Era
revolusi industri 4.0 telah mengubah lanskap dunia bisnis dan pola konsumsi
masyarakat yang berbasis pada teknologi digital. Ada fakta yang menarik dalam pola
konsumsi makanan penduduk Indonesia saat ini. Teknologi digital telah mendorong
penduduk untuk mengkonsumsi makanan jadi yang terus mengalami peningkatan dalam
beberapa tahun terakhir. Bahkan partisipasi penduduk yang mengkonsumsi makanan
dan minuman jadi pada tahun 2018 mencapai 99,29 persen (Susenas, 2018).
Selain
itu proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan jadi juga mengalami peningkatan
setiap tahun. Jika pada tahun 2010 konsumsi makanan jadi sebesar 24,86 persen,
maka pada tahun 2018 telah melonjak menjadi 33,98 persen dari seluruh
pengeluaran makanan penduduk Indonesia (BPS, 2018).
Konsumsi
rumah tangga telah menjadi penyumbang terbesar dalam PDB Indonesia menurut
pengeluaran yaitu sebesar 55,74 persen. Dengan peranan yang besar tersebut
tidak mengherankan jika konsumsi rumah tangga telah menjadi sumber pertumbuhan
ekonomi tertinggi setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2018 ini konsumsi rumah
tangga tumbuh 5,05 persen atau tertinggi dalam 4 tahun terakhir. Tidak
terkecuali konsumsi makanan yang memberikan andil 49,51 persen dari pengeluaran
penduduk di Indonesia.
Konsumsi
makanan akan terus meningkat, hal ini karena makanan merupakan kebutuhan dasar
manusia dan jumlah penduduk yang bertambah setiap tahun. Revolusi industri 4.0
memungkinkan variasinya dan cara memperoleh makanan akan mengalami perubahan
mengikuti selera dan perkembangan jaman.
Kepraktisan
dan kemudahan layanan antar saat ini telah mendorong penduduk Indonesia untuk
membeli makanan jadi. Demikian juga gaya hidup leisure ekonomi telah mendorong sebagian besar keluarga di
Indonesia untuk mengkonsumsi makanan dan minuman jadi di luar rumah sambil
menikmati kebersamaan, hiburan, dan pengalaman.
Harus
diakui bahwa fenomena tersebut lebih banyak terjadi di perkotaan, karena daya
beli penduduk kota lebih tinggi daripada perdesaan. Selain itu kelengkapan
fasilitas dan teknologi informasi yang ada di perkotaan juga lebih maju. Hal
ini tercermin dari proporsi pengeluaran untuk makanan jadi penduduk kota
sebesar 38,22 persenm sedangkan untuk penduduk desa sebesar 27,35 persen dari
seluruh pengeluaran makanan.
Peluang
Transformasi ekonomi digital memberi
kesempatan yang sama bagi semua orang untuk berpartisipasi secara ekonomi.
Bahkan dalam perubahan pola konsumsi masyarakat saat ini. Resolusi hidup sehat
yang menggema dalam beberapa waktu terakhir tidak akan mengurangi pangsa pasar
dalam bisinis makanan jadi. Justru hal tersebut merupakan peluang untuk
menyediakan makanan sehat. Bahkan untuk makanan bayi pun, sekarang sudah mulai
menjamur bubur bayi organik yang dijual setiap pagi di banyak daerah di
Indonesia. Demikian juga dengan katering yang melayani pemesanan makanan diet
mingguan dengan spesifikasi sesuai kesehatan atau program diet pelanggannya.
Bagi
ibu rumah tangga muda atau milenial yang tidak memiliki passion memasak, kegiatan
memasak telah menyita waktu produktifnya. Waktu untuk memasak lebih suka diisi
dengan kegiatan sesuai passion untuk aktualisasi diri seperti membaca, menulis,
fotografi, desain, hingga berjualan secara daring. Dengan memanfaatkan
teknologi digital, semua hobi tersebut kini bisa menghasilkan uang. Bahkan banyak
keluarga milenial yang bersedia membayar lebih mahal untuk mengkonsumsi makanan
jadi dengan cita rasa rumahan.
Bagaimanapun
aktifitas memasak tidak hanya proses mengolah makanan saja, namun ada proses
belanja, menyiapkan bahan, mengolah, hingga membersihkan peralatan dan tempat memasak.
Apalagi saat ini semakin sulit untuk mendapatkan asisten rumah tangga yang bisa
membantu membereskan dan membersihkan rumah.
Bukan
saja upah asisten rumah tangga yang semakin tinggi, namun ketersediaannya pun
semakin sulit didapat. Dengan tingkat ekonomi penduduk Indonesia yang semakin meningkat,
permintaan akan asisten rumah tangga juga semakin tinggi. Sedangkan penawarannya
semakin terbatas. Saat ini perempuan berpendidikan rendah sekali pun lebih suka
bekerja di sektor perdagangan, akomodasi dan penyediaan makan minum dibanding
menjadi asisten rumah tangga.
Pertumbuhan
ekonomi sektor perdagangan, akomodasi dan penyediaan makan minum yang tinggi mengakibatkan
kebutuhan tenaga kerja di kedua lapangan usaha tersebut juga semakin meningkat.
Ini dibuktikan oleh sektor perdagangan sebagai penyerap tenaga kerja tertinggi
kedua setelah sektor pertanian.
Di
sisi lain tidak sedikit milenial yang menjadikan aktivitas memasak sebagai
passion yang bisa mendatangkan pendapatan dan keuntungan. Simbiosis antar
masyarakat inilah yang menghadirkan peluang bisnis makanan jadi dengan cita
rasa rumahan yang sehat. Terlebih di era digital seperti sekarang, membuka
bisnis makanan tidak harus menyediakan dapur dan restoran yang full service. Teknologi digital telah
mendorong UMKM untuk memasarkan produknya tanpa harus menyewa tempat maupun
membayar pelayan. Kondisi demikian mengakibatkan banyak biaya produksi yang
bisa dipangkas sehingga memungkinkan untuk menjual produk dengan harga
bersaing.
Beragam
kemudahan dan kepraktisan tersebut telah mendorong pertumbuhan sektor akomodasi
dan penyediaan makan minum ini selalu menunjukkan trend yang positif setiap
tahun. Pada tahun 2018 pertumbuhan sektor ini mencapai 5,66 persen atau lebih
tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan pertumbuhan
tersebut, akomodasi dan penyediaan makan minum menjadi sektor yang paling
banyak membuka lapangan pekerjaan baru dalam setahun terakhir (0,76 juta orang).
Dengan
perubahan pola konsumsi tersebut apakah generasi milenial merupakan generasi
yang malas memasak? Bisa jadi benar, karena harus diakui bahwa generasi ini
lebih suka menggunakan waktu produktifnya untuk menekuni hobi dan passionnya.
Sedangkan kegiatan yang bisa didelegasikan, akan dialihkan ke pihak lain dengan
cara membayar barang ataupun jasa.
Demikian juga, apakah
rumah tangga sekarang tidak lagi membutuhkan dapur? Tentu saja tidak. Bisa jadi
ukurannya menjadi lebih minimalis. Bahkan di era teknologi informasi yang
semakin luas ini, dapur bisa menjadi tempat untuk bereksperimen dan menggali
ide dalam menghias rumah kemudian memamerkannya di media sosial. Aktivitas ini pun
bisa mendatangkan penghasilan jika berhasil menggandeng sponsor atau pemilik
produk untuk mempromosikan produknya. Perubahan pola konsumsi di era industri
4.0 ini telah menciptakan berbagai peluang bisnis yang menghasilkan keuntungan
bagi siapapun yang mau menangkapnya.
(Dimuat di Koran Republika, 12 April 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar