Harga beras mengalami lonjakan dalam tiga bulan
terakhir. Menurut pantauan dari Pusat
Informasi Harga Pangan Strategis Nasional harga beras mengalami kenaikan untuk semua kualitas.
Bahkan untuk beras kualitas bawah II di beberapa daerah sudah mencapai Rp.12.450,-.
Untuk DKI Jakarta harga rata-rata eceran beras kualitas bawah II mencapai Rp.
11.800,-,. Kenaikan harga beras ini berpotensi untuk meningkatkan jumlah
penduduk miskin di Indonesia. Hal ini karena beras merupakan penyumbang terbesar dalam garis kemiskinan.
Tentu semua tidak menginginkan keberhasilan pemerintah dalam menurunkan jumlah
penduduk miskin kembali buyar manakala jumlah penduduk miskin kembali
bertambah.
Untuk mengendalikan kenaikan harga beras, pemerintah
telah melakukan operasi pasar sebanyak 1.100 titik dalam tiga bulan terakhir. Meski
pemerintah telah menambah jumlah titik operasi pasar hingga
1800 titik, namun langkah tersebut belum
signifikan dalam menurunkan harga beras, Bahkan
harga beras semakin melambung dalam satu pekan terakhir. Kenaikan
harga beras ini
disebabkan oleh stok beras yang semakin menipis di tingkat petani,
penggilingan, dan pedagang. Atas dasar inilah pemerintah mengambil kebijakan
untuk melakukan impor beras.
Langkah
pemerintah dalam melakukan impor beras
menjadi sebuah polemik manakala masa panen hampir tiba. Dikhawatirkan beras
impor yang membanjiri pasaran akan menurunkan harga beras hingga merugikan
petani. Padahal petani di perdesaan merupakan pihak yang sangat rentan terhadap
kemiskinan. Menunggu hingga panen tiba juga bukan merupakan sebuah solusi jika
beras cadangan pemerintah juga semakin menipis untuk melakukan operasi pasar.
Untuk saat ini cara yang paling bisa dimanfaatkan untuk menurunkan harga beras
adalah dengan operasi pasar.
Operasi
pasar hanyalah langkah instan untuk menstabilkan harga beras di pasar. Kedepan
pemerintah harus mengindentifikasi pangkal utama permasalahan harga beras yaitu
pada ketersediaan informasi yang akurat tentang data produksi dan stok beras.
Dengan data yang akurat maka dapat diperhitungkan kebutuhan dan jangka waktu
ketersediaanya, sehingga ketika harus dilakukan imporpun sudah diperhitungkan
dengan masa panen tiba.
Meski
pemerintah telah melakukan operasi pasar, namun masyarakat enggan untuk membeli beras tersebut. Hal ini dikarenakan kualitas beras yang merupakan
stok lama, kurang putih, kurang pulen, dan berbagai alasan lainnya. Selera
masyarakat Indonesia yang tinggi ini mengakibatkan harga
beras tidak kunjung turun meski dilakukan operasi pasar berulang kali. Jika masyarakat kelas menengah atas masih kuat
menghadapi kenaikan harga beras, tidak demikian dengan
penduduk berpendapatan rendah.
Bagi penduduk berpendapatan rendah, kenaikan harga beras ini akan
menurunkan daya beli dan semakin memperdalam kemiskinan.
Beras memiliki arti penting bagi penduduk berpendapatan
rendah karena kenaikan harganya akan menambah jumlah pengeluaran untuk mencukupi
kebutuhan dasar hidupnya. Bagaimanapun beras masih menjadi pengeluaran terbesar bagi penduduk miskin, sehingga
kenaikan harganya akan menaikkan garis kemiskinan. Jangankan
kenaikan harganya, bahkan keterlambatan penyaluran beras sejahtera (rastra) saja
berpengaruh besar dalam menambah jumlah penduduk miskin sebagaimana yang
terjadi pada Bulan Maret 2017.
Penduduk hampir miskin yang sebelumnya aman berada di
atas garis kemiskinan dengan kenaikan harga beras ini akan jatuh ke jurang
kemiskinan. Padahal jumlah penduduk miskin pada September 2017 sebanyak 10,12
persen dan telah mengalami penurunan
1,19 juta orang jika
dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Penurunan ini tidak lepas dari berbagai
program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah. Tahun 2017 pemerintah
menggelontorkan anggaran untuk mengurangi kemiskinan senilai Rp 228,2 Triliun
atau meningkat 7,54 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tingkat
kemiskinan yang masih bertengger di sekitar angka 10 persen dalam tiga tahun
terakhir menunjukkan bahwa penurunan kemiskinan di Indonesia bukan hal yang
mudah. Persentase jumlah
penduduk miskin sebesar 10 persen memang dikenal sebagai batas kemiskinan
kronis atau hardcore poverty.
Kemiskinan kronis memiliki ciri utama yaitu derajat kapabilitas yang rendah
pada tingkat pendidikan dan kesehatan. Hal ini mengakibatkan program
pengentasan kemiskinan yang bersifat pemberdayaan tidak akan berpengaruh banyak
dalam mendorong mereka keluar dari kemiskinan.
Meski
pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan partisipasi kerja, namun
kesempatan kerja yang tersedia belum menciptakan decent work (pekerjaan yang layak) dan pro poor (memihak orang miskin). Oleh karena itu pertumbuhan
ekonomi harus difokuskan pada sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja
dan menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat miskin, seperti sektor tradable.
Sektor
tradable terdiri dari sektor primer
seperti pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan, dan penggalian serta
industri pengolahan. Pada periode 2010-2016 sektor tradable memiliki pertumbuhan ekonomi yang selalu di bawah
rata-rata. Hal ini mengakibatkan distribusi hasil pembangunan yang kurang menguntungkan
bagi 46,27 persen penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini.
Program padat karya cash dengan pemanfaatan dana desa bisa menjadi booster/pendorong dalam mengurangi
kemiskinan terutama di perdesaan.
Pemerintah
menargetkan jumlah penduduk miskin bisa ditekan hingga di bawah 10 persen pada
tahun 2018. Target tersebut dibarengi dengan keseriusan pemerintah dalam menambah
anggaran kemiskinan tahun 2018 menjadi 283,7 triliun atau meningkat 24,32
persen dari tahun sebelumnya. Pemerintah menyadari bahwa untuk menurunkan
kondisi kemiskinan yang kronis tersebut diperlukan aneka bantuan dan subsidi
yang langsung dapat dirasakan oleh penduduk miskin.
Dari
anggaran kemiskinan tersebut, porsi paling besar dialokasikan untuk subsidi
145,5 triliun, program indonesia pintar 10,5 triliun, program keluarga harapan
17,3 triliun, jamkesmas 25,5 T, bantuan pangan 20,8 T, bidik misi 4,1T, dan
dana desa 60 T. Dengan aneka bantuan tersebut harapannya kebutuhan pangan
minimal penduduk miskin akan tercukupi dan kualitas pendidikan serta kesehatan
meningkat sehingga mampu keluar dari jerat kemiskinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar