Halaman

Sabtu, 20 Januari 2018

Beras dan Kemiskinan


Harga beras mengalami lonjakan dalam tiga bulan terakhir. Menurut pantauan dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional harga beras mengalami kenaikan untuk semua kualitas. Bahkan untuk beras kualitas bawah II di beberapa daerah sudah mencapai Rp.12.450,-. Untuk DKI Jakarta harga rata-rata eceran beras kualitas bawah II mencapai Rp. 11.800,-,. Kenaikan harga beras ini berpotensi untuk meningkatkan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Hal ini karena beras merupakan penyumbang terbesar dalam garis kemiskinan. Tentu semua tidak menginginkan keberhasilan pemerintah dalam menurunkan jumlah penduduk miskin kembali buyar manakala jumlah penduduk miskin kembali bertambah.
Untuk mengendalikan kenaikan harga beras, pemerintah telah melakukan operasi pasar sebanyak 1.100 titik dalam tiga bulan terakhir. Meski pemerintah telah menambah jumlah titik operasi pasar hingga 1800 titik, namun langkah tersebut belum signifikan dalam menurunkan harga beras, Bahkan harga beras semakin melambung dalam satu pekan terakhir. Kenaikan harga beras ini disebabkan oleh stok beras yang semakin menipis di tingkat petani, penggilingan, dan pedagang. Atas dasar inilah pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan impor beras.
Langkah pemerintah dalam  melakukan impor beras menjadi sebuah polemik manakala masa panen hampir tiba. Dikhawatirkan beras impor yang membanjiri pasaran akan menurunkan harga beras hingga merugikan petani. Padahal petani di perdesaan merupakan pihak yang sangat rentan terhadap kemiskinan. Menunggu hingga panen tiba juga bukan merupakan sebuah solusi jika beras cadangan pemerintah juga semakin menipis untuk melakukan operasi pasar. Untuk saat ini cara yang paling bisa dimanfaatkan untuk menurunkan harga beras adalah dengan operasi pasar.
Operasi pasar hanyalah langkah instan untuk menstabilkan harga beras di pasar. Kedepan pemerintah harus mengindentifikasi pangkal utama permasalahan harga beras yaitu pada ketersediaan informasi yang akurat tentang data produksi dan stok beras. Dengan data yang akurat maka dapat diperhitungkan kebutuhan dan jangka waktu ketersediaanya, sehingga ketika harus dilakukan imporpun sudah diperhitungkan dengan masa panen tiba.
Meski pemerintah telah melakukan operasi pasar, namun masyarakat enggan untuk membeli beras tersebut. Hal ini dikarenakan kualitas beras yang merupakan stok lama, kurang putih, kurang pulen, dan berbagai alasan lainnya. Selera masyarakat Indonesia yang tinggi ini mengakibatkan harga beras tidak kunjung turun meski dilakukan operasi pasar berulang kali. Jika masyarakat kelas menengah atas masih kuat menghadapi kenaikan harga beras, tidak demikian dengan penduduk berpendapatan rendah. Bagi penduduk berpendapatan rendah, kenaikan harga beras ini akan menurunkan daya beli dan semakin memperdalam kemiskinan.
Beras memiliki arti penting bagi penduduk berpendapatan rendah karena kenaikan harganya akan menambah jumlah pengeluaran untuk mencukupi kebutuhan dasar hidupnya. Bagaimanapun beras masih menjadi pengeluaran terbesar bagi penduduk miskin, sehingga kenaikan harganya akan menaikkan garis kemiskinan. Jangankan kenaikan harganya, bahkan keterlambatan penyaluran beras sejahtera (rastra) saja berpengaruh besar dalam menambah jumlah penduduk miskin sebagaimana yang terjadi pada Bulan Maret 2017.
Penduduk hampir miskin yang sebelumnya aman berada di atas garis kemiskinan dengan kenaikan harga beras ini akan jatuh ke jurang kemiskinan. Padahal jumlah penduduk miskin pada September 2017 sebanyak 10,12 persen dan  telah mengalami penurunan 1,19 juta orang jika dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Penurunan ini tidak lepas dari berbagai program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah. Tahun 2017 pemerintah menggelontorkan anggaran untuk mengurangi kemiskinan senilai Rp 228,2 Triliun atau meningkat 7,54 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tingkat kemiskinan yang masih bertengger di sekitar angka 10 persen dalam tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa penurunan kemiskinan di Indonesia bukan hal yang mudah. Persentase jumlah penduduk miskin sebesar 10 persen memang dikenal sebagai batas kemiskinan kronis atau hardcore poverty. Kemiskinan kronis memiliki ciri utama yaitu derajat kapabilitas yang rendah pada tingkat pendidikan dan kesehatan. Hal ini mengakibatkan program pengentasan kemiskinan yang bersifat pemberdayaan tidak akan berpengaruh banyak dalam mendorong mereka keluar dari kemiskinan.
Meski pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan partisipasi kerja, namun kesempatan kerja yang tersedia belum menciptakan decent work (pekerjaan yang layak) dan pro poor (memihak orang miskin). Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi harus difokuskan pada sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat miskin, seperti sektor tradable.
Sektor tradable terdiri dari sektor primer seperti pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan, dan penggalian serta industri pengolahan. Pada periode 2010-2016 sektor tradable memiliki pertumbuhan ekonomi yang selalu di bawah rata-rata. Hal ini mengakibatkan distribusi hasil pembangunan yang kurang menguntungkan bagi 46,27 persen penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Program padat karya cash dengan pemanfaatan dana desa bisa menjadi booster/pendorong dalam mengurangi kemiskinan terutama di perdesaan.
Pemerintah menargetkan jumlah penduduk miskin bisa ditekan hingga di bawah 10 persen pada tahun 2018. Target tersebut dibarengi dengan keseriusan pemerintah dalam menambah anggaran kemiskinan tahun 2018 menjadi 283,7 triliun atau meningkat 24,32 persen dari tahun sebelumnya. Pemerintah menyadari bahwa untuk menurunkan kondisi kemiskinan yang kronis tersebut diperlukan aneka bantuan dan subsidi yang langsung dapat dirasakan oleh penduduk miskin.

Dari anggaran kemiskinan tersebut, porsi paling besar dialokasikan untuk subsidi 145,5 triliun, program indonesia pintar 10,5 triliun, program keluarga harapan 17,3 triliun, jamkesmas 25,5 T, bantuan pangan 20,8 T, bidik misi 4,1T, dan dana desa 60 T. Dengan aneka bantuan tersebut harapannya kebutuhan pangan minimal penduduk miskin akan tercukupi dan kualitas pendidikan serta kesehatan meningkat sehingga mampu keluar dari jerat kemiskinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#138 Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas

  (Dimuat di Kolom Opini Republika, 25 November 2022) Perekonomian Indonesia mampu tumbuh mengesankan di tengah ancaman resesi global saat i...