Halaman

Senin, 13 November 2017

Stagnasi Angka Pengangguran Banten

Pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan 3 tahun 2017 sebesar 5,62 persen dan jauh melampui pertumbuhan ekonomi nasional yang nilainya sebesar 5,06 persen. Namun demikian pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan ini belum mampu mengurangi tingkat pengangguran di Provinsi Banten. Bahkan pada kondisi Agustus 2017 tingkat pengangguran terbuka di Banten mencapai 9,28 persen dan menempati urutan kedua tertinggi di indonesia. Apakah ada yang salah sehingga pertumbuhan ekonomi tersebut tidak mampu menyerap tenaga kerja di Banten?
Jumlah pengangguran di Banten dalam beberapa tahun terakhir relatif stagnan diatas 450 ribu orang dan lambat sekali untuk turun, padahal pertumbuhan ekonomi Banten hampir selalu diatas pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan persentase pengangguran di Banten selalu di atas rata-rata pengangguran nasional yang pada kondisi Agustus 2017 nilainya sebesar 5,5 persen.
Pertumbuhan ekonomi Banten dalam setahun terakhir telah mampu menggerakkan semua sektor lapangan usaha. Namun ada beberapa sektor ekonomi yang pertumbuhannya kurang berkualitas karena tidak mampu menyerap tenaga kerja. Sektor yang paling banyak mengalami penurunan jumlah tenaga kerja adalah sektor konstruksi. Dalam setahun terakhir sektor konstruksi mampu tumbuh sebesar 8,45 persen, namun jumlah tenaga kerjanya menurun sebanyak 161 ribu orang. Upaya pemerintah untuk menggenjot infrastruktur dalam setahun terakhir ternyata tidak mampu menyerap tenaga kerja di Banten.
Sektor lain yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja adalah sektor pertanian dengan penurunan sebanyak 30 ribu orang, padahal pertanian tumbuh 5,06 persen. Hal ini mengindikasikan telah terjadi peningkatan mekanisasi pada sektor pertanian, sehingga mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia di sektor pertanian.
Untuk sektor perdagangan, akomodasi, dan rumah makan yang tumbuh 8,74 persen juga terjadi penurunan tenaga kerja sebanyak 3 ribu orang. Penurunan ini bisa jadi karena dampak menurunnya penjualan retail di tanah air yang mengakibatkan pengurangan jumlah tenaga kerja di sektor perdagangan. Penurunan penjualan retail ini terkait erat dengan penurunan daya beli masyarakat ekonomi bawah sebagai akibat dari meningkatnya pengangguran dan tingkat kemiskinan.
Industri pengolahan yang merupakan penopang terbesar perekonomian Banten dengan kontribusi sebesar 32,40 persen hanya tumbuh 2,46 persen dalam satu tahun terakhir. Meski peranannya terbesar namun pertumbuhannya mangalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,63 persen. Dalam setahun terakhir sektor industri menyerap tenaga kerja baru sebanyak 129 ribu orang yang artinya setiap pertumbuhan sebesar 1 persen akan menyerap tenaga kerja baru sebanyak 52.439 orang. Dengan demikian, apabila hanya mengandalkan sektor formal saja maka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,62 persen tidak akan cukup untuk menyerap seluruh pengangguran di Banten.
Dalam 1 tahun terakhir terdapat pengurangan jumlah karyawan/buruh sebanyak 85 ribu orang. Sedangkan untuk usaha yang dibantu oleh buruh ada penurunan sebanyak 132 unit usaha. Selain itu terjadi kenaikan jumlah orang yang berusaha sendiri sebanyak 255 orang yang kemungkinan berasal dari 132 pengusaha yang tadinya dibantu buruh dan tambahan usaha perseorangan baru sebanyak 123 ribu orang.
Tingkat pengangguran tertinggi di Banten didominasi oleh lulusan SMK sebanyak 14,25 persen dan SMA sebanyak 12,72 persen. Artinya dari 100 orang lulusan SMK ada 15 orang yang mengangggur, demikian juga dari 100 lulusan SMA ada 13 orang yang menganggur. Hal ini mengindikasikan apakah pendidikan vokasi sekarang sudah tidak kompatibel dengan kebutuhan dunia usaha? Perlu dikaji ulang kurikulum pendidikan atas di Indonesia untuk mengatasi membengkaknya pengangguran pada level pendidika tersebut. Di tengah perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih, maka pembelajaran berbasis teknologi informasi harus diperbanyak agar sesuai dengan kebutuhan usaha saat ini.
Dilihat dari sebaran wilayahnya, pengangguran di Banten paling tinggi di Kabupaten Serang sebanyak 13 persen, Kota Cilegon sebanyak 11,88 persen, dan Kabupaten Tangerang sebanyak 10,57 persen. Menjadi sebuah hal yang menarik untuk dikaji karena pengangguran tertinggi justru terjadi pada wilayah yang padat industri. Padahal serapan tenaga kerja dari sektor industri mengalami peningkatan dalam setahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak penduduk usia produktif yang migrasi masuk ke tiga kabupaten tersebut namun tidak tertampung oleh usaha yang ada.
Rencana Presiden Jokowi untuk menggulirkan program padat karya cash bisa menjadi solusi di Banten untuk mengurangi pengangguran. Program padat karya yang akan diselenggarakan untuk pembangunan infrastruktur di perdesaan akan memberdayakan masyarakat dan pembayarannya dilakukan secara tunai sehingga bisa segera dimanfaatkan oleh penduduk untuk meningkatkan daya beli. Peningkatan daya beli ini akan meningkatkan kesejahteraan penduduk sekaligus menggerakkan roda perekonomian.
Masalah pengangguran ini apabila tidak segera diselesaikan maka akan semakin menambah beban penduduk, dengan kemampuan daya beli yang rendah maka akan menambah jumlah penduduk miskin di Banten. Tidak hanya jumlahnya yang meningkat namun juga tingkat keparahan dan kedalaman semakin meningkat sehingga semakin sulit untuk dikeluarkan dari garis kemiskinan. Perlu kerja keras dari pemerintah untk membuka lapangan usaha baru sekaligus mendorong angkatan kerja untuk melakukan wirausaha agar pengangguran menurun dan kesejahteraan penduduk meningkat.

(Dimuat Di Kora Satelitnews, Desember 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#138 Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas

  (Dimuat di Kolom Opini Republika, 25 November 2022) Perekonomian Indonesia mampu tumbuh mengesankan di tengah ancaman resesi global saat i...