(Dimuat di Harian Analisa, 15 November 2017)
Jalan tol sebagai salah satu program unggulan pembangunan
infrastruktur pemerintah telah terbukti mempunyai dampak yang besar terhadap
perekonomian. Tidak terkecuali jalan tol trans Jawa yang akan menggantikan
jalur nasional dari Anyer hingga Banyuwangi. Harus diakui, keberadaan jalur
nasional selama ini telah menjadi tempat usaha dan sumber pendapatan bagi
ratusan ribu masyarakat sekitar. Dengan dibangunnya jalan tol trans Jawa, bagaimana
dengan nasib ribuan usaha mikro kecil di sepanjang jalur nasional tersebut?
Keberadaan jalan tol akan mempermudah dan mempercepat distribusi
barang dan modal sehingga akan menumbuhkan perekonomian di daerah. Pembangunan
infrastruktur jalan raya yang masif dalam 3 tahun ini dilakukan untuk menutup
jurang ketimpangan antar daerah dan ketimpangan pendapatan masyarakat. Keberhasilan
program ini tercermin dari penurunan indeks gini rasio dari 0,408 pada Maret
2015 menjadi 0,393 pada Maret 2017. Perekonomian yang tumbuh sebesar 5,01
persen dalam setahun terakhir telah mampu mengurangi pengangguran dari 5,81
persen pada Februari 2015 menjadi 5,33
persen pada Februari 2017. Demikian juga dengan kemiskinan yang mengalami
penurunan dari 11,13 persen pada Maret 2015 menjadi 10,64 persen pada Maret
2017.
Angka-angka indikator ekonomi diatas memang menunjukkan
keberhasilan dan perbaikan. Namun bagaimana imbas pembangunan jalan tol
tersebut bagi perekonomian masyarakat? Terutama bagi mereka para pedagang dan
pelaku usaha di sepanjang jalur nasional. Mereka yang selama ini diuntungkan oleh
pengguna jalan nasional akan ditinggalkan oleh pembeli karena pengguna jalan
beralih ke jalan tol. Sehingga secara tidak langsung akan menurunkan pendapatan
hingga berakhir pada tutupnya usaha.
Hal tersebut harus menjadi perhatian pemerintah jika tujuan dari
pembangunan infrastruktur ini salah satunya untuk pemerataan ekonomi. Jangan
sampai pembangunan masif ini hanya menguntungkan pihak swasta dengan modal
besar tanpa menyentuh ekonomi rakyat. Keberadaan jalan tol ini tidak hanya memberikan
pelayanan dan kenyamanan bagi masyarakat kelas menengah atas saja, namun juga
mampu memberdayakan masyarakat bawah. Contoh pada tol
Purwakarta-Bandung-Cileunyi (Purbaleunyi) di Jawa Barat yang keberadaannya telah
mematikan banyak sentra ekonomi karena pengguna jalan lebih memilih tol
daripada jalur lama. Sebagaimana yang disampaikan oleh Deden Syarif kepada
media bahwa dulu penghasilannya dari jualan tape bisa mencapai Rp. 1 juta,
namun setelah tol dibangun, untuk mendapatkan Rp.10 ribu per hari sangat susah.
Jika tol Purbaleunyi saja telah mematikan banyak sentra ekonomi,
bagaimana dengan tol trans Jawa yang membentang sepanjang Pulau Jawa dan membelah
banyak kabupaten kota di Jawa? Tentu akan ada ribuan usaha mikro kecil yang
terpinggirkan karena pengguna jalan nasional lebih memilih jalan tol untuk
efektifitas dan kenyamanannya. Usaha mikro kecil yang bergerak di penyediaan
makan minum, penjualan oleh-oleh khas hingga penyediaan aneka jasa akan
berkurang pendapatannya. Hal ini akan menimbulkan kerugian pada kelompok
industri mikro kecil. Padahal kita semua tahu, bahwa industri mikro kecil
inilah yang banyak menopang kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia.
Keberadaan usaha mikro kecil yang membentang di sepanjang jalur
nasional harus mendapat perhatian pemerintah. Jangan sampai usaha mikro kecil
ini mengalami kebangkrutan sehingga meningkatkan kemiskinan dan pengangguran.
Perlu upaya dari pemerintah daerah untuk meningkatkan daya tarik di
masing-masing kabupaten kota yang dilewati jalur tol. Dengan keragaman budaya
dan makanan khas hingga potensi wisata setiap daerah, diharapkan mampu menarik
pengguna jalan untuk singgah dan berbelanja.
Pemberian wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengelola tempat
peristirahatan (rest area) diyakini akan mampu menekan dampak tersebut. Rest
area bagi pengguna tol sangat penting keberadaanya untuk istirahat, makan minum
hingga MCK. Jika selama ini rest area dikelola oleh swasta, maka hanya pemilik
modal besar saja yang mampu menyewa tempat usaha. Berbeda jika pemerintah daerah
yang mengelola maka pengelolaan lahan akan diprioritaskan untuk usaha
masyarakat.
Pembentukan koperasi daerah yang menaungi usaha mikro kecil di
setiap rest area bisa menjadi solusi. Setiap warga di masing-masing daerah
berhak untuk memasarkan produk unggulannya melalui koperasi. Demikian juga
untuk usaha penyediaan makan minum, mereka akan diberikan peluang untuk membuka
lapak dengan sewa usaha yang lebih murah. Penambahan gerai oleh-oleh baik
makanan minuman maupun kerajinan hingga kain batik khas, akan menggeliatkan
ekonomi kerakyatan. Impian untuk menjadikan setiap rest area sebagai etalase
bagi daerah setempat bukan tidak mungkin dilakukan.
Penataan
yang menarik hingga penyediaan aneka fasilitas menjadikan rest area tidak
sekedar tempat untuk melepas lelah, namun bisa menjadi tempat wisata baru bagi
pengguna jalan tol. Terlebih di era digital seperti sekarang, setiap lokasi
yang layak unggah (uploadable) di
berbagai media sosial, maka hal tersebut akan menjadi ajang promosi gratis bagi
tempat tersebut. Dengan demikian keberadaan jalan tol ini tidak hanya
menguntungkan pemerintah dan swasta saja, namun mampu menyentuh ekonomi
masyarakat secara luas sehingga tujuan untuk mengurangi ketimpangan akan
tercapai.
(Dimuat di Harian Analisa, 15 November 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar