Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah mampu
membuktikan eksistensinya dalam perekonomian di Indonesia. Ketika badai krisis
moneter melanda Indonesia di tahun 1998, banyak investor dan pengusaha besar
yang mengalihkan modalnya ke negara-negara lain, sehingga perekonomian
Indonesia dikala itu semakin terpuruk. Usaha kecil dan sektor riil mampu
bertahan dan menopang roda perekonomian bangsa Indonesia.
Kekuatan sektor UMKM dalam menghadapi krisis ekonomi ini
karena UMKM tidak memiliki hutang luar negeri, tidak banyak hutang ke
perbankan, dan menggunakan input atau bahan baku lokal dari dalam negeri. Jadi
ketika nilai rupiah mengalami pelemahan hingga lebih dari 200 persen pada tahun
1998, tidak berdampak besar terhadap usaha mikro kecil dan menengah di
Indonesia. Selain itu sektor UMKM juga mampu menyerap banyak tenaga kerja di
Indonesia yang sebagian besar berpendidikan rendah. Tingginya
populasi usia produktif di Indonesia yang tak sebanding dengan ketersediaan
lapangan kerja mendorong masyarakat
Indonesia untuk menciptakan terobosan dengan meningkatkan perekonomian masing-masing. Tidak
mengherankan jika banyak bermunculan pelaku usaha industri mikro kecil menengah. Dan pemberdayaan dan pengembangan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi
suatu keharusan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya
untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan.
Undang-undang yang mengatur tentang seluk-beluk
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa sebuah perusahaan yang
digolongkan sebagai UMKM adalah perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola
oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan
dan pendapatan tertentu. Usaha mikro adalah usaha produktif yang kekayaannya
sampai 50 juta rupiah dengan pendapatan sampai 300 juta rupiah per tahun. Usaha
kecil adalah usaha yang kekayaan usahanya antara 50 juta hingga 500 juta rupiah
dengan total penghasilan 300 juta hingga 2,5 milyar rupiah per tahun. Sedangkan
usaha menengah adalah usaha produkstif yang memiliki kekayaan 500 juta hingga
10 milyar rupiah dengan pendapatan per tahun berkisar 2,5-50 milyar rupiah.
Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah UMKM pada tahun 2012 mencapai 56.563.592
unit atau mengalami pertumbuhan
sebesar 34,85 persen jika
dibandingkan dengan jumlah UMKM pada tahun 2002 yang jumlahnya 41.944.494 unit.
Pada tahun 2012 UMKM mampu menyerap
tenaga kerja sebanyak 107.657.509 orang atau mengalami pertumbuhan sebanyak
5,83 persen jika dibandingkan
dengan tahun 2011. Sedangkan
sumbangan untuk
Produk Domestik Bruto (PDB) pada
tahun 2012 sebesar 1.504.928,20 Miliar rupiah atau mengalami pertumbuhan sebesar
9,90 persen jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Selain itu untuk ekspor dari produk UMKM pada tahun 2012 mencapai sebesar
208.067,00 Miliar rupiah.
Potensi besar dari sektor UMKM ini menjadi perhatian
besar bagi pemerintah, terlebih dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) mulai tahun 2016 ini. Jika industri besar di Indonesia sebagian besar
berorientasi pada ekspor ke luar negeri yang sangat tergantung pada kondisi
ekonomi global, maka UMKM selain berorientasi pada ekspor juga fokus pada pasar
domestik yang potensi pasarnya mencapai 250 juta jiwa. Agar mampu
memanfaatkan pangsa pasar yang besar tersebut, produk UMKM harus memiliki daya
saing terhadap produk impor yang
memiliki harga murah dan berteknologi tinggi. Sehingga diperlukan campur tangan pemerintah untuk
mengatasi berbagai kendala yang dihadapi oleh para pelaku UMKM.
Salah
satu kendala yang dihadapi oleh pelaku UMKM adalah ketiadaan informasi mengenai
pasar yang akurat. Dan salah
satu langkah yang dilakukan pemerintah dalam menyediakan data yang akurat tentang pasar adalah dengan menyelenggarakan
Sensus Ekonomi tahun 2016 (SE2016). Sensus Ekonomi yang diselenggarakan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Mei 2016 salah satu tujuannya adalah untuk
mengetahui daya saing bisnis di Indonesia. Melalui
sensus ekonomi yang dilakukan setiap sepuluh tahun sekali ini akan didata seluruh
usaha ekonomi kecuali
sektor pertanian
yang ada di Indonesia. Karena untuk
sektor pertanian sudah tercakup dalam Sensus Pertanian 2013 (ST2013). Pendataan
usaha pada SE2016 ini akan mencakup semua jenis usaha ekonomi, jumlah tenaga
kerja, omset, asset, prospek bisnis hingga kendala usaha yang dihadapi oleh
para pelaku usaha. Seluruh jenis usaha termasuk UMKM akan didata oleh petugas
sensus yang terlatih dan serentak dilakukan di seluruh Indonesia.
Dengan mengetahui jenis dan jumlah usaha di suatu wilayah
maka akan dapat diketahui bagaimana persaingan usaha di wilayah tersebut.
Disandingkan dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut sebagai pangsa pasar
maka akan diketahui berapa kebutuhan produk sejenis dan kemampuan produksi dari
usaha yang ada di wilayah tersebut. Selain itu melalui Sensus Ekonomi juga dapat
diketahui distribusi produk dan hal ini sangat berguna bagi pelaku UMKM untuk mengukur
kebutuhan dan potensi pasar. Dengan mengetahui jumlah pesaing dan jumlah pangsa
pasar di suatu wilayah, maka akan menjadi dasar dalam meningkatkan kualitas
produk agar mampu bersaing dengan produk sejenis lainnya. Sedangkan bagi
investor hal ini sangat berguna untuk mengetahui prospek bisnis dan perencanaan
invetasi. Karena pentingnya data yang dihasilkan oleh kegiatan Sensus Ekonomi
tersebut, maka diperlukan partisipasi dari seluruh pelaku usaha yang ada di
Indonesia. Harapannya hasil dari Sensus Ekonomi ini mampu
memotret utuh perekonomian Indonesia, sebagai landasan penyusunan kebijakan dan
perencanaan pembangunan nasional maupun regional.
Dimuat di harian Warta Banten, 2 Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar