Di akhir masa jabatan pada periode pertamanya, Presiden Joko Widodo juga bisa bernapas lega
karena telah berhasil mengentaskan 5.618 desa tertinggal dalam waktu 4 tahun.
Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang meningkat dalam 4 tahun terakhir membuktikan
bahwa prioritas pembangunan dari perdesaan/pinggiran telah memberikan hasil
yang positif. Demikian juga dengan tingkat kemiskinan juga mengalami penurunan
0,28 juta jiwa. Meski jumlah penduduk miskin menurun, namun kemiskinan di perdesaan masih tinggi
yaitu sebesar 13,10 persen (September 2018).
Selain itu, jika dibandingkan dengan tahun 2014,
indeks keparahan dan kedalaman kemiskinan di perdesaan mengalami peningkatan. Pada
tahun 2014 indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan sebesar 2,25 dan meningkat
pada tahun 2018 menjadi 2,32. Untuk indeks keparahan kemiskinan pada tahun 2014
sebesar 0,57 dan meningkat menajdi 0,62 pada tahun 2018. Sedangkan untuk
wilayah perkotaan, indeks keparahan maupun kedalaman kemiskinan mengalami
penurunan dalam empat tahun terakhir. Artinya bahwa kinerja penurunan
kemiskinan di perkotaan lebih efektif dibandingkan dengan perdesaan.
Dengan meningkatnya indeks kedalaman kemiskinan
menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di perdesaan semakin
menjauhi garis kemiskinan. Sedangkan peningkatan indeks keparahan kemiskinan
menunjukkan ketimpangan antar penduduk miskin di perdesaan semakin melebar
dalam 4 tahun terakhir. Kenyataan ini menyebabkan semakin sulitnya pengentasan
penduduk miskin di perdesaan.
Upaya untuk mengentaskan kemiskinan di perdesaan dapat
dilakukan dengan cara meningkatkan pendapatan penduduk melalui penciptaan
lapangan kerja baru dan meningkatkan produktifitas penduduk. Jika selama ini
penggunaan dana desa lebih banyak untuk pembangunan infrastruktur, maka
anggaran untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan. Hal
ini dimaksudkan agar muncul SDM yang mampu bersaing di pasar tenaga kerja
ataupun mampu membangun usaha sendiri berbekal kreativitas.
Memberikan pelatihan wirausaha yang memanfaatkan
teknologi informasi untuk memproduksi barang maupun jasa kemudian memasarkannya
secara online sangat diperlukan.
Tentu akan lebih banyak pekerjaan ataupun usaha yang dapat digeluti melalui
teknologi digital. Terlebih dengan dukungan jaringan internet yang semakin
menjangkau hingga perdesaan. Hingga kini menurut data Kominfo, sebanyak 73
persen perdesaan di indonesia telah memiliki koneksi jaringan ineternet 3G. Menyongsong
tahun 2020, pemerintah telah menargetkan aksesbilitas layanan seluler dan atau
internet di seluruh Indonesia.
Persoalan yang lain adalah meski tingkat pengangguran
di desa lebih rendah dibandingkan perkotaan, namun produktivitasnya juga rendah.
Sama-sama bekerja namun nilai tambah yang dihasilkan di perdesaan nilainya jauh
lebih kecil jika dibandingkan dengan perkotaan. Kenyataan inilah yang mendorong
penduduk desa untuk melakukan urbanisasi ke kota.
Oleh karena itu membuka lebih banyak lapangan
pekerjaan di desa dengan pemberdayaan ekonomi desa
melalui BUMDes maupun Produk Unggulan
Desa (Prukades)
perlu lebih banyak dilakukan. Selain itu, memindahkan industri pengolahan hasil
pertanian ke desa diyakini mampu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan
penduduk perdesaan. Harapannya kesejahteraan seluruh penduduk Indonesia akan
merata dan ketimpangan pendapatan juga akan semakin menyempit.
Potensi Desa
Salah
satu potensi unggulan yang dimiliki oleh
desa/kelurahan
adalah daya tarik wisata.
Pendataan Podes 2018 mencatat bahwa ada 1.734 desa/kelurahan wisata di seluruh
Indonesia. Desa/kelurahan
wisata menurut pendataan Podes 2018 adalah sebuah kawasan perdesaan yang
memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata.
Keberadaan desa wisata diatur/ ditetapkan dalam peraturan daerah (Perda)
setempat. Pada umumnya, penduduk di kawasan desa wisata memiliki tradisi dan
budaya yang khas, serta alam dan lingkungan yang masih terjaga.
Pengembangan dan pemanfaatan sektor pariwisata ini
terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk. Hal ini dibuktikan oleh
Provinsi bali, dimana tingkat kemiskinannya menduduki peringkat terendah kedua
setelah DKI Jakarta. Kemiskinan di Provinsi Bali sebesar 3,91 persen
mengalahkan provinsi lainnya tidak terkeculi 5 provinsi di Pulau Jawa.
Desa wisata paling banyak di Pulau Jawa dan Bali
dengan jumlahnya mencapai 857 desa/keluarahan, disusul Pulau Sumatra sebanyak
355 desa/kelurahan, dan paling sedikit di Kepulauan Maluku dengan jumlah 23
desa/kelurahan.
Desa wisata telah mampu menarik wisatawan domestik
maupun mancanegara. Terlebih dengan gaya hidup milenial dan generasi Z yang
begitu gandrung dengan aktifitas leisure
economy. Liburan dengan penuh pengalaman seru hingga layak diabadikan kemudian
dibagikan di media sosial telah menjadi suatu kebutuhan saat ini. Lihatlah
antrian orang untuk bisa berfoto dengann sepeda gantung di Lembang Bandung,
atau bermain ayunan dalam air di Umbul Ponggok Klaten. Atau yang lebih mendunia
lagi, desa Ubud di Bali tempat dimana aktris Julia Roberts bersepeda menikmati
alam yang indah dalam film Eat, Pray, n
Loves. Semua pengalaman tersebut kini menjadi sebuah kebutuhan hidup
modern. Sehingga desa sebagai wilayah yang masih menyimpan keindahan alam dan
budaya harus bisa menangkap dan memanfaatkan peluang tersebut.
Keberadaan desa wisata ini telah mampu meningkatkan
denyut perekonomian di perdesaan. Penciptaan lapangan kerja baru hingga
peningkatan pendapatan penduduk telah berjasa dalam mengurangi pengangguran dan
kemiskinan di perdesaan. Diperlukan kreatifitas dari anak muda untuk mengubah
desa menjadi tempat wisata yang menarik. Bahkan aktifitas penduduk desa pun
kini bisa menjadi daya tarik wisata apabila dikelola dengan baik. Kegiatan
membatik hingga membuat kerajinan barang dari kulit telah menjadi pengalaman
baru yang mampu menarik pengunjung untuk berbelanja.
Tentu setiap desa
memiliki keunikan serta keragaman baik dari adat istiadat, budaya, mata
pencaharian lokal, hingga pesona alam yang bisa dijual untuk menarik wisatawan.
Namun satu yang tidak kalah penting adalah bagaimana mempromosikan keunggulan
desa melalui media sosial. Kemampuan membranding
desa ini akan sukses apabila dikerjakan oleh tangan-tangan kreatif yang melek
media digital. Oleh karena ini pelatihan atau mengembangan SDM di wilayah
perdesaan harus dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi yang semakin berkembang.
(Dimuat di Harian Bhirawa, Februari 2019)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar