Penghitungan Upah Minimum Propinsi (UMP) tahun 2017 harus mengacu
pada PP No.78 Tahun 2015. Penghitungan ini dengan memperhatikan tingkat
pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi nasional di Indonesia. Formula
penghitungan UMP merupakan salah satu formula strategis nasional dalam paket
kebijakan ekonomi jilid IV. Sehingga kebijakan tersebut harus diikuti oleh
semua Gubernur atau wakil Gubernur di seluruh Indonesia.
Penghitungan UMP yang setiap tahun sebelumnya selalu menimbulkan
polemik antara pihak buruh, asosiasi pengusaha, dan pemerintah harapannya
terselesaikan dengan adanya PP tersebut. Atas dasar itulah penetapan PP ini
dianggap sebagai kehadiran pemerintah dengan kebijakan upah minimum untuk
melindungi pekerja agar semakin sejahtera, mereka yang belum bekerja agar bisa
bekerja, dan mereka yang berusaha (dunia usaha) agar usahanya berkembang dan
terus menyerap tenaga kerja.
Mengapa
Pertumbuhan Ekonomi?
Pertumbuhan ekonomi yang digunakan
dalam penghitungan kenaikan UMP adalah pertumbuhan ekonomi yang berasal dari
produk Domestik Regional Bruto (PDRB) harga konstan yang dihitung oleh Badan
Pusat Statistik (BPS), yang mencakup periode kuartal III dan IV tahun
sebelumnya dan periode I dan II tahun berjalan. Untuk tingkat nasional
pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam penghitungan Upah Minimum sebesar 5,18
persen.
Pertumbuhan ekonomi digunakan dalam
salah satu formula penghitungan UMP karena pertumbuhan ekonomi mencerminkan
kondisi perekonomian dan perkembangan usaha di suatu wilayah.. Sebagai contoh
di Banten, pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan pada triwulan 2 tahun
2016 sebesar 2,62 persen, artinya selama setahun terakhir industri pengolahan
mengalami peningkatan produksi sebesar 2,62 persen. Hal ini menandakan bahwa
industri pengolahan tumbuh dan berkembang karena produksinya meningkat yang
disebabkan oleh meningkatnya permintaan di pasar barang. Meningkatnya produksi
ini akan menguntungkan pengusaha karena akan meningkatkan keuntungan dan
menunjukkan prospek usaha yang masih menjanjikan. Permintaan yang meningkat dan
produksi yang meningkat, merupakan sinyal bahwa perekonomian di daerah tersebut
tumbuh dan berkembang, dan diharapkan akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja
dan mampu untuk meningkatkan upah tenaga kerja.
Berbeda apabila pertumbuhan ekonomi negatif, memberikan sinyal
bahwa terjadi penurunan jumlah produksi. Dengan penurunan produksi usaha
tersebut berarti dunia usaha akan melakukan pengurangan biaya produksi, salah
satunya dengan pengurangan jumlah tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi yang
negatif akan menggambarkan ketidakmampuan usaha untuk meningkatkan produksi
apalagi untuk menaikkan upah buruh/tenaga kerja.
Mengapa
Inflasi?
Inflasi yang digunakan dalam penghitungan
UMP adalah inflasi year on year yang dihitung pada bulan tahun sebelumnya ke
bulan di tahun berjalan. Untuk tahun Upah Minimum nasional tahun 2017 yang
digunakan adalah inflasi yoy pada Bulan September 2015 hingga bulan September
2016 yaitu sebesar 3,07 persen.
Inflasi menggambarkan kenaikan harga
barang-barang secara umum. Inflasi yang dihitung berdasarkan survei harga
bulanan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap seluruh
komoditas yang dibutuhkan oleh penduduk suatu wilayah. Komoditas tersebut
diperoleh berdasarkan survei biaya hidup (SBH) yang dilakukan oleh BPS yang
mencakup seluruh pengeluaran rumah tangga dalam periode tertentu.
Inflasi menjadi salah satu komponen penghitungan
UMP karena inflasi mencerminkan beban kenaikan barang-barang kebutuhan yang
harus ditanggung oleh penduduk, tidak terkecuali tenaga kerja. Inflasi dalam
penghitungan UMP ini menggambarkan kenaikan kebutuhan hidup tenaga kerja yang
harus ditanggung oleh perusahaan. Sebagai contoh inflasi yoy pada bulan
September secara nasional sebesar 3,07 persen maka hal ini mengindikasikan
bahwa kebutuhan hidup karyawan mengalami peningkatan sebesar 3,07 persen dalam
setahun terakhir. Untuk menutup kenaikan biaya hidup tersebut, perusahaan harus
memberikan kenaikan upah sebagai kompensasi kenaikan harga-harga barang
tersebut. atas dasar inilah inflasi dimasukkan dalam formula penghitungan UMP.
Bagaimana
dengan KHL?
Komponen Hidup Layak (KHL) merupakan komponen pengeluaran untuk
pekerja lajang untuk hidup selama satu bulan. Komponen Hidup Layak meliputi
pengeluaran untuk pangan, sandang, papan, transportasi, serta kebutuhan hiburan
dan informasi bagi pekerja lajang yang dievaluasi selama lima tahun sekali.
Masing-masing pengeluaran tersebut ada pembobotnya dalam membentuk satu kesatuan
KHL. Setelah adanya PP No. 78 Tahun 2015 tersebut apakah kemudian KHL ini sudah
tidak diperlukan lagi? Apakah dengan pemberlakuan PP tersebut berarti
mengabaikan komponen hidup layak bagi pekerja baru? Tentu tidak demikian,
karena PP tersebut mengatur tentang kenaikan UMP yang didasarkan pada
pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi di masing-masing Propinsi. Sedangkan
UMP yang digunakan tahun sebelumnya sudah dihitung dengan memperhatikan KHL
oleh masing-masing dewan pengupahan di tiap Propinsi pada tahun sebelumnya.
Bukankah KHL setiap tahun akan
meningkat karena harga-harga barang juga meningkat? Hal inilah yang
diantisipasi dengan memasukkan komponen inflasi dalam penghitungan kenaikan
UMP. Karena sekali lagi, inflasi merupakan tingkat kenaikan harga-harga barang
secara umum di suatu wilayah dalam periode tertentu. Sedangkan untuk Upah
Minimum Kabupaten (UMK) selain mengacu pada pertumbuhan ekonomi juga mengacu
pada kenaikan harga barang di tingkat kabupaten/kota. Karena belum semua
Kabupaten/Kota di Indonesia menghitung inflasi, dengan demikian KHL masih
dipertimbangkan dalam penghitungan upah minimum kabupaten/kota yang diusulkan
kepada gubernur di masing-masing Propinsi di Indonesia.
Bagaimana
Dengan UMP Banten?
Jika pada tahun 2016 UMP Banten
sebesar Rp. 1,784.000,- maka untuk UMP tahun 2017 dihitung dengan menambahkan
tingkat inflasi 3,07 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,18
persen. Dengan menggunakan formula perhitungan tersebut UMP Banten pada tahun
2017 diperkirakan sebesar Rp. 193.118.000,-. Inflasi yang digunakan dalam
penghitungan tersebut merupakan inflasi nasional. Dan secara kebetulan inflasi
nasional lebih tinggi daripada inflasi yoy Banten yang nilainya sebesar
3,01 persen.
Untuk penetapan Upah Minimum
Kabupaten (UMK) berdasarkan usulan dari Bupati/Walikota kepada Gubernur, untuk
selanjutnya Gubernur yang akan menetapkan UMK tersebut. Kenaikan UMK tetap mempertimbangkan
pertumbuhan ekonomi dan kemampuan seluruh usaha di Kabupaten/Kota.
Upaya pemerintah dengan penetapan PP
No.78 Tahun 2015 tentang penetapan Upah Minimum Propinsi (UMP) ini diharapkan
mampu menjadi jalan tengah bagi buruh dan pengusaha. Meski kontra oleh pihak
pekerja akan selalu ada karena penetapan UMP ini dianggap tidak melibatkan
perwakilan dari pekerja dan mengabaikan Kebutuhan Hidup Layak. Harapannya
formula ini merupakan cara yang adil bagi pekerja untuk meningkatkan
kesejahteraannya dengan memperhatikan kemampuan dunia usaha dalam merespon tuntutan
kenaikan upah tersebut. Selain itu juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional
sekaligus mampu mensejahterakan penduduk Indonesia secara umum.
Dimuat di harian Satelit News, 10 November 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar