari kesenjangan kualitas pendidikan dan capaian pendidikan penduduk antar provinsi, maka membedakan aturan persyaratan pendidikan kepala desa ini bisa dilakukan sebagaimana dengan syarat minimal jumlah penduduk dalam pembentukan desa baru.
Peningkatan kualitas SDM pengelola desa, sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan masa depan desa yang memiliki tingkat kesejahteraan tinggi tanpa kehilangan karakteristik pedesaannya. Desa masa depan adalah desa yang memiliki kualitas pelayanan publik semaju kota, dengan tingkat kesejahteraan penduduk yang tinggi, dan menyediakan lingkungan hunian yang masih asri dan bersih.

(Dimuat di Opini Republika, 29 November 2019)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#139 Kemiskinan Dalam Tekanan Inflasi

Tren penurunan jumlah penduduk miskin pasca pandemi sedikit terganggu dengan lonjakan inflasi yang terjadi pada akhir tahun 2022. Hal ini di...