Dalam tiga bulan terakhir harga beras mengalami
lonjakan yang disebabkan oleh pasokan beras yang menurun. Perum Bulog juga telah
melakukan 1.100 titik operasi pasar selama tiga bulan untuk menekan kenaikan
harga beras. Namun langkah pemerintah tersebut belum signifikan dalam
menurunkan harga beras. Hal ini tercermin pada harga rata-rata beras di Pasar Induk Beras Cipinang pada awal
Januari 2018 mencapai Rp 11.000 per kilogram, tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga
rata-rata beras medium I per
12/01/2017 mencapai Rp 12.000 per kg, sementara medium II Rp 11.850 per kg. Bahkan harga beras di beberapa daerah mencapai Rp13.000,--Rp.14,000,-.
Untuk Banten rata-rata harga eceran beras di
pasar mencapai Rp.12.400,-, sedangkan untuk beras medium II
harganya Rp.10.650,- jauh melebihi Harga Eceran
Tertinggi (HET). Dengan kenyataan tersebut Perum Bulog akan kembali menambah
operasi pasar menjadi 1800 tiitk di
seluruh Indonesia dengan
harapan akan menurunkan harga beras dalam 1-2 hari kedepan.
Perubahan
harga beras sangat sensitif karena pergerakannya akan sangat berpengaruh
terhadap kenaikan harga barang secara
umum. Selain itu karena beras merupakan makanan pokok hampir seluruh penduduk
Indonesia, sehingga kenaikan harganya akan berpengaruh terhadap pengeluaran dan
menurunkan kemampuan daya beli penduduk. Pada bulan Desember 2017 kenaikan harga beras
memberikan andil yang besar terhadap inflasi bahan makanan yang mencapai 0,46
persen.
Gejolak
yang terjadi pada harga beras ini disinyalir karena menipisnya stok beras yang berada di
tingkat petani, penggilingan, dan
pedagang beras. Menipisnya stok beras terjadi akibat
berkurangnya luas panen. Pada kondisi normal saja, luas panen di subround 3
(September, Oktober, November, Desember) setiap tahunnya mengalami penurunan
dibanding subround sebelumnya. Apalagi jika ditambah dengan bencana alam yang
terjadi pada akhir tahun 2017 ini, tentu hal ini semakin mengurangi produksi
beras nasional.
Ketersediaan stok beras tidak terlepas
dari data produksi
beras yang akurat. Ketersediaan stok beras yang akurat sangat penting dalam mengambil kebijakan untuk menjamin
kebutuhan pangan penduduk, bahkan dalam kondisi bencana sekalipun. Ketersediaan stok beras yang ideal juga
diperlukan untuk menjamin stabilitas harga beras di pasar sehingga tidak
memperburuk kondisi perekonomian
masyarakat.
Kenaikan harga beras saat ini bermula sejak dari
tingkat penggilingan. Selama bulan Desember harga gabah kering panen di tingkat
petani naik 2,69 persen dan harga beras medium di tingkat penggilingan naik
2,66 persen. Kenaikan ini merupakan tertinggi sepanjang tahun 2017. Pada Bulan
Desember Rata-rata harga beras kulaitas medium di penggilingan sebesar Rp.
9.526,00 per kilogram atau naik 2,66 persen.. Sedangkan harga kualitas rendah
di penggilingan sebesar Rp 9.309,00 per kilogram atau naik 2,98 persen. Dibandingkan dengan tahun 2016,
rata-rata harga beras semua kualitas mengalami kenaikan, untuk kualitas premium
naik 5,54 persen, kualitas medium naik 5,04 persen, dan kualitas rendah naik sebesar
7,52 persen. Kenaikan harga beras untuk semua kualitas ini melebihi kenaikan
harga barang/inflasi secara umum nasional dalam setahun terakhir.
Kenaikan harga beras ini tidak hanya merugikan
konsumen rumah tangga, namun juga mengganggu berbagai usaha ekonomi di sektor
yang lain. Berkurangnya pasokan gabah dari tingkat petani mengakibatkan
tutupnya banyak usaha penggilingan padi di daerah. Kenaikan harga beras juga
mengakibatkan ongkos produksi meningkat, terutama pada sektor industri makanan
berbahan baku beras dan usaha rumah
makan/restoran. Hal ini tentu berpengaruh terhadap penurunan jumlah produksi
dan akan menurunkan pendapatan usaha.
Beras
dan Kemiskinan
Kenaikan harga beras saat ini juga akan semakin memperberat
kondisi penduduk miskin di Indonesia. Hal ini karena pengeluaran beras menjadi penyumbang terbesar
dalam garis kemiskinan makanan. Konsumsi
beras masih menjadi pengeluaran yang paling besar bagi penduduk miskin. Dengan
harga beras yang meningkat maka diperlukan uang lebih banyak untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanannya, sehingga mengakibatkan alokasi untuk pengeluaran yang
lain semakin berkurang.
Kenaikan harga beras akan mengakibatkan kenaikan garis
kemiskinan sehingga akan menambah jumlah penduduk miskin. Penduduk hampir
miskin yang sebelumnya aman berada di atas garis kemiskinan dengan kenaikan
harga beras ini akan jatuh ke jurang kemiskinan. Padahal jumlah penduduk miskin
pada September 2017 sebelumnya sebanyak 10,12 persen atau telah mengalami penurunan 1,19 juta orang dalam
waktu 6 bulan. Tentu semua tidak menginginkan bahwa keberhasilan tersebut akan
kembali buyar dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin.
Stagnasi angka kemiskinan di angka 10 persen dalam
tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa penurunan
kemiskinan di Indonesia tidak mudah. Persentase jumlah penduduk miskin sebesar
10 persen memang dikenal sebagai batas kemiskinan kronis atau hardcore
poverty. Kemiskinan
kronis memiliki ciri utama yaitu derajat kapabilitas yang rendah pada tangkat
pendidikan dan kesehatan. Hal ini mengakibatkan program pengentasan kemiskinan
yang bersifat pemberdayaan tidak akan berpengaruh banyak dalam mendorong mereka
keluar dari kemiskinan.
Kemiskinan kronis ini bisa berkurang dengan adanya
berbagai program bantuan dan subsidi, termasuk bantuan pangan/beras. Keterlambatan
penyaluran bantuan seperti beras sejahtera (rastra) bahkan bisa menghambat
penurunan jumlah penduduk miskin. Hal tersebut terjadi pada kondisi Maret 2017,
dimana jumlah penduduk miskin naik 6,90 ribu orang yang diduga salah satunya
disebabkan oleh terlambatnya distribusi rastra.
Kenyataan di atas menunjukkan betapa kenaikan harga
beras menjadi masalah serius bagi penduduk Indonesia. Dibutuhkan penanganan
segera oleh pemerintah guna mengendalikan harga beras, karena hal ini
berhubungan dengan kebutuhan pangan sekaligus kesejahteraan penduduk Indonesia.
Dimuat di Radar Banten, 17 januari 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar