Small is beautifull.
Mungkin ini ungkapan yang pas untuk menggambarkan keberadaan Usaha Mikro Kecil
(UMK) di Indonesia. UMK yang saat ini berjumlah 26,71 juta unit usaha atau
98,33 persen dari seluruh jumlah usaha yang ada di Indonesia telah mampu
memberikan banyak manfaat bagi rakyat Indonesia. Meski secara perekonomian
nasional peran UMK ini sangat kecil dalam membentuk Produk Domestik Bruto,
namun keberadaannya telah turut serta menggerakkan roda ekonomi dan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan definisinya UMK adalah usaha yang memiliki omset paling
banyak 2,5 M dalam setahun. Sedangkan untuk industri pengolahan yang masuk dalam
kategori UMK adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 20 orang.
Dirinci menurut jenis lapangan usaha, Usaha Mikro Kecil (UMK) di
Indonesia didominasi oleh sektor perdagangan (46,26 persen), penyediaan akomodasi
dan makan minum (16,93 persen), dan industri pengolahan (16,65 persen). Sedangkan
apabila dilihat dari sebaran keberadaan usaha, ada sebanyak 32,36 juta (60,32
persen) UMK berada di pulau Jawa. Hal ini harus menjadi catatan bagi pemerintah
bahwa keberadaan UMK masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sehingga perlu
dikembangkan untuk pulau-pulau yang lain dengan memanfaatkan sumberdaya lokal
yang ada.
Keberadaan UMK dengan jumlahnya yang banyak dan berperan dalam
perekonomian tersebut, harus mendapat perhatian maksimal terutama dari
pemerintah. Karena jumlah UMK yang dominan telah mampu menyerap banyak tenaga
kerja di Indonesia. Sehingga hal ini akan mengurangi jumlah pengangguran di
Indonesia yang masih cukup tinggi.
Jumlah pengangguran di Indonesia
pada kondisi Februari 2017 mencapai 7,01 juta orang. Penyelesaian masalah
pengangguran ini tidak bisa hanya mengandalkan program dari pemerintah yang
sifatnya padat karya saja, namun dibutuhkan kerjasama dengan masyarakat. Hal
ini dengan menciptakan lapangan usaha baru yang mampu menyerap angkatan kerja
yang terus meningkat setiap tahun. Terlebih menjelang era bonus demografi
dimana usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia nonproduktif. Bonus demografi ini akan menjadi
berkah dan bermanfaat jika dibarengi dengan kualitas sumber daya manusia yang
memiliki daya saing dan tersedianya lapangan pekerjaan yang mampu menampung
mereka. Karena jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka hal tersebut akan
menambah beban bagi pemerintah karena semakin tingginya tingkat pengangguran
dan tingkat kemiskinan di masyarakat.
UMK menjadi salah satu wadah yang mampu menampung tenaga kerja
tersebut. Karena berdasarkan penyerapan tenaga kerja, UMK menjadi tumpuan hidup
bagi 53,64 juta (76,28 persen) tenaga kerja di Indonesia. Sedangkan untuk usaha
menengah besar hanya mampu menampung 16,68 juta tenaga kerja atau 23,72 persen.
Sebaran tenaga kerja untuk UMK paling banyak di sektor perdagangan (31,81
persen), sektor industri pengolahan (22,75 persen), dan sektor akomodasi dan penyediaan
makan minum (11,97 persen). Sedangkan sisanya 33,47 persen berusaha di sektor
usaha yang lainnya.
Pertumbuhan UMK tidak hanya menimbulkan dampak positif dalam
penyerapan angkatan kerja, namun juga berperan dalam pengurangan jumlah
penduduk miskin, pemerataan pendapatan, dan pembangunan ekonomi di perdesaan.
Selain itu UMK merupakan ujung tombak dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Karena UMK mampu memberikan tambahan pendapatan bagi penduduk terutama di
perdesaan. Selain itu keberadaan UMK juga membantu para petani dalam penyerapan
produk pertanian sehingga akan meningkatkan daya beli petani di perdesaan.
Mengingat pada umumnya UMK secara intensif menggunakan sumberdaya lokal termasuk
produk hasil pertanian dalam proses produksinya.
Pada kondisi September 2016, jumlah penduduk miskin di Indonesia
mencapai 27,76 juta jiwa atau 10,70 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Hal
ini berarti bahwa dari 100 orang penduduk Indonesia terdapat 11 orang dalam
kondisi miskin, yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Demikian
juga dengan ketimpangan pendapatan yang masih terjadi di Indonesia, dimana
kelompok pengeluaran 40 persen terbawah hanya menyumbang 17,11 persen dari seluruh
pengeluaran penduduk Indonesia. Sedangkan 20 persen masyarakat kelas atas
menguasai 46,56 persen dari seluruh pengeluaran di Indonesia.
Keberadaan usaha mikro kecil telah mampu mengurangi tingkat ketimpangan
ekonomi di masyarakat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah penduduk
yang berwirausaha dalam satu tahun terakhir sebanyak 1,8 juta orang. Sebagian
besar wirausahawan baru ini berusaha pada sektor perdagangan, konstruksi,
industri pengolahan, dan angkutan. Hal ini terjadi karena semakin kondusifnya
iklim usaha di Indonesia terutama untuk usaha mikro kecil.
Meningkatnya jumlah penduduk yang bergerak di bidang UMK ini
mengakibatkan peningkatan distribusi pengeluaran pada kelas menengah di
Indonesia dari 34,70 persen pada September 2015 menjadi 36,33 persen pada
kondisi September 2016. Peningkatan distribusi pengeluaran ini mampu mengurangi
ketimpangan dengan kelas masyarakat diatasnya, karena peningkatan pengeluaran ini
menjadi salah satu indikator peningkatan pendapatan dan kesejahteraan penduduk
di Indonesia. Meski demikian, peningkatan kesejahteraan pada kelas menengah
tersebut belum diikuti oleh 40 persen masyarakat kelas bawah di Indonesia. Sehingga
perlu diintensifkan pelatihan kewirausahaan terutama pada masyarakat kelas
bawah untuk menciptakan wirausaha baru guna meningkatkan kesejahteraan dan mempersempit
tingkat ketimpangan ekonomi.
Selain peran penting UMK di atas, UMK juga merupakan usaha yang telah
terbukti tahan terhadap hantaman krisis moneter karena UMK merupakan usaha riil
yang berhubungan langsung dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat, dan tidak
bergerak dalam moneter. Hal ini dikarenakan sebagian besar UMK belum
memanfaatkan layanan perbankan dan lebih banyak memanfaatkan sumberdaya lokal, sehingga
krisis keuangan tidak berpengaruh besar terhadap keberlangsungan usaha dari UMK
ini.
Dengan melihat peran penting dari usaha mikro kecil tersebut, maka
harus menjadi perhatian bagi pemerintah. Bagaimana membina dan memberikan
kemudahan bagi UMK sehingga bisa naik kelas menjadi usaha menengah besar yang
mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja dan memberikan sumbangan yang lebih
besar dalam pembentukan perekonomian nasional. Termasuk juga memberikan
pelatihan dan fasilitas kepada masyarakat guna mendorong terciptanya usaha mikro
kecil yang baru. Sehingga tingkat pengangguran akan semakin rendah, tingkat
kemiskinan semakin kecil, dan kesejahteraan masyarakat akan tercapai.
Dimuat di harian Kabar Banten, 24 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar