Keberhasilan
pemerintah Provinsi
Jawa Timur dalam memacu
pertumbuhan ekonomi hingga 5,61
persen
pada
triwulan III tahun 2016 ternyata tidak mampu menambah penyerapan tenaga kerja
baru dalam setahun terakhir. Hal ini terbukti dengan menurunnya jumlah penduduk
yang bekerja sebanyak 253 ribu orang. Artinya dalam setiap pertumbuhan ekonomi
sebesar 1 persen dibarengi dengan pengurangan jumlah tenaga kerja sebanyak
45.099 orang.
Jumlah
pengangguran di Jatim yang mencapai 839,28 ribu orang didominasi oleh lulusan
SMA dan SMK. Meski jumlah pengangguran lulusan SMK masih tinggi namun hal ini
menunjukkan sinyal positif bahwa tujuan awal SMK untuk mencetak tenaga kerja
siap pakai telah menunjukkan hasilnya. Terbukti dalam setahun terakhir lulusan
SMK paling banyak terserap dalam bursa tenaga kerja. Berbeda dengan lulusan SMA
yang justru mengalami peningkatan jumlah pengangguran.
Namun
ada yang hal perlu dicermati dalam perekonomian Jatim
yang telah mneyumbang 14,92 persen
terhadap perekonomian nasional. Meski
semua sektor mengalami pertumbuhan namun hanya sektor industri yang mengalami
penyerapan tenaga kerja meski jumlahnya kurang signifikan. Sedangkan untuk
sektor lainnya mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja, tidak terkecuali
sektor pertanian, konstruksi, dan perdagangan yang memiliki kontribusi cukup besar
dalam perekonomian Jatim.
Industri dengan kontribusinya sebesar 28,51 persen menjadi
sektor yang paling dominan dalam menopang
perekonomian Jatim. Meskipun sektor
industri tumbuh sebesar 4,61 persen, namun hanya mampu menyerap
tenaga kerja sebanyak 66 ribu orang
dalam setahun terakhir. Artinya setiap pertumbuhan sektor
industri sebesar 1 persen dibarengi dengan penambahan jumlah tenaga
kerja sebanyak 14.317 orang. Dengan kenyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa investasi yang masuk pada sektor industri merupakan investasi padat karya yang masih memerlukan penambahan tenaga
kerja untuk meningkatkan produktifitasnya. Sehingga ini masih menjadi peluang
bagi angkatan kerja di Jatim.
Demikian
juga untuk sektor konstruksi yang berkontribusi 9,62 persen terhadap
perekonomian Jatim dan tumbuh sebesar 4,36 persen ternyata juga tidak mampu
menyerap tenaga kerja baru. Yang terjadi malah mengalami penurunan jumlah
tenaga kerja selama satu tahun terakhir hingga 40.120 orang. Apakah ini ada kaitannya
dengan pinjaman bilateral beserta Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk ke
Indonesia?
Jika hal tersebut benar, maka diperlukan pengaturan
kebijakan dalam pengendalian TKA guna melindungi tenaga kerja domestik.
Terlebih di Jatim terdapat 54.470 orang pengangguran dengan pendidikan SMP
kebawah. Sedangkan konstruksi sebagai
sektor yang
paling mungkin menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan tersebut ternyata malah mengalami penurunan penyerapan
tenaga kerja. Hal
ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk memikirkan lapangan kerja baru bagi
angkatan kerja dengan pendidikan rendah tersebut.
Sektor lain yang juga banyak mengalami penurunan
penyerapan tenaga kerja adalah sektor perdagangan dengan penurunan sebesar 104,5
ribu orang. Dengan kontribusinya sebesar 18,10 persen terhadap perekonomian Jatim,
sektor perdagangan hanya mampu tumbuh sebesar 5,64 persen. Apabila dicermati
penurunan ini seiring dengan berkurangnya
jumlah penduduk yang bekerja dengan status berusaha sendiri dan berusaha
dibantu buruh tetap/dibayar yang mencapai 398.01 ribu orang. Artinya banyak
wirausaha perorangan dan mikro kecil yang gulung tikar usahanya.
Dengan kenyataan tersebut, maka harus ada perbaikan
iklim usaha di Jatim. Perbaikan dalam bentuk kemudahan berusaha, pelatihan
memanfaatkan sumberdaya lokal untuk meningkatkan nilai tambah produk, dan pelatihan
pemasaran produk mutlak diperlukan segera. Terlebih di era sekarang dengan
adanya teknologi informasi yang memungkinkan jangkauan pemasaran yang luas tanpa
batas.
Bagi Indonesai yang menyimpan sumber
daya alam yang melimpah, kemampuan mengolah sumber daya lokal menjadi produk
yang bernilai tinggi mutlak diperlukan. Sehingga akan muncul berbagai produk lokal seperti kerajinan kulit, batik, sambel pecel, hingga makanan khas Indonesia lainnya yang mampu bersaing tidak hanya di
pasar nasional namun juga internasional. Kisah
sukses pedagang online bisa menjadi inspirasi bagi wirausahawan konvensional
untuk berinovasi dalam hal kualitas produk dan pemasaran.
Demikian juga dalam bidang jasa. Kisah dua orang
kakak beradik lulusan SMK asal Salatiga yang menguasai desain engineering
hingga menyabet juara pertama dalam "3D Printing
Challenge" yang diadakan General Electric (GE) menjadi salah satu
contohnya. Atau bagaimana kisah anak-anak lulusan SMP/SMA yang memenangkan
berbagai kontes desain/logo dan menghasilkan ratusan hingga ribuan dollar tiap
bulan. Itu menjadi bukti bahwa angkatan kerja Indonesia memiliki potensi yang
besar, namun belum terasah dan tergali secara optimal. Sehingga diperlukan
kehadiran pemerintah untuk mengoptimalkan potensi tersebut, sehingga disamping
tingkat pengangguran menurun namun juga kesejahteraan masyarakat meningkat.
Dimuat di Harian Bhirawa, 1
Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar