Halaman

Jumat, 22 Juni 2018

Lebaran Di Rumah Sakit


Melewatkan lebaran ataupun malam takbiran di rantau sudah beberapa kali mengalaminya. Namun bagaimana jika menikmati malam takbiran dan lebaran di rumah sakit? Baru kali ini saya rasakan, dan cukup kali ini saja.
Ya, sejak malam takbiran hingga seminggu, harus menemani si bungsu yang dirawat di rumah sakit karena muntah n diare. Bagi anak berumur 15 bulan, kondisi tersebut mengharuskannya untuk mendapatkan infus sampai kuman dan penyakitnya dikeluarkan semua lewat feses.

Jangan ditanya bagaimana perasaanku saat itu. Disaat harus nungguin si bungsu yang sakit, sekaligus memikirkan bagaimana 4 orang anak di rumah. Kanjeng abi harus bolak balik rumah dan rumah sakit. Anak-anak yang sudah puasa full sebulan, tentu menginginkan lebaran dengan penuh suka cita lengkap dengan umi abinya. Tapi kenyataan berkata lain. Mereka berlebaran di rumah saja hanya diisi dengan nonton laptop. Sepi. 
Namun, satu dari banyak hal harus tetap saya syukuri adalah masih sempat masak bebek dan opor ayam sebelumnya. Tidak lupa juga udah pesan kue kering, ketupat, hingga tiramisu cake di Holland Bakery. Jadi meski ditinggal uminya, anak-anak masih ada makanan dirumah.
Begadang semalaman nungguin yang sakit dan rewel ditemani takbiran yang bersautan dari banyak masjid, membuat merebes mili juga. Bukan karena rindu kampung halaman, namun lebih karena mbayangin anak-anak yang ditinggal di rumah. Sedih. Nelongso. Maafkan umi nak, karena keterbatasan umi menjaga dan mengasuh kalian hingga si bungsu sakit. Saking nelongsonya.
“Bukan karena banyaknya anak, mau anak 1 atau 5 kalau sakit ya sakit. Kita ini bisa apa? Yang bisa kita lakukan menjaga titipan-titipan itu semampu kita. Sudah. Semua sudah ada yang mengatur. Jalani saja skenarionya.” Itu kata kanjeng abi.
Melewati UGD yang penuh dengan pasien menjadikan diri ini banyak bersyukur. Pasien dengan luka terbuka karena kecelakaan. Pasien dengan aneka penyakit dan peralatan yang menempel di badan disertai bunyi tit, tit, tit. Bersaut-sautan. Dan tidak berapa lama, didoronglah pasien dengan ditutup kain jarik, rapat. Meninggal.
Tiba-tiba saja asam lambungku naik. Pusing. Mual. Stress takut melihat pemandangan semua itu. Alhamdulillah jam 02.00, baby Fahma sudah bisa pindah ke ruang perawatan. Asam lambung umminya sembuh.
Benar kata suami, salah satu cara untuk mengobati kerasnya hati adalah dengan sering-sering ke rumah sakit. menengok orang sakit. Akan kita temukan rasa syukur disana. Ada banyak orang yang lebih menderita, lebih banyak sakitnya, lebih lama sakitnya,lebih parah sakitnya, dan tidak seberuntung kita. Semoga kejadian ini merupakan cara Allah dalam mentarbiyah diri kami agar lebih bersyukur dan bersabar. Aamiin.

Alhamdulillah ‘Ala Kullihal.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#139 Kemiskinan Dalam Tekanan Inflasi

Tren penurunan jumlah penduduk miskin pasca pandemi sedikit terganggu dengan lonjakan inflasi yang terjadi pada akhir tahun 2022. Hal ini di...