Pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan 3 tahun 2017 sebesar 5,62
persen dan jauh melampui pertumbuhan ekonomi nasional yang nilainya sebesar
5,06 persen. Namun demikian pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan ini belum
mampu mengurangi tingkat pengangguran di Provinsi Banten. Bahkan pada kondisi
Agustus 2017 tingkat pengangguran terbuka di Banten mencapai 9,28 persen dan
menempati urutan kedua tertinggi di indonesia. Apakah ada yang salah sehingga
pertumbuhan ekonomi tersebut tidak mampu menyerap tenaga kerja di Banten?
Jumlah pengangguran di Banten dalam beberapa tahun terakhir relatif
stagnan diatas 450 ribu orang dan lambat sekali untuk turun, padahal
pertumbuhan ekonomi Banten hampir selalu diatas pertumbuhan ekonomi nasional.
Bahkan persentase pengangguran di Banten selalu di atas rata-rata pengangguran
nasional yang pada kondisi Agustus 2017 nilainya sebesar 5,5 persen.
Pertumbuhan ekonomi Banten dalam setahun terakhir telah mampu
menggerakkan semua sektor lapangan usaha. Namun ada beberapa sektor ekonomi
yang pertumbuhannya kurang berkualitas karena tidak mampu menyerap tenaga
kerja. Sektor yang paling banyak mengalami penurunan jumlah tenaga kerja adalah
sektor konstruksi. Dalam setahun terakhir sektor konstruksi mampu tumbuh
sebesar 8,45 persen, namun jumlah tenaga kerjanya menurun sebanyak 161 ribu
orang. Upaya pemerintah untuk menggenjot infrastruktur dalam setahun terakhir
ternyata tidak mampu menyerap tenaga kerja di Banten.
Sektor lain yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja adalah
sektor pertanian dengan penurunan sebanyak 30 ribu orang, padahal pertanian
tumbuh 5,06 persen. Hal ini mengindikasikan telah terjadi peningkatan
mekanisasi pada sektor pertanian, sehingga mengurangi kebutuhan tenaga kerja
manusia di sektor pertanian.
Untuk sektor perdagangan, akomodasi, dan rumah makan yang tumbuh 8,74
persen juga terjadi penurunan tenaga kerja sebanyak 3 ribu orang. Penurunan ini
bisa jadi karena dampak menurunnya penjualan retail di tanah air yang
mengakibatkan pengurangan jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan. Penurunan
penjualan retail ini terkait erat dengan penurunan daya beli masyarakat ekonomi
bawah sebagai akibat dari meningkatnya pengangguran dan tingkat kemiskinan.
Industri pengolahan yang merupakan penopang terbesar perekonomian
Banten dengan kontribusi sebesar 32,40 persen hanya tumbuh 2,46 persen dalam
satu tahun terakhir. Meski peranannya terbesar namun pertumbuhannya mangalami
perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,63
persen. Dalam setahun terakhir sektor industri menyerap tenaga kerja baru
sebanyak 129 ribu orang yang artinya setiap pertumbuhan sebesar 1 persen akan
menyerap tenaga kerja baru sebanyak 52.439 orang. Dengan demikian, apabila
hanya mengandalkan sektor formal saja maka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,62
persen tidak akan cukup untuk menyerap seluruh pengangguran di Banten.
Dalam 1 tahun terakhir terdapat pengurangan jumlah karyawan/buruh
sebanyak 85 ribu orang. Sedangkan untuk usaha yang dibantu oleh buruh ada
penurunan sebanyak 132 unit usaha. Selain itu terjadi kenaikan jumlah orang
yang berusaha sendiri sebanyak 255 orang yang kemungkinan berasal dari 132 pengusaha
yang tadinya dibantu buruh dan tambahan usaha perseorangan baru sebanyak 123
ribu orang.
Tingkat pengangguran tertinggi di Banten didominasi oleh lulusan
SMK sebanyak 14,25 persen dan SMA sebanyak 12,72 persen. Artinya dari 100 orang
lulusan SMK ada 15 orang yang mengangggur, demikian juga dari 100 lulusan SMA
ada 13 orang yang menganggur. Hal ini mengindikasikan apakah pendidikan vokasi
sekarang sudah tidak kompatibel dengan kebutuhan dunia usaha? Perlu dikaji
ulang kurikulum pendidikan atas di Indonesia untuk mengatasi membengkaknya
pengangguran pada level pendidika tersebut. Di tengah perkembangan teknologi informasi
yang semakin canggih, maka pembelajaran berbasis teknologi informasi harus
diperbanyak agar sesuai dengan kebutuhan usaha saat ini.
Dilihat dari sebaran wilayahnya, pengangguran di Banten paling
tinggi di Kabupaten Serang sebanyak 13 persen, Kota Cilegon sebanyak 11,88
persen, dan Kabupaten Tangerang sebanyak 10,57 persen. Menjadi sebuah hal yang
menarik untuk dikaji karena pengangguran tertinggi justru terjadi pada wilayah
yang padat industri. Padahal serapan tenaga kerja dari sektor industri mengalami
peningkatan dalam setahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin
banyak penduduk usia produktif yang migrasi masuk ke tiga kabupaten tersebut
namun tidak tertampung oleh usaha yang ada.
Rencana Presiden Jokowi untuk menggulirkan program padat karya cash
bisa menjadi solusi di Banten untuk mengurangi pengangguran. Program padat
karya yang akan diselenggarakan untuk pembangunan infrastruktur di perdesaan
akan memberdayakan masyarakat dan pembayarannya dilakukan secara tunai sehingga
bisa segera dimanfaatkan oleh penduduk untuk meningkatkan daya beli. Peningkatan
daya beli ini akan meningkatkan kesejahteraan penduduk sekaligus menggerakkan
roda perekonomian.
Masalah
pengangguran ini apabila tidak segera diselesaikan maka akan semakin menambah
beban penduduk, dengan kemampuan daya beli yang rendah maka akan menambah
jumlah penduduk miskin di Banten. Tidak hanya jumlahnya yang meningkat namun
juga tingkat keparahan dan kedalaman semakin meningkat sehingga semakin sulit
untuk dikeluarkan dari garis kemiskinan. Perlu kerja keras dari pemerintah untk
membuka lapangan usaha baru sekaligus mendorong angkatan kerja untuk melakukan
wirausaha agar pengangguran menurun dan kesejahteraan penduduk meningkat.
(Dimuat Di Kora Satelitnews, Desember 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar