Melewatkan lebaran ataupun malam takbiran
di rantau sudah beberapa kali mengalaminya. Namun bagaimana jika menikmati
malam takbiran dan lebaran di rumah sakit? Baru kali ini saya rasakan, dan
cukup kali ini saja.
Ya, sejak malam takbiran hingga seminggu,
harus menemani si bungsu yang dirawat di rumah sakit karena muntah n diare. Bagi
anak berumur 15 bulan, kondisi tersebut mengharuskannya untuk mendapatkan infus sampai
kuman dan penyakitnya dikeluarkan semua lewat feses.
Jangan ditanya bagaimana perasaanku saat
itu. Disaat harus nungguin si bungsu yang sakit, sekaligus memikirkan bagaimana
4 orang anak di rumah. Kanjeng abi harus bolak balik rumah dan rumah sakit. Anak-anak
yang sudah puasa full sebulan, tentu menginginkan lebaran dengan penuh suka
cita lengkap dengan umi abinya. Tapi kenyataan berkata lain. Mereka berlebaran
di rumah saja hanya diisi dengan nonton laptop. Sepi.
Namun, satu dari banyak hal harus tetap
saya syukuri adalah masih sempat masak bebek dan opor ayam sebelumnya. Tidak lupa
juga udah pesan kue kering, ketupat, hingga tiramisu cake di Holland Bakery. Jadi
meski ditinggal uminya, anak-anak masih ada makanan dirumah.
Begadang semalaman nungguin yang sakit dan
rewel ditemani takbiran yang bersautan dari banyak masjid, membuat merebes mili
juga. Bukan karena rindu kampung halaman, namun lebih karena mbayangin
anak-anak yang ditinggal di rumah. Sedih. Nelongso. Maafkan umi nak, karena
keterbatasan umi menjaga dan mengasuh kalian hingga si bungsu sakit. Saking
nelongsonya.
“Bukan karena banyaknya anak, mau anak 1
atau 5 kalau sakit ya sakit. Kita ini bisa apa? Yang bisa kita lakukan menjaga
titipan-titipan itu semampu kita. Sudah. Semua sudah ada yang mengatur. Jalani saja
skenarionya.” Itu kata kanjeng abi.
Melewati UGD yang penuh dengan pasien menjadikan
diri ini banyak bersyukur. Pasien dengan luka terbuka karena kecelakaan. Pasien
dengan aneka penyakit dan peralatan yang menempel di badan disertai bunyi tit,
tit, tit. Bersaut-sautan. Dan tidak berapa lama, didoronglah pasien dengan
ditutup kain jarik, rapat. Meninggal.
Tiba-tiba saja asam lambungku naik. Pusing.
Mual. Stress takut melihat pemandangan semua itu. Alhamdulillah jam 02.00, baby
Fahma sudah bisa pindah ke ruang perawatan. Asam lambung umminya sembuh.
Benar kata suami, salah satu cara untuk mengobati
kerasnya hati adalah dengan sering-sering ke rumah sakit. menengok orang sakit.
Akan kita temukan rasa syukur disana. Ada banyak orang yang lebih menderita,
lebih banyak sakitnya, lebih lama sakitnya,lebih parah sakitnya, dan tidak
seberuntung kita. Semoga kejadian ini merupakan cara Allah dalam mentarbiyah
diri kami agar lebih bersyukur dan bersabar. Aamiin.
Alhamdulillah ‘Ala Kullihal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar