Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama islam, bulan
suci Ramadhan tentu menjadi momen yang ditunggu oleh sebagian besar masyarakat.
Bulan suci nan mulia dimana seluruh umat muslim berpuasa dan banyak beramal
ibadah karena dilipatgandakan pahalanya.
Ketika bulan
Ramadhan, meski umat Islam berpuasa disiang hari namun konsumsi masyarakat akan
meningkat terutama untuk bahan makanan. Apabila Ramadhan menjelang, akan kita
jumpai aneka jenis makanan pada setiap harinya menjelang buka puasa. Bahkan untuk
berbagai jenis makanan yang tidak akan kita temui pada hari-hari biasa di luar
bulan Ramadhan. Karena setelah berpuasa sepanjang hari, setiap keluarga tentu ingin
menghidangkan makanan yang lebih enak dan lebih banyak dibanding hari-hari
biasa. Pola konsumsi yang sifatnya musimam ini mengakibatkan permintaan terhadap
hampir semua bahan makanan akan meningkat selama bulan Ramadhan.
Meningkatnya
permintaan bahan makanan ini apabila tidak dibarengi dengan ketersediaan barang
maka akan menyebabkan peningkatan harga jual barang di pasar. Masih segar dalam
ingatan kita bagaimana terjadinya lonjakan harga cabai merah dan cabai rawit
pada akhir tahun 2016 yang nilainya melebihi harga 1 kilogram daging sapi
segar. Peningkatan harga cabai ini mendorong terjadinya inflasi atau kenaikan
harga barang-barang secara umum. Hal itu baru terjadi pada satu komoditas cabai
merah saja. Bisa dibayangkan apabila permintaan semua barang kebutuhan konsumsi
meningkat secara bersama-sama di bulan Ramadhan, maka perlu antisipasi terhadap
ketersediaan pangan menjelang bulan suci Ramadhan.
Selain itu pada tanggal
1 Mei 2017 pemerintah telah menaikkan tarif dasar listrik untuk pelanggan 900VA
dan nanti pada tanggal 1 Juni 2017 pemerintah akan kembali menaikkan tarif
tersebut menjadi Rp.1.352,-. Kenaikan tarif dasar listrik yang bersamaan dengan
bulan Ramadhan dan Idul Fitri ini akan mendorong terjadinya inflasi di bulan
Mei dan Juni. Pada saat harga kebutuhan barang konsumsi naik ditambah dengan
kenaikan tarif dasar listrik maka hal ini semakin menurunkan daya beli terutama
pada masyarakat dengan penghasilan tetap dan masyarakat kelas bawah.
Inflasi yang
terjadi pada bulan April nilainya sebesar 0,09 persen terjadi karena adanya
kenaikan harga barang-barang pada kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau
(0,12 persen), semua kelompok sandang/pakaian dan alas kaki (0,49 persen),
perhiasan emas, hingga kenaikan harga pada bahan bakar, listrik, dan air (3,3
persen). Apalagi saat ini bulan Ramadhan sudah semakin dekat, maka kenaikan
harga kebutuhan makanan, sandang, perhiasan akan semakin naik seiring dengan
meningkatnya permintaan dari masyarakat. Ditambah dengan kenaikan TDL, maka
diperkirakan inflasi bulan Mei dan Juni akan lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi
yang terjadi pada bulan April 2017.
Meningkatnya
permintaan masyarakat pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri ini akan mendorong
pertumbuhan ekonomi pada triwulan dua 2017. Meningkatnya permintaan akan
mendorong pada peningkatan jumlah produksi barang dan jasa sehingga akan
meningkatkan perekonomian. Demikian juga dari sisi pengeluaran masyarakat juga akan
mengalami peningkatan. Namun bagi masyarakat berpenghasilan tetap hal ini jelas
akan mengurangi tabungan/simpanan uang rumah tangga.
Apakah inflasi ini
selalu merugikan? Bagi konsumen tentu hal ini sangat merugikan, karena menurunkan
daya beli. Namun inflasi ideal yang nilainya sebesar 2 hingga 4 persen pertahun
akan menggerakkan perekonomian. Hal ini akan menguntungkan bagi produsen dan
penyedia bahan baku produksi. Kenaikan permintaan dan harga komoditas akan
meningkatkan keuntungan bagi produsen. Demikian juga bagi penyedia bahan baku
produksi seperti petani. Kenaikan harga kebutuhan konsumsi yang berasal dari
produk pertanian akan meningkatkan kesejahteraan petani. Harapannya nilai tukar
petani akan meningkat diatas angka 100, yang berarti kenaikan harga harga
produk pertanian lebih tinggi dari kenaikan biaya produksi dan harga barang
konsumsi. Dengan nilai tukar petani diatas 100 artinya petani mengalami surplus/untung
sehingga kesejahteraannya meningkat. Namun apabila kenaikan harga produk
pertanian ini lebih banyak dinikmati oleh pedagang/tengkulak karena panjangnya
rantai distribusi barang, maka petani akan semakin menderita. Hal tersebut
dikarenakan kenaikan harga kebutuhan barang konsumsi tidak sebanding dengan
kenaikan harga komoditas pertanian yang dihasilkan.
Persoalan yang
harus menjadi perhatian pemerintah untuk mengantisipasi inflasi adalah menjamin
ketersediaan bahan pangan terutama menjelang bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri,
sehingga kenaikan harga barang akan terkendali. Ketika kenaikan harga barang
tidak dapat dicegah, maka memperpendek rantai distribusi barang akan mengurangi
ongkos transportasi sehingga mampu menekan harga jual. Selain itu memperbanyak
melakukan operasi pasar dengan harga murah bisa menjadi salah satu solusi bagi
masyarakat terutama untuk barang-barang yang harganya mudah bergejolak dan
dibutuhkan dalam jumlah banyak seperti beras, gula pasir, minyak goreng, cabai,
bawang merah, bawang putih, daging sapi, dan lain sebagainya.
Dimuat di harian Satelit News, 15 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar