Pemerintah Provinsi di seluruh Indonesia telah menetapkan
besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang berlaku mulai tanggal 1 Januari
2017. Penetapan UMK ini menimbulkan protes ketidakpuasan dari buruh karena
tidak mencerminkan kebutuhan hidup layak bagi pekerja lajang. Selain menyisakan
ketidakpuasan dan tuntutan pencabutan PP No.58 Tahun 2015, penetapan UMK tahun
inipun menyisakan kesenjangan yang semakin lebar antar Kabupaten/Kota di
seluruh Indonesia.
Untuk tahun 2017 UMK paling tinggi di Indonesia masih
dipegang oleh Kabupaten Karawang sebesar Rp.3.605.000, Kabupaten Bekasi sebesar
Rp.3.601.000, dan Kota Bekasi sebesar Rp.3.530.000. Tingginya besaran UMK di
tiga kabupaten/kota tersebut akan menarik angkatan kerja dari daerah lain untuk
melakukan migrasi demi memperoleh upah kerja yang layak. Sehingga hal ini akan
semakin mempersengit pasar tenaga kerja di wilayah tersebut.
Disparitas UMK antar daerah adalah suatu keniscayaan.
Karena kebutuhan hidup layak antar wilayah berbeda meski komponen penyusunnya
sama. Hal ini terkait dengan perbedaan tingkat
harga barang-barang komponen penyusun Komponen Hidup Layak (KHL). Selain
itu kemampuan ekonomi dan struktur perekonomian masing-masing daerah juga
berbeda. Sehingga penyamaan upah minimum di seluruh daerah adalah sebuah
kemustahilan.
Penetapan UMK 2017 didasarkan pada besaran UMK tahun
2016 yang sebelumnya telah dihitung berdasarkan survei kebutuhan hidup layak yang
dilakukan oleh dewan pengupahan daerah ditambah dengan pertumbuhan ekonomi dan
tingkat inflasi. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kemampuan pihak pengusaha
dalam merespon kenaikan upah sekaligus mencerminkan produktifitas usaha. Sedangkan
inflasi mencerminkan beban kenaikan harga kebutuhan hidup yang harus ditanggung
oleh pekerja atau buruh. Memasukkan komponen inflasi memungkinkan daya beli
buruh secara riil akan terjaga. Sehingga dengan formula baru tersebut dapat
dipastikan bahwa UMK setiap tahun akan mengalami kenaikan. Namun demikian apakah
kenaikan tersebut mampu direspon baik oleh pihak pengusaha? Karena secara
ekonomi berarti ada peningkatan biaya produksi minimal sebesar 8,25 persen. Sehingga
pengusaha harus mampu meningkatkan produksinya minimal 8,25 persen agar
terhindar dari kebangkrutan.
Karena kemampuan setiap industri berbeda-beda, maka untuk
menghindari kebangkrutan tersebut tidak sedikit industri yang berpikir untuk memindahkan
lokasi usahanya ke daerah yang upahnya lebih rendah. Terutama industri yang
terletak di daerah dengan UMK tinggi seperti Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi,
dan Kota Bekasi. Sangat dimungkinkan perusahaan industri yang ada di ketiga
wilayah tersebut akan melakukan relokasi industri, yaitu dengan memindahkan
lokasi industri untuk menekan upah buruh sebagai salah satu komponen biaya
produksi. Bersyukur apabila perusahaan besar memindahkan usahanya masih dalam
wilayah NKRI, karena jika memindahkannya ke luar negeri seperti Vietnam yang upah
buruhnya masih murah maka hal tersebut akan merugikan bagi perekonomian
Indonesia.
Tinggi rendahnya UMK juga menjadi salah satu pertimbangan
bagi investor untuk menanamkan modalnya di suatu wilayah. Investor akan memilih
daerah dengan UMK rendah untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan
keuntungan usaha. Terlebih pemerintah telah merencanakan pembentukan kawasan
industri baru untuk menopang pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan ekonomi
dan industri nasional. Salah satu kawasan industri yang baru saja diresmikan
oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto adalah Kawasan Industri Kendal
(KIK) di Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Kawasan industri yang akan dibangun
diatas lahan seluas 2700 hektare ini diperkirakan akan menyerap tenaga kerja
hingga 500.000 orang. Dalam satu tahun terakhir, telah
ada 20 investor yang menanamkan modal di KIK dengan investasi sebesar Rp 4,3
triliun. Dari 20 perusahaan yang ada, tenaga
kerja yang terserap diperkirakan sebanyak
4.000 orang.
Kawasan Industri Kendal (KIK) akan menjadi new rising star bagi perekonomian Jawa
Tengah dan nasional. Selain lokasinya yang strategis menghadap ke pantai utara Pulau
Jawa, tingkat upah buruh di Kabupaten Kendal juga masih rendah. Untuk tahun
2017 UMK Kab. Kendal ditetapkan sebesar Rp. 1.774.867 atau kurang dari setengah
UMK Kab. Karawang dan Bekasi. Jelas hal ini akan menjadi magnet bagi investor
untuk menanamkan modalnya di kawasan industri baru ini. Dengan upah buruh yang
rendah diharapkan akan meningkatkan keuntungan usaha.
Relokasi industri ini bagi daerah yang ditinggalkan
akan berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran dan dapat menurunkan
tingkat kesejahteraan masyarakat. Selain itu juga akan memperlambat pertumbuhan
sektor ekonomi yang lain karena daya beli masyarakat di daerah tersebut akan
berkurang. Hal ini tentu akan sangat merugikan masyarakat dan pemerintah
daerah.
Sedangkan bagi daerah yang dituju, relokasi industri
menjadi berkah tersendiri. Karena selain akan menyerap tenaga kerja di wilayah
tersebut, akan meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu keberadaan
industri baru akan menghidupkan sektor ekonomi lainnya di wilayah tersebut. Namun
demikian masalah sosial juga pasti akan muncul, karena keberadaan kawasan industri
baru bagaikan magnet bagi penduduk dari luar wilayah untuk melakukan
urbanisasi. Sehingga persaingan tenaga kerja dan usaha akan semakin sengit,
demikian juga persaingan hidup.
Berkah tersebut akan tercipta jika disertai dengan kesiapan
dari pemerintah terutama dalam hal pembangunan infrastruktur dan kemudahan
regulasi. Perbaikan infrastruktur harus sesuai dengan potensi kegiatan ekonomi daerah
sehingga akan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi. Harapannya dalam jangka
panjang akan tercipta pemerataan ekonomi dan memperkecil ketimpangan kesejahteraan
penduduk antar wilayah di Indonesia.
Dimuat di harian Analisa,12 januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar