Halaman

Selasa, 25 Oktober 2016

Benarkah Petani Bisa Kaya?


Menteri pertanian Amran Sulaiaman dalam suatu kunjungan kerjanya di Propinsi Banten bulan ini mengatakan bahwa seharusnya petani di Banten kaya raya, karena secara geografis lahan pertanian di Banten masih luas dan lokasinya yang dekat dengan Ibu Kota Jakarta. Namun apakah demikian kondisinya? Dan apa yang menyebabkan petani belum bisa sejahtera apalagi kaya raya seperti yang disampaikan oleh Pak Menteri?
Sektor pertanian yang menyumbang 5,98 persen terhadap perekonomian Banten, dan nilai ini mengalami peningkatan disbanding dengan lima tahun yang lalu, belum mampu mengangkat kesejahteraan petani di Banten. Sektor pertanian yang tumbuh 7,08 persen pada tahun 2015 belum juga mampu mengurangi tingkat kemiskinan petani di wilayah pedesaan. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan di Propinsi Banten dari 7,12 persen pada Bulan September 2015 menjadi 7,45 persen pada Bulan Maret 2016. Meski secara propinsi angka kemiskinan di Banten mengalami penurunan, namun jika dirinci menurut wilayah, jumlah penduduk miskin di tingkat pedesaan mengalami peningkatan sebesar 0.33 poin.
Selain itu sektor pertanian juga menjadi tumpuan hidup bagi 12,9 persen tenaga kerja di Propinsi Banten. Hal ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Bulan Februari 2016. Meski sektor pertanian cukup banyak menyerap tenaga kerja, namun hal ini belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Sedangkan jika dirinci menurut subsektor, petani di Banten paling banyak mengusahakan tanaman pangan yaitu sebesar 45,99 persen dengan jumlah paling banyak terdapat di Kabupaten Lebak.
Jika dilihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) Banten, pada tahun 2015 rata-rata nilai NTP Banten sebesar 104,76. Meski secara rata-rata nilainya diatas 100 namun dalam bulan berjalan terjadi fluktuasi nilai NTP selama tahun 2015. NTP merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. NTP mengukur perbandingan antara indeks perubahan harga yang diterima petani dan indeks perubahan harga yang dibayar petani. Jika NTP diatas nilai 100 maka petani dianggap sejahtera, karena kenaikan harga-harga yang diterima oleh petani lebih besar dibandingkan dengan kenaikan harga-harga yang harus dibayar oleh petani. Harga-harga yang harus dibayar ini meliputi harga barang-barang konsumsi rumah tangga, harga barang modal pertanian seperti benih, pupuk, alat-alat pertanian, sewa tanah, sewa alat, upah buruh dan pengeluaran lainnya. Sedangkan harga yang diterima petani meliputi harga komoditas sektor pertanian.
Jika luas lahan pertanian menjadi salah satu indikator bagi petani untuk bisa kaya raya, maka mari kita lihat bagaimana penguasaan lahan pertanian oleh petani. Sebagian besar petani di Propinsi Banten adalah petani penggarap yang tidak memiliki lahan pertanian sendiri. Menurut hasil Sensus Pertanian tahun 2013, terdapat 584.259 rumah tangga petani pengguna lahan. Apabila dilihat dari luas lahan pertanian yang dikuasai, masih terdapat 634.415 rumah tangga petani gurem, yaitu petani pengguna lahan yang menguasai lahan pertanian kurang dari 0,5  hektar. Bagaimana petani bisa kaya, jika hasil produksi pertaniannya harus dibagi lagi dengan pemilik lahan. Meski tidak bisa dipungkiri bahwa pemerintah telah berhasil meningkatkan produktifitas pertanian terutama subsektor tanaman pangan yaitu padi dari 5,29 ton/hektar pada tahun 2014 menjadi 5,66 ton/hektar pada tahun 2015. Keberhasilan pemerintah ini tidak terlepas dari upaya khusus yang telah dilakukan seperti penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk, pemberantasan hama terpadu dan pompanisasi untuk antisipasi musim kemarau. Meski produktifitas naik, namun petani masih belum bisa menikmati harga gabah yang secara ekonomi menguntungkan petani. Perlu dikaji lagi tentang harga pokok pembelian gabah yang menguntungkan bagi petani. Karena dengan harga pembelian yang rendah sedangkan harga kebutuhan konsumsi terus mengalami kenaikan yang lebih tinggi, maka hal ini akan menurunkan tingkat daya beli bagi petani. Sedangkan kenaikan harga barang kebutuhan konsumsi sendiri berpengaruh 0,62 persen terhadap penurunan kesejahteraan petani.
            Selain itu perlu adanya antisipasi dan mitigasi bencana terhadap fenomena perubahan iklim yang bisa mengakibatkan gagal panen/puso. Fenomena el nino (kekeringan) atau la nina (curah hujan tinggi) harus diantisipasi dari awal sehingga gagal panen bisa diminimalisir. Selain dengan program pompanisasi pada musim kering, penajaman kalender tanam (katam) perlu dilakukan dengan memperhatikan prakiraan iklim dalam tahun tersebut. Disamping persiapan teknis tersebut, juga diperlukan sentuhan teknologi dalam penciptaan bibit unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim, yaitu bibit tanaman yang mampu bertahan pada kondisi air kurang dan mampu bertahan pada genangan atau rendaman.
            Satu hal yang tidak boleh terlupa yaitu diperlukan langkah strategis dari pemerintah untuk menarik petani kembali bersemangat menggarap lahannya. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian tahun 2003 jumlah rumah tangga tani di Banten sebanyak 891.465 rumah tangga dan selama 10 tahun kemudian mengalami penurunan sebesar 3,36 persen menjadi 592.410 rumah tangga. Terjadi perubahan mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor yang lain seperti sektor perdagangan dan jasa, sektor industry pengolahan, serta sektor konstruksi. Hal ini dikarenakan karena sektor pertanian dianggap kurang menguntungkan, tidak cepat memberikan hasil, dan penguasaan lahan pertanian yang semakin berkurang di tingkat petani. Untuk kembali menarik petani/generasi muda kembali turun ke sawah perlu dibuat payung yang melindung petani dari kegagalan panen seperti asuransi petani. Hal ini untuk mengantisipasi kegagalan panen yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan dampak bencana lainnya.
            Uraian diatas harus menjadi perhatian bagi pemerintah supaya Propinsi Banten yang memiliki potensi lahan pertanian yang luas ini menjadi salah satu lumbung pangan bagi masyarakat indonesia. Tidak cukup upaya peningkatan produktifitas petanian saja, namun juga harus mampu meningkatkan kesejahteraan petani dimasa yang akan datang. Sehingga harapan bahwa petani di Banten kaya raya bisa terwujud.  

Dimuat di harian Kabar Banten, 24 Oktober 2016



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#138 Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas

  (Dimuat di Kolom Opini Republika, 25 November 2022) Perekonomian Indonesia mampu tumbuh mengesankan di tengah ancaman resesi global saat i...