Halaman

Selasa, 02 April 2019

#85 Pengentasan Kemiskinan Di Tangan Perempuan

Tugas berat menunggu gubernur jawa timur yang baru,Khofifah Indar Parawansa. Kemiskinan di Jawa Timur masih belum bergerak dari level dua digit. Padahal angka kemiskinan di secara nasional sudah “lolos” menjadi satu digit.
 Angka kemiskinan Jawa Timur masih betah bertengger pada level 10,85 persen. Bahkan untuk daerah perdesaan tingkat kemiskinannya sebesar 15,21 persen jauh di atas perkotaan yang nilainya sebesar 6,97 persen.
Yang lebih memprihatinkan lagi, indeks keparahan dan kedalaman kemiskinan di perdesaan mengalami peningkatan dalam setahun terakhir. Indeks kedalaman kemiskinan meningkat dari 2,862 menjadi 3,043, yang berarti bahwa pengeluaran penduduk miskin di perdesaan semakin jauh dari garis kemiskinan.
Demikian juga dengan indeks keparahan kemiskinan yang meningkat dari 0,769 menjadi 0,871. Hal ini berarti bawah ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin melebar. Kedua kondisi di atas menyebabkan pengentasan penduduk miskin semakin sulit. Diperlukan terobosan baru yang tidak biasa untuk mengatasi kemiskinan di Jawa Timur.
Sebagai seorang perempuan yang pernah menjabat sebagai Menteri Sosial, Gubernur Khofifah tentu punya kepekaan dan pengalaman yang lebih dalam mengentaskan penduduk miskin di Jawa Timur. Salah satu cara untuk mereduksi kemiskinan adalah dengan memberikan perhatian lebih kepada persoalan di perdesaan dengan melibatkan lebih banyak perempuan dalam keluarga.
Secara nasional, tidak dapat dipungkiri ada sebanyak 15,07 persen perempuan berstatus sebagai kepala rumah tangga yang disebabkan oleh perceraian maupun kematian pasangannya. Bahkan dari seluruh rumah tangga miskin di Indonesia, ada sebanyak 16,12 persen rumah tangga miskin yang dikepalai oleh perempuan. Memberikan perhatian kepada perempuan, berarti telah menyiapkan keberlangsungan hidup untuk keluarga dan negara.
Perempuan secara fitrahnya mengandung, melahirkan, dan mengasuh anak. Mereka cenderung menjadi yang terakhir makan, yang paling kecil mengakses layanan kesehatan, dan secara rutin terjebak dalam tugas domestik yang memakan waktu dan tidak dibayar. Kondisi inilah yang menjadikan perempuan merupakan pihak yang paling rentan dalam semua dimensi kemiskinan. Terlebih jika kondisi ideal dalam keluarga ternyata ada dalam jerat kemiskinan.

Perempuan berperan besar dalam alokasi pengeluaran rumah tangga miskin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Latin, bantuan tunai yang disalurkan kepada perempuan telah terbukti meningkatkan alokasi pengeluaran untuk anak-anak dan berpotensi mengurangi pengeluaran untuk alkohol dan tembakau.
Bagi Indonesia ini bisa menjadi sebuah pelajaran, mengingat pengeluaran rokok pada keluarga miskin menempati urutan kedua terbesar setelah beras. Tidak terkecuali di Jawa Timur, pengeluaran untuk rokok penduduk miskin perdesaan di Jawa Timur mencapai 10,44 persen atau jauh melampaui pengeluaran untuk sumber protein sederhana seperti tahu dan tempe yang hanya berkisar 2 persen. Bukan rahasia umum jika konsumsi rokok dapat menurunkan kualitas kesehatan yang berakibat pada penurunan produktifitas dalam ekonomi.
Sedangkan konsumsi terbesar keluarga miskin di Jawa Timur masih berupa beras yaitu sebesar 25,14 persen. Artinya pengeluaran keluarga miskin baru sekedar untuk mengganjal lapar belum pada taraf peningkatan gizi keluarga. Oeh karena itu, bantuan pangan non tunai akan lebih baik jika ditingkatkan nominalnya sehingga keluarga miskin akan menikmati lebih banyak makanan bergizi berupa telur. Disinilah diperlukan peran pemerintah daerah untuk turut berkontribusi dalam program penyediaan bahan makanan bergizi.
Investasi pada pemenuhan gizi keluarga miskin akan bermanfaat dalam peningkatan kualitas kesehatan sehingga akan meningkatkan produktivitas dalam belajar maupun bekerja. Dengan kualitas sumber daya manusia yang meningkat, penduduk miskin diharapkan mampu mandiri sehingga tidak bergantung selamanya pada bantuan sosial
       Selain itu, apapun bentuk bantuan yang sifatnya tunai, bisa disalurkan kepada perempuan. Contoh program sosial yang penyalurannya sudah melalui perempuan adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Sebuah langkah tepat, jika pada tahun 2019 ini pemerintah menambah jumlah penerima PKH sekaligus menambah nominalnya.
Pengalihan lebih banyak sumber daya kepada perempuan akan meningkatkan derajat kapabilitas perempuan dan anak-anak pada keluarga miskin. Sehingga kelak, anak-anak dari keluarga miskin ini pun tidak akan mewarisi kemiskinan orang tuanya.
Peringatan hari perempuan sedunia yang jatuh pada tanggal 8 maret 2019 bisa menjadi momentum peningkatan peran serta perempuan dalam bernegara. Sebagai gubernur perempuan pertama Jawa Timur, peran Gubernur Khofifah tentu ditunggu – tunggu banyak pihak. Jika berhasil, maka tesis Ann Philips (The Politics of Presence, 1998) yang mengatakan politik untuk kalangan perempuan bukan hanya sebagai pertarungan ide dan gagasan namun juga kehadiran yang memberi makna, bisa menemukan pembuktiannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#138 Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas

  (Dimuat di Kolom Opini Republika, 25 November 2022) Perekonomian Indonesia mampu tumbuh mengesankan di tengah ancaman resesi global saat i...