Ditengah penolakan terhadap
pemberlakuan PP No.78
Tahun 2015 tentang
pengaturan kenaikan Upah Minimum Propinsi
(UMP), Badan Pusat
Statistik merilis angka pertumbuhan ekonomi dan kondisi ketenagakerjaan di Propinsi
Banten yang layak kita cermati. Sebagaimana diketahui bahwa formula
baru UMP memasukkan angka pertumbuhan
ekonomi dan tingkat inflasi dalam menghitung kenaikannya.
Keberhasilan pemerintah Propinsi Banten
dalam memacu pertumbuhan ekonomi hingga 5,35 persen pada triwulan III tahun
2016 telah menambah penyerapan tenaga
kerja hingga 263 ribu tenaga kerja dalam setahun
terakhir. Artinya setiap pertumbuhan ekonomi di Banten sebesar 1 persen akan menyerap tenaga kerja baru sebanyak 49.159
orang. Rasio penyerapan tenaga kerja terhadap
pertumbuhan ekonomi ini masih jauh dibawah rasio penyerapan tenaga kerja
nasional. Karena secara
nasional pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen akan menambah penyerapan tenaga kerja sebanyak
715.140 orang.
Capaian Banten yang mampu menurunkan jumlah
pengangguran hingga 11 ribu orang dalam setahun terakhir sehingga menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) dari 9,55 persen menjadi 8,92 persen pada kondisi
Agustus 2016 patut diapresiasi.
Namun demikian tingkat pengangguran Banten ini masih jauh diatas tingkat pengangguran nasional yang nilainya 5,61 persen.
Apakah yang menyebabkan demikian?
Sedangkan perekonomian Banten berperan 6,93
persen
dalam perekonomian di Pulau
Jawa, dan menyumbang 4,09
persen terhadap perekonomian nasional. Apakah tenaga kerja yang terserap setiap tahun bukan merupakan
penduduk Banten itu sendiri?
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan industri di
Banten ibarat magnet bagi angkatan kerja di luar Banten. Dengan berbekal
pendidikan dan ketrampilan yang cukup mereka berani bersaing di pasar tenaga
kerja. Sehingga angkatan kerja Banten yang hanya mengandalkan pendidikan
seadanya dan ketrampilan yang pas-pasan tidak akan mampu bersaing dengan tenaga
kerja dari luar Banten. Maka sudah menjadi suatu keharusan bagi angkatan kerja
di Banten untuk memiliki ketrampilan dengan sertifikasi kompetensi sebagai
salah satu syarat untuk memasuki persaingan dalam pasar tenaga kerja.
Pertumbuhan ekonomi Banten yang
berada diatas pertumbuhan ekonomi nasional mampu menggerakkan seluruh sektor
perekonomian dan mampu menyerap tenaga kerja hampir di semua sektor usaha. Namun hal yang sangat aneh terjadi pada sektor
industri pengolahan. Padahal industri
pengolahan merupakan sektor yang
paling dominan dalam menopang perekonomian Banten. Dengan kontribusinya sebesar
32,40 persen dan pertumbuhan ekonominya
sebesar 3,31 persen, sektor industri justru mengalami penurunan jumlah tenaga kerja. Dalam setahun terkahir terjadi penurunan jumlah tenaga
kerja pada sektor industri sebesar 81 ribu orang.
Artinya setiap pertumbuhan sektor industri sebesar 1 persen akan dibarengi
dengan pengurangan jumlah tenaga kerja sebanyak 24.472 orang. Dengan kenyataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa investasi yang
masuk pada sektor industri merupakan investasi padat modal yang memanfaatkan
teknologi tinggi, bukan investasi padat karya yang akan menyerap tenaga kerja
baru.
Perhatian
Serius Bagi
Buruh
Tidak dapat dipungkiri
bahwa industri pengolahan merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga
kerja di Propinsi Banten setelah sektor perdagangan, rumah makan dan jasa. Ada sebanyak 1.117.000
tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor industri di Banten. Sehingga
fluktuasi atau perkembangan ekonomi pada sektor industri akan berpengaruh besar
terhadap masalah ketenagakerjaan di Banten. Apalagi setelah kita cermati, bahwa
pertumbuhan yang terjadi pada sektor industri tidak dibarengi dengan penyerapan
tenaga kerja baru, namun justru terjadi penurunan jumlah tenaga kerja. Sehingga
hal ini harus menjadi kewaspadaan bagi pekerja di Banten khususnya yang bekerja
pada sektor industri.
Ditengah
gelombang tuntutan kenaikan UMP dan penolakan pemberlakuan PP Nomor 78 Tahun
2015, apabila tidak disikapi dengan bijak, maka hal ini justru bisa menjadi
bumerang bagi buruh itu sendiri. Karena bagi sektor industri di Banten, untuk meningkatkan
produktifitas lebih efisien dengan menambah investasi
padat modal dan berteknologi tinggi daripada dengan menambah jumlah
tenaga kerja. Sehingga dalam jangka
panjang, penggunaan tenaga kerja di sektor industri akan berkurang dan akan tergantikan
oleh penggunaan teknologi mesin.
Hal yang harus menjadi perhatian serius bagi
pemerintah adalah jumlah angkatan kerja yang terus mengalami peningkatan tiap tahun harus
dibarengi dengan penyediaan lapangan kerja yang baru. Pada tahun ini saja jumlah
angkatan kerja meningkat sebanyak 253 ribu orang. Bisa dibayangkan dengan jumlah angkatan kerja yang
terus meningkat setiap tahun, sedangkan penyerapan angkatan kerjanya lambat,
maka dalam jangka panjang hal ini justru akan semakin meningkatkan angka pengangguran
di Banten. Padahal dengan meningkatnya pengangguran akan menimbulkan berbagai
masalah seperti kemiskinan, kerawanan sosial, hingga kejahatan yang mengganggu
stabilitas regional.
Untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan di Banten,
kehadiran pemerintah mutlak diperlukan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi
hendaknya mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja di semua sektor usaha
sehingga dapat mensejahterakan masyarakat. Diperlukan
peran pemerintah dalam
bentuk regulasi ketenegakerjaan yang
melindungi tenaga kerja dan dalam bentuk
pelatihan untuk meningkatkan
ketrampilan/skills bagi angkatan
kerja. Pelatihan yang bukan lagi asal terlaksana dan
menghabiskan anggaran, namun pelatihan yang mampu melihat peluang dan
permintaan pasar dengan memanfaatkan teknologi informasi yang terus berkembang. Sehingga permasalahan ketenagakerjaan di Banten bisa
teratasi seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Dimuat di harian Kabar Banten, 9 November 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar