Pada akhir tahun 2016 kemarin,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati
Klaten di Jawa Tengah. Penangkapan ini semakin menambah daftar politisi
perempuan yang terjerat kasus korupsi di Indonesia. Padahal dengan terpilihnya
kepala daerah perempuan selain meningkatkan hak dan ruang bagi perempuan dalam
berpolitik sehingga menjadi sama dengan laki-laki juga diharapkan mampu
memperbaiki citra politisi dan mampu mengurangi kasus korupsi yang terjadi di
Indonesia.
Menurut kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sedangkan
menurut Robert Klitgaard, Pengertian Korupsi adalah suatu
tingkah laku yang meyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara,
dimana untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri
pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan
pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi
Masalah korupsi di Indonesia ibarat
penyakit dalam yang akut, yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu, perlu
didukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Agar berhasil,
pemberantasan korupsi perlu melibatkan seluruh elemen dan komponen bangsa
dengan tidak memberikan peluang dan kesempatan bagi siapapun untuk melakukan
korupsi. Disamping itu juga mendukung langkah pemerintah dalam hal ini Komisi
Pemberantasan Korupsi untuk mengusut tuntas kasus-kasus korupsi yang merugikan
keuangan negara.
Pada tahun 2015 peringkat Indonesia pada indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan
Transparency International mengalami kenaikan menjadi 88 dari 175 negara setelah
pada tahun sebelumnya pada peringkat 107. Angka ini masih jauh di bawah
negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapura. Sedangkan Indeks
Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia tahun 2015 sebesar 3,59 (dalam kategori “Anti
Korupsi”) dalam skala 0 sampai 5. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan
capaian tahun 2014 (3,61) namun masih lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2012
(3,55). Indeks perilaku Anti Korupsi (IPAK) dihitung melalui Survei Anti
Korupsi (SPAK) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. SPAK ditujukan untuk
mengukur tingkat permisifitas masyarakat terhadap perilkau korupsi dengan
menggunakan indeks anti korupsi dan berbagai indikator tunggal perilaku
anti korupsi. Data yang dikumpulkan mencakup pendapat terhadap kebiasaan di
masyarakat dan pengalaman berhubungan dengan layanan publik dalam hal perilaku
penyuapan, pemerasan, dan nepotisme.
Kasus korupsi tidak hanya terjadi pada pejabat
publik laki-laki namun juga pada pejabat publik atau politisi perempuan. Tidak dapat dipungkiri, di era
globalisasi seperti sekarang banyak perempuan yang beraktifitas di ruang publik.
Ditengah isu kesetaraan gender dan keadilan gender, banyak kaum perempuan yang
mempunyai kesempatan dan peluang lebih besar untuk berpartisipasi di berbagai
bidang kehidupan. Hal ini didukung oleh capaian pendidikan perempuan yang semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Salah satu alat ukur yang digunakan untuk melihat sejauh
mana tingkat pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada
tahun 2015 nilai IPM untuk perempuan di Indonesia sebesar 66,98 atau mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan IPM untuk perempuan pada tahun 2014 yang
nilainya sebesar 66,27. Sedangkan salah satu alat ukur untuk mengukur peran
aktif perempuan dalam ekonomi dan politik dengan menggunakan Indeks
Pemberdayaan Gender (IPG). Pada tahun 2015 IPG Indonesia sebesar 70,83 atau
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang nilainya
sebesar 70,68.
Dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) capaian pendidikan untuk
perempuan di semua jenjang pendidikan juga mengalami peningkatan. Angka
Partisipasi Murni (APM) perempuan untuk jenjang SMP pada tahun 2009 sebesar
68,12 persen dan meningkat menjadi 79,54
persen pada tahun 2015. Sedangkan untuk jenjang SMA angka APM pada tahun 2009 sebesar
44,20 persen dan mengalami peningkatan menjadi 60,77 persen pada tahun 2015. Dengan
meningkatnya jenjang pendidikan ini menjadikan kesempatan kerja bagi perempuan
semakin meningkat.
Berdasarkan hasil survei angkatan
kerja nasional (Sakernas) BPS mencatat terjadi peningkatan angka partisipasi
angkatan kerja perempuan dalam 10 tahun terakhir, dari 49,23 persen pada tahun
2004 menjadi 50,22 persen pada tahun 2014. Demikian juga untuk keterlibatan
perempuan di pemerintahan juga mengalami peningkatan dari 46,49 persen pada
tahun 2010 menjadi hampir 50 persen pada tahun 2015. Angka-angka tersebut
menunjukkan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan jumlah perempuan yang
bekerja di sektor publik. Sedangkan untuk kepala daerah perempuan yang menang
dalam pilkada serentak pada tahun 2015 mencapai 46 orang. Satu hal yang tidak boleh terlupakan bagi perempuan yang
aktif di sektor publik adalah menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai
istri dan ibu bagi putra putrinya. Bagaimanapun peran
sebagai seorang istri dan seorang ibu adalah peran yang pertama dan utama
sebelum menjadi yang lainnya. Sehingga perlu adanya keseimbangan antara peran
perempuan di sektor publik dan sektor domestik. Kesuksesan seorang perempuan di
dalam rumah tangga akan mampu membawa kesuksesan bagi dirinya di luar rumah.
Capaian besar bagi perempuan dalam berpartisipasi pada sektor publik ini hendaknya dimanfaatkan sebagai peluang
untuk turut serta membangun bangsa sesuai dengan kapasitas dan perannya masing-masing. Apapun
peran publik yang diambil oleh perempuan maupun laki-laki hendaknya tidak bertentangan dengan
nilai-nilai agama dan moral. Terlebih lagi bagi perempuan yang duduk di lembaga
legislatif dan eksekutif,
seharusnya mampu memberikan
kontribusi positif dalam menentukan arah kebijakan dan pembangunan menuju Bangsa Indonesia yang lebih baik.
Dimuat di harian Satelit News, 26 januari
2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar