Keberhasilan pemerintah dalam memacu
pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2016 hingga 5,02 persen ditengah
penghematan anggaran belanja negara patut diapresiai. Dari sisi
ketenagakerjaan, pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada semua sektor tersebut telah
mampu menyerap angkatan kerja baru sebanyak 3,59 juta orang dan menurunkan
jumlah pengangguran sebanyak 530 ribu orang dalam satu tahun terakhir. Hal ini
berarti bahwa setiap pertumbuhan ekonomi 1 persen mampu menyerap angkatan kerja
baru sebanyak 715.140 orang.
Namun hal yang mengejutkan terjadi
pada sektor konstruksi. Ketika hampir semua sektor ekonomi mampu menyerap
angkatan kerja baru, sektor konstruksi yang tumbuh sebesar 6,56 persen justru
mengalami penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 230 ribu orang. Kegagalan
sektor konstruksi dalam menyerap tenaga kerja ini menyiratkan sebuah
pertanyaan. Apakah ini merupakan imbas dari desas desus yang selama ini beredar
tentang pinjaman
bilateral dari luar negeri?
Karena seperti diketahui bahwa pinjaman bilateral sebagian besar digunakan
untuk pembangunan infrastruktur. Dan dalam perjanjian tersebut juga mensyaratkan
pembangunan infrastruktur dilakukan oleh perusahaan asing dan pekerja yang
melakukan juga berasal dari luar negeri. Tidak hanya pekerja untuk pekerjaan
yang sifatnya manajerial namun juga untuk pekerjaan kasar pun dibawa dari negara
asal investor.
Jika desas desus itu benar maka
diperlukan pengaturan kebijakan tentang pengendalian TKA yang masuk beserta
investasi tersebut agar tidak berdampak buruk pada penyerapan tenaga kerja
domestik. Masuknya investasi asing bagi Indonesia di tengah anggaran pendapatan
negara yang defisit merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri. Akan tetapi tanpa
pengaturan kebijakan, tenaga kerja domestik akan tersingkir yang pada akhirnya
akan meningkatkan pengangguran dan menimbulkan banyak masalah sosial baru di
masyarakat.
Dari jumlah pengangguran yang
mencapai 7,03 juta ada sebanyak 606.689 orang yang hanya berpendidikan SMP kebawah.
Sedangkan sektor konstruksi yang paling mungkin menyerap tenaga kerja dengan
pendidikan rendah tersebut ternyata malah mengalami penurunan penyerapan tenaga
kerja meski sektor tersebut mengalami pertumbuhan.
Penurunan
jumlah tenaga kerja pada sektor konstruksi ini semakin mengkonfirmasi tentang
banyaknya berita di media tentang TKA ilegal yang tertangkap di berbagai proyek
infrastruktur di Indonesia hingga yang terbaru tentang WNA ilegal yang bercocok
tanam cabai di Suka Makmur, Bogor. Kasus TKA ilegal ini seperti fenomena gunung
es, mereka yang datang secara ilegal bisa jadi jumlahnya lebih banyak dari yang
terungkap selama ini. Apakah ini ada hubungannya juga dengan kebijakan bebas
visa terhadap turis asing dari 169 negara yang menjadi pintu masuk bagi TKA
ilegal?
Tidak
dapat dipungkiri bahwa jumlah wisatawan mancanegara pada tahun ini mengalami
lonjakan yang luar biasa. Bahkan pada bulan Juli hingga September kunjungan
wisman lebih dari 1 juta orang/bulan. Sampai dengan Bulan September 2016,
jumlah kunjungan wisman mencapai 8.362.963 orang atau mengalami peningkatan
8,51 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2015. Jika pada tahun-tahun
sebelumnya wisatawan asal Singapura, Malaysia, dan Australia mendominasi kunjungan
wisman ke Indonesia, maka pada tahun 2016 ini wisman asal China yang paling
banyak dengan jumlah 14,24 persen dari seluruh kunjungan, disusul wisman
Singapura, Malaysia, dan Australia.
Apabila
lonjakan wisman ini ada korelasi dengan banyaknya TKA ilegal yang tertangkap,
maka perlu dievaluasi kembali kebijakan bebas visa tersebut. Betul bahwa
meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan akan memberikan banyak keuntungan bagi
Indonesia, karena akan menggerakkan denyut perekonomian di Indonesia. Namun
juga perlu dipikirkan dampak buruk dari masuknya TKA ilegal ini, apalagi
ditengah tingkat pengangguran yang cukup tinggi di Indonesia.
Masuknya TKA ilegal ini semakin
menambah berat masalah ketenagakerjaan kita. Ditengah kurangnya lapangan
pekerjaan dalam negeri hingga mengakibatkan banyak anak bangsa yang
mempertaruhkan hidupnya dengan menjadi TKI ilegal di luar negeri. Sebuah ironi
yang menyayat hati. Cukuplah peristiwa tenggelamnya kapal motor (2/11/2016)
yang menewaskan 54 TKI ilegal menjadi pelajaran penting bagi negeri ini. Betapa
masalah ketenagakerjaan kita memerlukan penanganan segera.
Kehadiran
pemerintah mutlak diperlukan dalam bentuk regulasi ketenagakerjaan dan dalam
bentuk pelatihan kewirausahaan untuk menciptakan lapangan usaha bagi 3,06 juta
angkatan kerja baru setiap tahunnya. Pelatihan untuk meningkatkan nilai
tambah produk lokal dan strategi pemasaran yang memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi saat ini. Harapannya selain angka pengangguran dapat ditekan juga
kesejahteraan masyarakat Indonesia bisa merata dan meningkat untuk masa yang
akan datang.
Dimuat di harian Bali Post, 10 Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar