Halaman

Kamis, 28 Juli 2016

Kemiskinan Di Perdesaan


Kemiskinan adalah sebuah permasalahan sosial yang hampir selalu melekat sebagai atribut pada negara berkembang seperti Indonesia. Sehingga tidak mengherankan jika program pemerintah di setiap periode pemerintahan selalu memprioritaskan program untuk mengurangi angka kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan seseorang secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori perkapita perhari. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.              
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada Bulan Maret 2016 jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan dari 28,51 juta jiwa (11,13 persen) pada September 2015 menjadi 28,01 juta jiwa (10,86 persen) pada Bulan Maret 2016. Apabila dirinci berdasarkan daerah, kemiskinan di perkotaan turun dari 8,22 persen menjadi 7,79 persen. Sedangkan untuk tingkat pedesaan jumlah penduduk miskinnya mengalami peningkatan dari 14,09 peren menjadi 14,11 persen.
            Hal yang sama juga terjadi di Provinsi Banten, dimana secara umum kemiskinan di Provinsi Banten mengalami penurunan dari 5,75 persen pada September 2015 menjadi 5,42 persen pada Maret 2016. Capaian ini merupakan hal yang menggembirakan, karena pemerintah mampu menurunkan angka kemiskinan di Provinsi Banten. Namun jika dicermati antara wilayah perkotaan dan pedesaan, penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten hanya terjadi di wilayah perkotaan saja, sedangkan di pedesaan jumlah penduduk miskinnya mengalami peningkatan. Jumlah penduduk miskin di pedesaan pada bulan Maret 2016 sebanyak 7,45 persen atau meningkat jika dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang berjumlah 7,12 persen.
            Penyebab meningkatnya tingkat kemiskinan di pedesaan adalah peningkatan upah riil buruh tani yang tidak signifikan dari Rp. 32.570,- pada September 2015 menjadi Rp. 32.858,- pada Maret 2016. Upah riil menggambarkan tingkat daya beli dari pendapatan yang diterima oleh buruh tani. Perubahan upah buruh ini sangat berpengaruh karena di pedesaan masih banyak penduduk yang berprofesi sebagai buruh tani. Peningkatan daya beli buruh tani yang tidak signifikan ini dikarenakan harus mengimbangi tingkat kenaikan harga barang kebutuhan pokok di pedesaan.
Faktor yang kedua adalah penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Maret 2016 dibandingkan dengan September 2016 yaitu dari 104,84 menjadi 104,74. Penurunan nilai tukar petani ini menunjukkan penurunan tingkat kesejahteraan petani. Penurunan tingkat kesejahteraan petani disebabkan oleh kenaikan harga barang kebutuhan konsumsi dan ongkos usaha pertanian.
Selain kedua faktor diatas, kenaikan jumlah penduduk miskin di pedesaan juga disebabkan oleh penurunan harga gabah kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG), dan harga gabah kualitas rendah. Penurunan harga gabah ini berpengaruh terhadap pendapatan petani, sedangkan di sisi yang lain harga-harga barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan.
            Kenaikan harga barang kebutuhan pokok di pedesaan salah satunya disebabkan oleh biaya distribusi barang konsumsi. Apabila diamati, saat ini barang-barang yang dikonsumsi oleh penduduk pedesaan hampir sama dengan daerah perkotaan. Mulai dari makanan jadi, mie instan, telur ayam ras, perlengkapan mandi, perlengkapan sekolah, rokok kretek filter, dan lain sebagainya didatangkan dari perkotaan. Padahal barang-barang tersebut didistribusikan ke pedesaan dengan biaya angkut yang lebih besar, sehingga mengakibatkan kenaikan harga barang di pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Hal inilah yang memicu menurunnya tingkat daya beli penduduk pedesaan dan menambah jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
Kemiskinan, Rokok, dan Mie Instan
            Masih seperti periode sebelumnya, garis kemiskinan di perkotaan didominasi oleh pengeluaran untuk komoditas makanan berupa beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, dan mie instan. Sedangkan untuk daerah pedesaan, garis kemiskinan didominasi oleh beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, roti, dan mie instan. Baik di perkotaan maupun di pedesaan lima terbesar komoditas makanan hampir sama, yang membedakan adalah jika di perkotaan penduduk miskinnya mengkonsumsi daging ayam ras, sedangkan di pedesaan pengeluaran terbesar keempatnya untuk roti.
            Ada fenomena menarik yang layak dicermati dari pengeluaran penduduk miskin di perkotaan dan pedesaan di Banten yaitu adanya pengeluaran untuk rokok filter yang menempati urutan kedua terbesar dan pengeluaran untuk mie instan untuk posisi kelima. Bahkan bagi sebagian orang rokok sudah seperti kebutuhan pokok harian. Hal ini sangat disayangkan, terlebih bagi penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan mengeluarkan uangnya untuk membeli rokok, yang justru akan menurunkan kesehatan dan produktifitasnya.
Demikian juga pengeluaran untuk mie instan yang tergolong junk food dan tidak memberikan gizi untuk tubuh. Seandainya pengeluaran untuk rokok dan mie instan tersebut dialihkan untuk konsumsi makanan lain yang mampu meningkatkan asupan gizi, tentu hal tersebut akan meningkatkan kualitas kesehatan dan meningkatkan produktifitas dalam belajar bagi anak-anak maupun dalam bekerja bagi orang dewasa. Sehingga pada akhirnya akan mampu meningkatkan taraf hidup penduduk dan  mengeluarkannya dari jeratan kemiskinan. Melihat kenyataan di atas maka diperlukan adanya edukasi dan penyadaran bagi penduduk miskin untuk bijak dalam membelanjakan penghasilannya, sehingga mereka mampu membuat prioritas dalam pengeluaran dan dapat memilah mana saja yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi keluarganya.

Kemiskinan merupakan permasalahan bersama yang harus dicari akar masalah dan solusinya. Bagi Pemerintah Provinsi Banten yang sudah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan di tingkat Provinsi, maka yang menjadi PR selanjutnya adalah bagaimana menurunkan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan. Bagaimana kesejahteraan petani dan buruh tani di pedesaan meningkat. Karena merekalah tulang punggung dari produksi pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan di Banten. Hal ini pula seharusnya menjadi perhatian bagi para calon kepala daerah yang akan maju pada pemilihan Gubernur Banten pada tahun 2017 mendatang. Diperlukan program dan kerja nyata yang mampu memberantas kemiskinan sehingga tercapai masyarakat yang maju dan sejahtera.

Dimuat di harian Kabar Banten, 27 Juli 2016 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#138 Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas

  (Dimuat di Kolom Opini Republika, 25 November 2022) Perekonomian Indonesia mampu tumbuh mengesankan di tengah ancaman resesi global saat i...