Halaman

Jumat, 02 Desember 2016

Mancermati Angka Ketenagakerjaan Jatim


              Keberhasilan pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam memacu pertumbuhan ekonomi hingga 5,61 persen pada triwulan III tahun 2016 ternyata tidak mampu menambah penyerapan tenaga kerja baru dalam setahun terakhir. Hal ini terbukti dengan menurunnya jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 253 ribu orang. Artinya dalam setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen dibarengi dengan pengurangan jumlah tenaga kerja sebanyak 45.099 orang.
            Jumlah pengangguran di Jatim yang mencapai 839,28 ribu orang didominasi oleh lulusan SMA dan SMK. Meski jumlah pengangguran lulusan SMK masih tinggi namun hal ini menunjukkan sinyal positif bahwa tujuan awal SMK untuk mencetak tenaga kerja siap pakai telah menunjukkan hasilnya. Terbukti dalam setahun terakhir lulusan SMK paling banyak terserap dalam bursa tenaga kerja. Berbeda dengan lulusan SMA yang justru mengalami peningkatan jumlah pengangguran.
            Namun ada yang hal perlu dicermati dalam perekonomian Jatim yang telah mneyumbang 14,92 persen terhadap perekonomian nasional. Meski semua sektor mengalami pertumbuhan namun hanya sektor industri yang mengalami penyerapan tenaga kerja meski jumlahnya kurang signifikan. Sedangkan untuk sektor lainnya mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja, tidak terkecuali sektor pertanian, konstruksi, dan perdagangan yang memiliki kontribusi cukup besar dalam perekonomian Jatim.  
Industri dengan kontribusinya sebesar 28,51 persen menjadi sektor yang paling dominan dalam menopang perekonomian Jatim. Meskipun sektor industri tumbuh sebesar 4,61 persen, namun hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 66 ribu orang dalam setahun terakhir. Artinya setiap pertumbuhan sektor  industri sebesar 1 persen dibarengi dengan penambahan jumlah tenaga kerja sebanyak 14.317 orang. Dengan kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa investasi yang masuk pada sektor industri merupakan investasi padat karya yang masih memerlukan penambahan tenaga kerja untuk meningkatkan produktifitasnya. Sehingga ini masih menjadi peluang bagi angkatan kerja di Jatim.  
            Demikian juga untuk sektor konstruksi yang berkontribusi 9,62 persen terhadap perekonomian Jatim dan tumbuh sebesar 4,36 persen ternyata juga tidak mampu menyerap tenaga kerja baru. Yang terjadi malah mengalami penurunan jumlah tenaga kerja selama satu tahun terakhir hingga 40.120 orang. Apakah ini ada kaitannya dengan pinjaman bilateral beserta Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk ke Indonesia?
Jika hal tersebut benar, maka diperlukan pengaturan kebijakan dalam pengendalian TKA guna melindungi tenaga kerja domestik. Terlebih di Jatim terdapat 54.470 orang pengangguran dengan pendidikan SMP kebawah. Sedangkan konstruksi sebagai sektor yang paling mungkin menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan tersebut ternyata malah mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk memikirkan lapangan kerja baru bagi angkatan kerja dengan pendidikan rendah tersebut.
Sektor lain yang juga banyak mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja adalah sektor perdagangan dengan penurunan sebesar 104,5 ribu orang. Dengan kontribusinya sebesar 18,10 persen terhadap perekonomian Jatim, sektor perdagangan hanya mampu tumbuh sebesar 5,64 persen. Apabila dicermati penurunan ini seiring dengan  berkurangnya jumlah penduduk yang bekerja dengan status berusaha sendiri dan berusaha dibantu buruh tetap/dibayar yang mencapai 398.01 ribu orang. Artinya banyak wirausaha perorangan dan mikro kecil yang gulung tikar usahanya.
Dengan kenyataan tersebut, maka harus ada perbaikan iklim usaha di Jatim. Perbaikan dalam bentuk kemudahan berusaha, pelatihan memanfaatkan sumberdaya lokal untuk meningkatkan nilai tambah produk, dan pelatihan pemasaran produk mutlak diperlukan segera. Terlebih di era sekarang dengan adanya teknologi informasi yang memungkinkan jangkauan pemasaran yang luas tanpa batas.
Bagi Indonesai yang menyimpan sumber daya alam yang melimpah, kemampuan mengolah sumber daya lokal menjadi produk yang bernilai tinggi mutlak diperlukan. Sehingga akan muncul berbagai produk lokal seperti kerajinan kulit, batik, sambel pecel, hingga makanan khas Indonesia lainnya yang mampu bersaing tidak hanya di pasar nasional namun juga internasional. Kisah sukses pedagang online bisa menjadi inspirasi bagi wirausahawan konvensional untuk berinovasi dalam hal kualitas produk dan pemasaran.
            Demikian juga dalam bidang jasa. Kisah dua orang kakak beradik lulusan SMK asal Salatiga yang menguasai desain engineering hingga menyabet juara pertama dalam "3D Printing Challenge" yang diadakan General Electric (GE) menjadi salah satu contohnya. Atau bagaimana kisah anak-anak lulusan SMP/SMA yang memenangkan berbagai kontes desain/logo dan menghasilkan ratusan hingga ribuan dollar tiap bulan. Itu menjadi bukti bahwa angkatan kerja Indonesia memiliki potensi yang besar, namun belum terasah dan tergali secara optimal. Sehingga diperlukan kehadiran pemerintah untuk mengoptimalkan potensi tersebut, sehingga disamping tingkat pengangguran menurun namun juga kesejahteraan masyarakat meningkat.
Dimuat di Harian Bhirawa, 1 Desember 2016 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#139 Kemiskinan Dalam Tekanan Inflasi

Tren penurunan jumlah penduduk miskin pasca pandemi sedikit terganggu dengan lonjakan inflasi yang terjadi pada akhir tahun 2022. Hal ini di...