Halaman

Kamis, 24 November 2016

Pengangguran di Jabar Meningkat


        Keberhasilan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam memacu pertumbuhan ekonomi hingga 5,76 persen pada triwulan III tahun 2016 telah mampu menambah penyerapan tenaga kerja hingga 410.556 orang dalam setahun terakhir. Artinya setiap pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat sebesar 1 persen akan menyerap tenaga kerja baru sebanyak 71.278 orang.  Namun demikian, penyerapan tenaga kerja ini masih kalah cepat dibandingkan dengan peningkatan jumlah angkatan kerja di Jawa Barat. Sehingga meski perekonomian tumbuh namun jumlah pengangguran juga mengalami peningkatan sebanyak 78.987 orang. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Perekonomian Jabar yang menyumbang 13,15 persen terhadap perekonomian nasional telah mampu menggerakkan hampir seluruh sektor perekonomian dan menyerap tenaga kerja hampir di semua sektor usaha. Namun hal yang sangat aneh terjadi pada sektor industri dan sektor konstruksi. Industri dengan kontribusinya sebesar 41,68 persen menjadi sektor yang paling dominan dalam menopang perekonomian Jawa Barat. Meski sektor industri tumbuh sebesar 4,57 persen, namun justru mengalami  penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 60.648 orang dalam setahun terakhir. Artinya setiap pertumbuhan sektor  industri sebesar 1 persen dibarengi dengan pengurangan jumlah tenaga kerja sebanyak 13.271 orang. Dengan kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa investasi yang masuk pada sektor industri merupakan investasi padat modal yang memanfaatkan teknologi tinggi, bukan investasi padat karya yang akan menyerap tenaga kerja baru.
            Demikian juga untuk sektor konstruksi yang berkontribusi 7,99 persen terhadap perekonomian Jawa Barat dan tumbuh sebesar 2,70 persen ternyata juga tidak mampu menyerap tenaga kerja baru. Yang terjadi malah mengalami penurunan jumlah tenaga kerja selama satu tahun terakhir hingga 267.067 orang. Apakah ini ada kaitannya dengan investasi asing beserta Tenaga Kerja Asing (TKA) yang masuk ke Indonesia?
Jika hal tersebut benar, maka diperlukan pengaturan kebijakan dalam pengendalian TKA guna melindungi tenaga kerja domestik. Terlebih di Jawa Barat terdapat 896.665 orang pengangguran dengan pendidikan SMP kebawah. Sedangkan konstruksi sebagai sektor yang paling mungkin menyerap tenaga kerja dengan pendidikan rendah tersebut ternyata justru mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk memikirkan bagaimana menciptkana lapangan kerja bagi angkatan kerja dengan pendidikan rendah tersebut.
Hal lain yang tidak kalah mengejutkan adalah pengangguran di Jawa Barat didominasi oleh lulusan SMK dengan jumlah 409.897 orang (16,51 persen). Diperlukan evaluasi kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi hal ini, mengingat tujuan awal sekolah kejuruan adalah untuk mencetak tenaga siap pakai agar bisa menekan angka pengangguran. Pelatihan ketrampilan/skills sesuai perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar perlu ditingkatkan terutama bagi pelajar SMK khususnya, sehingga akan menghasilkan lulusan yang  memiliki kompetensi dan daya saing dalam pasar tenaga kerja.
Perhatian Serius Bagi Buruh
            Tidak dapat dipungkiri bahwa industri merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat setelah sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi. Ada sebanyak 3.884.668 tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor industri di Jawa Barat. Sehingga fluktuasi pada sektor industri akan berpengaruh besar terhadap masalah ketenagakerjaan di Jabar. Apalagi setelah kita cermati, ternyata pertumbuhan yang terjadi pada sektor industri tidak dibarengi dengan penyerapan tenaga kerja baru, namun justru terjadi penurunan jumlah tenaga kerja. Sehingga hal ini harus menjadi kewaspadaan bagi pekerja di Jawa Barat khususnya yang bekerja pada sektor industri.
Ditengah gelombang tuntutan kenaikan UMP dan penolakan pemberlakuan PP Nomor 78 Tahun 2015, apabila tidak bijak dalam menyikapinya, maka hal tersebut justru bisa menjadi bumerang bagi buruh itu sendiri. Karena bagi sektor industri di Jawa Barat, untuk meningkatkan produktifitas lebih efisien dengan menambah investasi padat modal yang berteknologi tinggi daripada dengan menambah jumlah tenaga kerja. Sehingga dalam jangka panjang, penggunaan tenaga kerja di sektor industri akan berkurang dan akan tergantikan oleh penggunaan teknologi mesin.
Bagi pemerintah hal yang tidak kalah serius adalah bagaimana menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang terus meningkat  tiap tahun. Pada tahun ini saja jumlah angkatan kerja meningkat sebanyak 489.543 orang. Bisa dibayangkan dengan jumlah angkatan kerja yang terus meningkat, sedangkan penyerapan angkatan kerjanya lambat, maka dalam jangka panjang hal ini akan semakin meningkatkan tingkat pengangguran di Jawa Barat. Dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) saat ini sebesar 8,89 persen hal tersebut sudah sangat mengkhawatirkan. Karena dengan meningkatnya pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah seperti kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan kerawanan sosial di masyarakat.

Apalagi ditengah meledaknya jumlah penduduk usia produktif menjelang era bonus demografi 2020-2035, tentu perlu dipikirkan bagaimana memberdayakan angkatan kerja baru tersebut. Kehadiran pemerintah mutlak diperlukan dalam bentuk pelatihan ketrampilan dan keahlian sehingga menghasilkan sumberdaya manusia yang memiliki standar kompetensi. Selain itu juga pemerintah harus mendorong masyarakat untuk menciptakan lapangan usaha baru melalui pelatihan kewirausahaan sehingga akan lahir pengusaha-pengusaha muda yang mampu memberdayakan sumberdaya lokal. Dengan demikian angka pengangguran dapat ditekan dan perekonomian yang tumbuh akan semakin berkualitas karena menciptakan peluang baru dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat.
Dimuat di harian Galamedia, 22 November 2016 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#139 Kemiskinan Dalam Tekanan Inflasi

Tren penurunan jumlah penduduk miskin pasca pandemi sedikit terganggu dengan lonjakan inflasi yang terjadi pada akhir tahun 2022. Hal ini di...