Upah Minimum Kabupaten (UMK) telah disahkan oleh Gubernur Banten dengan kenaikan sebesar 8,71 persen. Kenaikan ini sudah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 dengan memasukkan komponen inflasi nasional 3,72 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional 4,99 persen. Selalu menjadi polemik setiap tahun manakala pihak buruh tidak menerima kenaikan UMK tersebut karena dinilai belum memenuhi kebutuhan hidup layak bagi pekerja/buruh.
Dalam sepekan kemarin pihak buruh beberapa kali melakukan aksinya
di Kantor Pusat Pemerintahan Provinsi Banten untuk meminta Gubernur Banten agar
kenaikan UMK sesuai dengan yang diajukan oleh Kabupaten/Kota. Berdasarkan
keputusan Gubernur Banten, UMK tertinggi pada Kota Cilegon Rp. 3.622.214,61,
selanjutnya Kota Tangerang Rp. 3.582.076,99 dan Kabupaten Tangerang serta Kota
Tangerang Selatan dengan nilai yang sama yaitu Rp. 3.555.834,67. Untuk UMK
Kabupaten Serang Rp. 3.542.714,50, Kota Serang Rp. 3.116.275,76, Kabupaten
Pandeglang Rp. 2.353.549,14, dan paling kecil UMK Kabupaten Lebak Rp.
2.312.384,00.
Kenaikan UMK sudah memasukkan unsur pertumbuhan ekonomi dan inflasi
tahunan. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kemampuan pihak pengusaha dan
prospek usaha selanjutnya. Sedangkan inflasi mengakomodir kenaikan harga
kebutuhan hidup dari buruh/karyawan. Untuk daerah tertentu yang Upah Minimum
Propinsi (UMP) nya belum mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) periode
sebelumnya, maka masih ada kenaikan UMP yang terhutang sehingga akan diberikan
di tahun selanjutnya. Sehingga tidak mengherankan jika ada beberapa Propinsi di
Indonesia yang kenaikan UMP nya melebihi dari 8,71 persen.
Yang harus menjadi perhatian adalah, meski pertumbuhan ekonomi
Banten cukup menggembirakan dengan berada diatas level nasional, namun
pengangguran di Banten juga tidak kalah mengkhawatirkan. Tentunya yang perlu
mendapat perhatian pemerintah tidak hanya kesejahteraan buruh saja, namun juga
bagaimana pengangguran yang banyak tersebut terserap di berbagai sektor
ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2017
tingkat pengangguran di Banten mencapai 9,28 persen. Angka pengangguran sebesar
ini menempatkan Banten berada pada urutan kedua tertinggi tingkat penganggurannya
di Indonesia. Tingkat pengangguran di Banten paling tinggi di Kabupaten Serang
sebanyak 13 persen, Kota Cilegon sebanyak 11,88 persen, dan Kabupaten Tangerang
sebanyak 10,57 persen. Menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji, mengingat
ketiga kabupaten kota tersebut merupakan sentra industri dengan UMK yang tinggi
di Banten.
Selain itu perlu diingat bahwa saat ini tengah terjadi penurunan
penjualan retail yang mengakibatkan tutupnya beberapa jaringan retail besar di
tanah air. Sebut saja Ramayana, Giant, Lotus, hingga Matahari departemen store
yang menutup sebagian gerainya di beberapa kota besar di Indonesia. Artinya,
dari pihak pengusahapun terutama pengusaha di sektor perdagangan tengah
dihadapkan pada situasi yang sulit ketika permintaan turun sedangkan di satu
sisi buruh menghendaki kenaikan upah minimum yang lebih besar.
Penurunan jumlah karyawan/buruh sebanyak 85 ribu orang dalam
setahun terakhir di Banten juga patut direnungkan. Ketika permintaan dan
penjualan menurun, maka pelaku usaha akan melakukan efisiensi salah satunya
dengan pengurangan tenaga kerja. Harus lebih bijak melihat hal ini, karena kita
tidak ingin pelemahan daya beli retail ini akan semakin menambah jumlah
pengangguran.
Betul bahwa penopang terbesar perekonomian Banten adalah sektor
industri pengolahan yang berorientasi ekspor. Namun dalam setahun terakhir
pertumbuhan ekonomi sektor tersebut mengalami perlambatan, dari 3,63 persen
menjadi 2,46 persen pada triwulan tiga 2017. Meski industri pengolahan
mengalami peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja baru, namun untuk sektor
ekonomi yang lain seperti perdagangan dan konstruksi mengalami penurunan jumlah
tenaga kerja. Padahal sektor perdagangan dan konstruksi merupakan dua sektor
terbesar yang menopang perekonomian Banten setelah sektor industri pengolahan.
Dengan demikian, di tengah lesunya daya beli, seperti saat
ini, kondisi perekonomian juga harus diperhatikan. Kenaikan upah akan
meningkatkan daya beli sehingga akan meningkatkan pengeluaran dan menggerakkan
perekonomian. Tentu hal ini akan menguntungkan pengusaha dan pemerintah karena
iklim investasi semakin kondusif. Demikian juga ketika kesejahteraan buruh
meningkat, maka produktifitas kerja juga akan meningkat yang pada akhirnya juga
akan menguntungkan perusahaan.
Namun keberlangsungan usaha yang ada di Banten juga tidak boleh
diabaikan,. kenaikan UMK yang terlalu tinggi berpotensi menyebabkan
relokasi industri ke Provinsi lain dengan UMK yang lebih kecil. Bahkan negara
tetangga seperti Vietnam, siap menampung perusahaan yang hengkang dari
Indonesia ke negaranya. Selain itu, harus dicegah pula peningkatan jumlah
pengangguran yang mengakibatkan daya beli masyarakat semakin menurun sehingga
kesejahteraan penduduk juga akan menurun.
Bagi pemerintah kenaikan UMK ini tentu perlu kebijaksanaan dalam
menyikapinya. Pemerintah sebagai penengah antara pihak buruh dan pengusaha
tentu menginginkan kebaikan bagi kedua belah pihak tanpa keluar dari peraturan
yang berlaku. Kenaikan UMK akan meningkatkan kesejahteraan buruh yang tidak lain
bagian dari penduduk itu sendiri. Demikian juga kenaikan UMK harapannya tidak
mengganggu keberlangsungan usaha sehingga mampu menyerap lebih banyak tenaga
kerja guna mengurangi pengangguran. Kondisi yang harmoni antara kebutuhan buruh
dan pelaku usaha diperlukan guna menjaga pertumbuhan ekonomi Banten agar
semakin berkualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar