Suara perempuan sangat menentukan
arah pemerintahan selanjutnya, tidak hanya untuk pemilihan anggota legislatif,
namun juga pemilihan kepala daerah hingga pemilihan presiden. Hal ini karena
perempuan merupakan bagian dari sebuah peradaban yang menyumbang setengah dari
suara rakyat Indonesia. Menggaet suara perempuan merupakan salah satu kunci
untuk memenangkan sebuah kontestasi politik di Indonesia.
Bahkan jika perempuan memilih calon
anggota legislatif perempuan, hampir bisa dipastikan kuota 30 persen perempuan
di parlemen akan terpenuhi. Demikian besarnya pengaruh suara perempuan dalam
perhelatan politik di Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri, masih banyak
perempuan terutama di perdesaan yang menggantungkan pilihan politiknya pada
pilihan pasangannya maupun orang terdekatnya. Hal ini karena kurangnya
informasi yang diterima oleh perempuan di perdesaan. Kaum perempuan bisa
dimobilisasi suaranya oleh pasangan maupun organisasi yang digelutinya.
Tahun 2009, Hasil survei litbang
Kompas menunjukkan bahwa pengaruh keagamaan serta pengaruh keluarga merupakan
dua hal yang paling mempengaruhi pilihan politik perempuan. Namun saat ini,
faktor-faktor tersebut di atas bisa jadi telah berubah. Di tengah arus
teknologi informasi yang semakin luas jangkauannya, memungkinkan perempuan
untuk mengakses informasi seluas-luasnya sebelum menentukan pilihan politiknya.
Demikian juga untuk pemilih pemula perempuan,
mereka akan mudah sekali terpengaruh oleh lingkungan atau grupnya. Terkadang
pilihan politik bukan pada baiknya program namun pada arus kekinian dan peran
media sosial sangat besar pengaruhnya terhadap preferensi politik perempuan.
Peluang inilah yang harus ditangkap
oleh calon kepala daerah maupun calon presiden yang akan maju pada pemilihan
langsung selanjutnya. Bagaimana mempromosikan program-program yang dekat dan
menjadi solusi bagi masalah perempuan. Program yang ditawarkan harus
mengakomodasi kepentingan perempuan dan memungkinkan perempuan untuk memperoleh
manfaat yang sama dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.
Dalam bidang ketenagakerjaan,
meninggalnya Adelina Lisau menghentak kesadaran bangsa indonesia. Buruh migran
yang selama ini menjadi salah satu penyumbang utama cadangan devisa Indonesia,
kurang mendapat perhatian dan perlindungan di negara asing. Pengangguran Indonesia
yang mencapai 7,04 juta orang mencerminkan ketidakmampuan dunia usaha dalam
menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk tidak terkecuali perempuan.
Hal ini menjadikan para perempuan
mengadu nasib ke luar negeri sebagai buruh migran untuk memperoleh penghasilan.
Bahkan upaya ini terkadang mengabaikan keselamatan dan keamanan dengan menjadi
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal. Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan
menjadikan TKI hanya bisa menjadi buruh kasar di rumah tangga maupun di
perkebunan yang sangat minim jaminan pelindungannya.
Penyediaan lapangan pekerjaan yang
pro perempuan sangat diperlukan. Jika dana desa mengakomodir pembangunan
infrastruktur di desa dengan padat karya tunai, maka perlu ditawarkan program
serupa untuk perempuan.
Perempuan secara fitrahnya
mengandung, melahirkan, dan mengasuh anak. Mereka cenderung menjadi yang terakhir makan, yang paling
tidak mungkin mengakses layanan kesehatan, dan secara rutin terjebak dalam
tugas domestik yang memakan waktu dan tidak dibayar.
Kondisi inilah yang menjadikan perempuan merupakan pihak yang paling rentan
dalam semua dimensi kemiskinan. Terlebih jika kondisi ideal dalam keluarga
ternyata jauh panggang dari api.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada
sebanyak 15,07 persen perempuan berstatus sebagai kepala rumah tangga yang
disebabkan oleh perceraian maupun kematian pasangannya. Bahkan dari seluruh
rumah tangga miskin di Indonesia, ada sebanyak 16,12 persen rumah tangga miskin
yang dikepalai oleh perempuan. Kondisi inilah yang memaksa perempuan untuk
bergerak guna memenuhi kebutuhan sosial ekonomi keluarganya.
Isu yang tidak kalah penting selanjutnya
adalah tentang kekerasan dalam rumah tangga. Faktor ekonomi sering menjadi pemicu
utama kekerasan tersebut. Oleh karena itu diperlukan pemberdayaan usaha rumah
tangga perempuan. Kenapa usaha rumah tangga? Agar perempuan masih bisa produktif
secara ekonomi tanpa harus meninggalkan kewajibannya dalam mengasuh dan
mendidik putra-putrinya di rumah. Pemberian aneka pelatihan, pemberian modal,
hingga membantu pemasaran merupakan program yang bisa ditawarkan oleh calon
kepala daerah kepada pemilih perempuan.
Pengalihan lebih banyak sumber daya
kepada perempuan akan meningkatkan derajat kapabilitas perempuan dan anak-anak terutama
pada keluarga miskin. Perempuan berperan besar dalam alokasi pengeluaran rumah
tangga miskin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Latin, bantuan
tunai yang disalurkan kepada perempuan telah terbukti meningkatkan alokasi
pengeluaran untuk anak-anak dan berpotensi mengurangi pengeluaran untuk alkohol
dan tembakau.
Oleh karena itu, apapun bentuk
bantuannya yang sifatnya tunai, bisa disalurkan kepada perempuan. Contoh
program sosial yang penyalurannya sudah melalui perempuan adalah Program
Keluarga Harapan (PKH). Sebuah langkah yang tepat jika tahun 2018 dan tahun-tahun
yang akan datang pemerintah menambah jumlah penerima bantuan PKH.
Penyediaan lapangan pekerjaan untuk
perempuan dan mengalihkan lebih banyak sumber daya kepada perempuan harus lebih
ditingkatkan. Tidak terkecuali menambah alokasi anggaran untuk meningkatkan
keterampilan bagi perempuan agar mampu bersaing dalam pasar tenaga kerja maupun
dalam berwirausaha. Program-program pro perempuan tersebut dapat ditawarkan
oleh calon kepala daerah maupun calon presiden guna menarik suara perempuan dalam
memberikan pilihan politiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar