Setiap
tanggal 21 April bangsa Indonesia memperingati sebagai hari Kartini. Hari
Kartini ditetapkan pada tanggal 21 April sesuai dengan hari kelahiran Raden
Ajeng Kartini, pahlawan kemerdekaan nasional yang telah berjasa mengangkat
derajat kaum perempuan pada masanya. Pemikiran RA.Kartini tentang perempuan
tertuang dalam surat-suratnya yang dikirimkan ke sahabat-sahabatnya di Eropa.
Kumpulan surat yang berjudul Door
Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari
Kegelapan Menuju Cahaya" berisi tentang kondisi sosial [ada saat itu
terutama perempuan pribumi yang masih terbelenggu oleh adat dan budaya Jawa.
Kartini menginginkan perempuan pribumi memiliki kebebasan menuntut ilmu dan
belajar sehingga bisa maju seperti perempuan Eropa pada masa itu.
Seratus dua belas tahun yang lalu
RA.Kartini telah wafat, namun perjuangan beliau dalam mengangkat derajat kaum
perempuan masih diteruskan hingga kini. Pada masa sekarang salah satu alat yang
digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan capaian pembangunan manusia yang
sudah mengakomodasi persoalan gender adalah Indeks Pembangunan Gender (IPG). Istilah
gender berbeda dengan karakteristik laki-laki dan perempuan secara biologis.
Konsep gender mengacu pada laki-laki dan perempuan dalam perilaku, peran, dan memperoleh
kesempatan yang sama untuk bereperan dan berpartisipasi dalam setiap aspek
kehidupan. Untuk meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender, maka kebutuhan
dasar perempuan seperti kesehatan, pendidikan, serta partisipasi kerja harus
mendapat perhatian. Kebutuhan dasar tersebut mencerminkan kualitas hidup sumber
daya manusia.
IPG merupakan ukuran pembangunan manusia yang merupakan
komposit dari empat faktor yang lebih menekankan status perempuan, khususnya
dalam mengukur kemampuan dasar. Pada tahun 2014 capaian IPG Indonesia dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN (tidak termasuk Vietnam dan Myanmar) menempati
posisi nomor 3 dari bawah. Namun demikian perkembangan IPG di Indonesia secara
umum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. IPG
Indonesia pada tahun 2014 sebesar 92,34 berada sedikit diatas IPG dunia yaitu
92,00. Dengan nilai tersebut Indonesia pada peringkat 98 dari 149 negara. Capaian
ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2010 dengan nilai IPG
sebesar 89,42. Peningkatan ini terjadi pada komponen kesehatan, pendidikan, dan
hidup layak.
Salah satu komponen IPG yaitu Angka Harapan Hidup (AHH) dan perempuan Indonesia memiliki
AHH 72,60 tahun. Sedangkan laki-laki memiliki harapan hidup 68,87 tahun. Artinya
bayi perempuan yang lahir tahun 2014 memiliki peluang untuk hidup hingga usia
72,60 tahun. Sedangkan bayi laki-laki yang lahir pada tahun yang sama akan
memiliki peluang hidup hingga usia 68,87 tahun. Hal ini tidak terlepas dari
faktor fisiologis dan gaya hidup. Selain itu secara umum laki-laki lebih banyak
bekerja dan beraktifitas luar dibandingkan dengan perempuan.
Dari segi pendidikan, terjadi peningkatan angka partisipasi
perempuan di semua jenjang pendidikan. Dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS)
capaian pendidikan untuk perempuan di semua jenjang pendidikan mengalami
peningkatan. Angka
partisipasi murni perempuan untuk
jenjang SMP pada tahun 2009 mencapai 68,12 persen dan meningkat menjadi 75,41 persen pada tahun
2013. Sedangkan untuk jenjang SMA angka APM pada tahun 2009 mencapai 44,20
persen dan mengalami peningkatan menjadi 54,53 persen pada tahun 2013. Demikian
juga untuk rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan mengalami peningkatan
selama periode 2010-2014 dari 96,01 menjadi 104,93. Tingginya rasio APM pada
jenjang SMP dan SMA merupakan prestasi bagi perempuan Indonesia dalam mengejar
ketertinggalannya dalam aspek pendidikan pada level yang lebih tinggi. Untuk
rata-rata lama sekolah bagi perempuan juga mengalami peningkatan dari 6,89
tahun pada 2010 menjadi 7,23 tahun pada 2014. Harapan lama sekolah bagi
perempuan juga mengalami peningkatan dari 11,20 tahun pada tahun 2010 meningkat
menjadi 12,37 pada tahun 2014. Harapan lama sekolah mengasumsikan bahwa peluang
anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan
peluang penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat
ini.
Untuk
kesempatan dan partisipasi perempuan di ruang publik dapat dilihat dari angka
tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). Berdasarkan hasil survei angkatan
kerja nasional (Sakernas) BPS mencatat terjadi peningkatan TPAK perempuan dalam
10 tahun terakhir, dari 49,23 persen pada tahun 2004 menjadi 50,22 persen pada
tahun 2014. Sedangkan untuk laki-laki tingkat partisipasi angkatan kerjanya
mencapai 83,05 persen. Angka ini menunjukkan adanya kesenjangan antara
laki-laki dan perempuan dalam aspek ketenagakerjaan. Demikian juga untuk
keterlibatan perempuan di pemerintahan juga mengalami peningkatan dari 46,49
persen pada tahun 2010 menjadi 48,63 persen pada tahun 2014. Angka-angka
tersebut menunjukkan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan jumlah perempuan
yang bekerja di sektor publik. Sedangkan untuk kepala daerah perempuan pada
tahun 2014 mencapai 17 orang bupati/walikota dan 23 wakil bupati/wakil
walikota.
Untuk
memperjuangkan kaum perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka
perempuan harus mewakili aspirasinya dalm lembaga legislatif. Keterwakilan
perempuan dalam parlemen ini menjadi salah satu indikator kesetaraan gender
dalam berpolitik sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 8 Tahun 2012 mengenai
batas minimum keterwakilan perempuan dalam parlemem minimal 30 persen. Jumlah
anggota parlemen perempuan di DPR tahun 2014 sebanyak 97 orang.
Capaian
dalam pembangunan bagi perempuan
tersebut merupakan hal yang dicita-citakan oleh RA.Kartini pada 112 tahun yang
lalu. Meskipun capaian tersebut belum optimal, namun hal tersebut merupakan
keberhasilan bagi kaum perempuan Indonesia dalam
memperoleh kesempatan yang sama dalam pendidikan, kesehatan, dan
ketenagakerjaan. Namun satu hal yang tidak boleh terlupakan bagi perempuan yang
aktif di sektor publik adalah menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai
istri dan ibu bagi putra putrinya. Bagaimanapun peran sebagai seorang istri dan
seorang ibu adalah peran yang pertama dan utama sebelum menjadi yang lainnya.
Diperlukan keseimbangan antara peran domestik dan peran publik perempuan, sehingga
akan akan tercipta ketahanan nasional yang berbasis pada ketahanan keluarga
Dimuat di harian Radar Banten, 30 April
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar