Halaman

Sabtu, 12 November 2016

Mengurai Formula Baru UMP


Penghitungan Upah Minimum Propinsi (UMP) tahun 2017 harus mengacu pada PP No.78 Tahun 2015. Penghitungan ini dengan memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi nasional di Indonesia. Formula penghitungan UMP merupakan salah satu formula strategis nasional dalam paket kebijakan ekonomi jilid IV. Sehingga kebijakan tersebut harus diikuti oleh semua Gubernur atau wakil Gubernur di seluruh Indonesia.
Penghitungan UMP yang setiap tahun sebelumnya selalu menimbulkan polemik antara pihak buruh, asosiasi pengusaha, dan pemerintah harapannya terselesaikan dengan adanya PP tersebut. Atas dasar itulah penetapan PP ini dianggap sebagai kehadiran pemerintah dengan kebijakan upah minimum untuk melindungi pekerja agar semakin sejahtera, mereka yang belum bekerja agar bisa bekerja, dan mereka yang berusaha (dunia usaha) agar usahanya berkembang dan terus menyerap tenaga kerja.
Mengapa Pertumbuhan Ekonomi?
            Pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam penghitungan kenaikan UMP adalah pertumbuhan ekonomi yang berasal dari produk Domestik Regional Bruto (PDRB) harga konstan yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yang mencakup periode kuartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode I dan II tahun berjalan. Untuk tingkat nasional pertumbuhan ekonomi yang digunakan dalam penghitungan Upah Minimum sebesar 5,18 persen.
            Pertumbuhan ekonomi digunakan dalam salah satu formula penghitungan UMP karena pertumbuhan ekonomi mencerminkan kondisi perekonomian dan perkembangan usaha di suatu wilayah.. Sebagai contoh di Banten, pertumbuhan ekonomi sektor industri pengolahan pada triwulan 2 tahun 2016 sebesar 2,62 persen, artinya selama setahun terakhir industri pengolahan mengalami peningkatan produksi sebesar 2,62 persen. Hal ini menandakan bahwa industri pengolahan tumbuh dan berkembang karena produksinya meningkat yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan di pasar barang. Meningkatnya produksi ini akan menguntungkan pengusaha karena akan meningkatkan keuntungan dan menunjukkan prospek usaha yang masih menjanjikan. Permintaan yang meningkat dan produksi yang meningkat, merupakan sinyal bahwa perekonomian di daerah tersebut tumbuh dan berkembang, dan diharapkan akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mampu untuk meningkatkan upah tenaga kerja.
Berbeda apabila pertumbuhan ekonomi negatif, memberikan sinyal bahwa terjadi penurunan jumlah produksi. Dengan penurunan produksi usaha tersebut berarti dunia usaha akan melakukan pengurangan biaya produksi, salah satunya dengan pengurangan jumlah tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi yang negatif akan menggambarkan ketidakmampuan usaha untuk meningkatkan produksi apalagi untuk menaikkan upah buruh/tenaga kerja.
Mengapa Inflasi?
            Inflasi yang digunakan dalam penghitungan UMP adalah inflasi year on year yang dihitung pada bulan tahun sebelumnya ke bulan di tahun berjalan. Untuk tahun Upah Minimum nasional tahun 2017 yang digunakan adalah inflasi yoy pada Bulan September 2015 hingga bulan September 2016 yaitu sebesar 3,07 persen.
            Inflasi menggambarkan kenaikan harga barang-barang secara umum. Inflasi yang dihitung berdasarkan survei harga bulanan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) terhadap seluruh komoditas yang dibutuhkan oleh penduduk suatu wilayah. Komoditas tersebut diperoleh berdasarkan survei biaya hidup (SBH) yang dilakukan oleh BPS yang mencakup seluruh pengeluaran rumah tangga dalam periode tertentu.
            Inflasi menjadi salah satu komponen penghitungan UMP karena inflasi mencerminkan beban kenaikan barang-barang kebutuhan yang harus ditanggung oleh penduduk, tidak terkecuali tenaga kerja. Inflasi dalam penghitungan UMP ini menggambarkan kenaikan kebutuhan hidup tenaga kerja yang harus ditanggung oleh perusahaan. Sebagai contoh inflasi yoy pada bulan September secara nasional sebesar 3,07 persen maka hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan hidup karyawan mengalami peningkatan sebesar 3,07 persen dalam setahun terakhir. Untuk menutup kenaikan biaya hidup tersebut, perusahaan harus memberikan kenaikan upah sebagai kompensasi kenaikan harga-harga barang tersebut. atas dasar inilah inflasi dimasukkan dalam formula penghitungan UMP.
Bagaimana dengan KHL?
Komponen Hidup Layak (KHL) merupakan komponen pengeluaran untuk pekerja lajang untuk hidup selama satu bulan. Komponen Hidup Layak meliputi pengeluaran untuk pangan, sandang, papan, transportasi, serta kebutuhan hiburan dan informasi bagi pekerja lajang yang dievaluasi selama lima tahun sekali. Masing-masing pengeluaran tersebut ada pembobotnya dalam membentuk satu kesatuan KHL. Setelah adanya PP No. 78 Tahun 2015 tersebut apakah kemudian KHL ini sudah tidak diperlukan lagi? Apakah dengan pemberlakuan PP tersebut berarti mengabaikan komponen hidup layak bagi pekerja baru? Tentu tidak demikian, karena PP tersebut mengatur tentang kenaikan UMP yang didasarkan pada pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi di masing-masing Propinsi. Sedangkan UMP yang digunakan tahun sebelumnya sudah dihitung dengan memperhatikan KHL oleh masing-masing dewan pengupahan di tiap Propinsi pada tahun sebelumnya.
            Bukankah KHL setiap tahun akan meningkat karena harga-harga barang juga meningkat? Hal inilah yang diantisipasi dengan memasukkan komponen inflasi dalam penghitungan kenaikan UMP. Karena sekali lagi, inflasi merupakan tingkat kenaikan harga-harga barang secara umum di suatu wilayah dalam periode tertentu. Sedangkan untuk Upah Minimum Kabupaten (UMK) selain mengacu pada pertumbuhan ekonomi juga mengacu pada kenaikan harga barang di tingkat kabupaten/kota. Karena belum semua Kabupaten/Kota di Indonesia menghitung inflasi, dengan demikian KHL masih dipertimbangkan dalam penghitungan upah minimum kabupaten/kota yang diusulkan kepada gubernur di masing-masing Propinsi di Indonesia.
Bagaimana Dengan UMP Banten?
            Jika pada tahun 2016 UMP Banten sebesar Rp. 1,784.000,- maka untuk UMP tahun 2017 dihitung dengan menambahkan tingkat inflasi 3,07 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,18 persen. Dengan menggunakan formula perhitungan tersebut UMP Banten pada tahun 2017 diperkirakan sebesar Rp. 193.118.000,-. Inflasi yang digunakan dalam penghitungan tersebut merupakan inflasi nasional. Dan secara kebetulan inflasi nasional lebih tinggi daripada inflasi yoy Banten yang nilainya sebesar 3,01  persen.
            Untuk penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) berdasarkan usulan dari Bupati/Walikota kepada Gubernur, untuk selanjutnya Gubernur yang akan menetapkan UMK tersebut. Kenaikan UMK tetap mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan kemampuan seluruh usaha di Kabupaten/Kota.
            Upaya pemerintah dengan penetapan PP No.78 Tahun 2015 tentang penetapan Upah Minimum Propinsi (UMP) ini diharapkan mampu menjadi jalan tengah bagi buruh dan pengusaha. Meski kontra oleh pihak pekerja akan selalu ada karena penetapan UMP ini dianggap tidak melibatkan perwakilan dari pekerja dan mengabaikan Kebutuhan Hidup Layak. Harapannya formula ini merupakan cara yang adil bagi pekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan memperhatikan kemampuan dunia usaha dalam merespon tuntutan kenaikan upah tersebut. Selain itu juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus mampu mensejahterakan penduduk Indonesia secara umum.


Dimuat di harian Satelit News, 10 November 2016 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#139 Kemiskinan Dalam Tekanan Inflasi

Tren penurunan jumlah penduduk miskin pasca pandemi sedikit terganggu dengan lonjakan inflasi yang terjadi pada akhir tahun 2022. Hal ini di...