Keberhasilan
pemerintah Provinsi
Jawa Barat dalam memacu
pertumbuhan ekonomi hingga 5,76
persen
pada
triwulan III tahun 2016 telah mampu
menambah penyerapan tenaga kerja hingga 410.556 orang dalam setahun
terakhir. Artinya setiap pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat sebesar 1 persen akan menyerap tenaga kerja baru sebanyak 71.278
orang. Namun demikian, penyerapan tenaga kerja ini
masih kalah cepat dibandingkan dengan peningkatan
jumlah angkatan kerja di Jawa Barat. Sehingga meski perekonomian tumbuh namun jumlah
pengangguran juga mengalami peningkatan sebanyak 78.987 orang. Mengapa hal ini
bisa terjadi?
Perekonomian Jabar yang menyumbang 13,15
persen
terhadap perekonomian nasional telah
mampu menggerakkan hampir seluruh
sektor perekonomian dan menyerap tenaga kerja hampir di semua sektor usaha. Namun hal yang sangat aneh terjadi pada sektor
industri dan sektor konstruksi.
Industri dengan kontribusinya sebesar 41,68 persen menjadi
sektor yang paling dominan dalam menopang
perekonomian Jawa Barat. Meski sektor
industri tumbuh sebesar 4,57 persen, namun justru mengalami penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 60.648 orang dalam setahun terakhir.
Artinya setiap pertumbuhan sektor industri sebesar 1 persen dibarengi dengan
pengurangan jumlah tenaga kerja sebanyak 13.271 orang. Dengan kenyataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa investasi yang
masuk pada sektor industri merupakan investasi padat modal yang memanfaatkan
teknologi tinggi, bukan investasi padat karya yang akan menyerap tenaga kerja
baru.
Demikian
juga untuk sektor konstruksi yang berkontribusi 7,99 persen terhadap
perekonomian Jawa Barat dan tumbuh sebesar 2,70 persen ternyata juga tidak
mampu menyerap tenaga kerja baru. Yang terjadi malah mengalami penurunan jumlah
tenaga kerja selama satu tahun terakhir hingga 267.067 orang. Apakah ini ada kaitannya
dengan investasi asing beserta Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk ke
Indonesia?
Jika hal tersebut benar, maka diperlukan pengaturan
kebijakan dalam pengendalian TKA guna melindungi tenaga kerja domestik.
Terlebih di Jawa Barat terdapat 896.665 orang pengangguran dengan pendidikan
SMP kebawah. Sedangkan konstruksi sebagai
sektor yang
paling mungkin menyerap tenaga kerja dengan pendidikan rendah tersebut ternyata justru mengalami penurunan penyerapan
tenaga kerja. Hal
ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk memikirkan bagaimana menciptkana lapangan
kerja bagi angkatan kerja dengan pendidikan rendah tersebut.
Hal lain yang tidak kalah mengejutkan adalah
pengangguran di Jawa Barat didominasi oleh lulusan SMK dengan jumlah 409.897
orang (16,51 persen). Diperlukan evaluasi kebijakan dari pemerintah untuk
mengatasi hal ini, mengingat tujuan awal sekolah kejuruan adalah untuk mencetak
tenaga siap pakai agar bisa menekan angka pengangguran. Pelatihan ketrampilan/skills sesuai perkembangan teknologi dan
kebutuhan pasar perlu ditingkatkan terutama bagi pelajar SMK khususnya,
sehingga akan menghasilkan lulusan yang memiliki
kompetensi dan daya saing dalam pasar tenaga kerja.
Perhatian Serius Bagi
Buruh
Tidak dapat dipungkiri
bahwa industri merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Provinsi
Jawa Barat setelah sektor
perdagangan, rumah makan dan jasa
akomodasi. Ada sebanyak 3.884.668 tenaga kerja yang
menggantungkan hidupnya pada sektor industri di Jawa Barat. Sehingga fluktuasi pada sektor
industri akan berpengaruh besar terhadap masalah ketenagakerjaan di Jabar. Apalagi setelah kita
cermati, ternyata pertumbuhan yang terjadi pada sektor industri tidak dibarengi
dengan penyerapan tenaga kerja baru, namun justru terjadi penurunan jumlah
tenaga kerja. Sehingga hal ini harus menjadi kewaspadaan bagi pekerja di Jawa Barat khususnya yang bekerja
pada sektor industri.
Ditengah
gelombang tuntutan kenaikan UMP dan penolakan pemberlakuan PP Nomor 78 Tahun
2015, apabila tidak bijak dalam menyikapinya, maka hal tersebut justru bisa
menjadi bumerang bagi buruh itu sendiri. Karena bagi sektor industri di Jawa Barat, untuk meningkatkan produktifitas lebih efisien dengan menambah investasi
padat modal yang berteknologi tinggi daripada dengan menambah jumlah
tenaga kerja. Sehingga dalam jangka
panjang, penggunaan tenaga kerja di sektor industri akan berkurang dan akan
tergantikan oleh penggunaan teknologi mesin.
Bagi pemerintah hal yang tidak kalah serius adalah
bagaimana menyediakan
lapangan kerja bagi angkatan kerja yang terus meningkat tiap tahun. Pada tahun ini saja jumlah
angkatan kerja meningkat sebanyak 489.543 orang. Bisa dibayangkan dengan jumlah angkatan kerja yang
terus meningkat, sedangkan penyerapan angkatan kerjanya lambat, maka dalam
jangka panjang hal ini akan semakin meningkatkan tingkat pengangguran di Jawa Barat.
Dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) saat ini sebesar 8,89 persen hal
tersebut sudah sangat mengkhawatirkan. Karena dengan meningkatnya pengangguran
akan menimbulkan berbagai masalah seperti kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan
kerawanan sosial di masyarakat.
Apalagi ditengah meledaknya jumlah penduduk usia
produktif menjelang era bonus demografi 2020-2035, tentu perlu dipikirkan
bagaimana memberdayakan angkatan kerja baru tersebut. Kehadiran pemerintah
mutlak diperlukan dalam bentuk pelatihan ketrampilan dan keahlian sehingga
menghasilkan sumberdaya manusia yang memiliki standar kompetensi. Selain itu
juga pemerintah harus mendorong masyarakat untuk menciptakan lapangan usaha
baru melalui pelatihan kewirausahaan sehingga akan lahir pengusaha-pengusaha
muda yang mampu memberdayakan sumberdaya lokal. Dengan demikian angka
pengangguran dapat ditekan dan perekonomian yang tumbuh akan semakin berkualitas
karena menciptakan peluang baru dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
di Jawa Barat.
Dimuat di harian Galamedia, 22 November
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar