Halaman

Rabu, 03 Februari 2016

Memetakan Daya Saing Umkm Melalui Sensus Ekonomi


Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah telah mampu membuktikan eksistensinya dalam perekonomian di Indonesia. Ketika badai krisis moneter melanda Indonesia di tahun 1998, banyak investor dan pengusaha besar yang mengalihkan modalnya ke negara-negara lain, sehingga perekonomian Indonesia dikala itu semakin terpuruk. Usaha kecil dan sektor riil mampu bertahan dan menopang roda perekonomian bangsa Indonesia.
Kekuatan sektor UMKM dalam menghadapi krisis ekonomi ini karena UMKM tidak memiliki hutang luar negeri, tidak banyak hutang ke perbankan, dan menggunakan input atau bahan baku lokal dari dalam negeri. Jadi ketika nilai rupiah mengalami pelemahan hingga lebih dari 200 persen pada tahun 1998, tidak berdampak besar terhadap usaha mikro kecil dan menengah di Indonesia. Selain itu sektor UMKM juga mampu menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia yang sebagian besar berpendidikan rendah. Tingginya populasi usia produktif di Indonesia yang tak sebanding dengan ketersediaan lapangan kerja mendorong masyarakat Indonesia untuk menciptakan terobosan dengan meningkatkan perekonomian masing-masing. Tidak mengherankan jika banyak bermunculan pelaku usaha industri mikro kecil menengah. Dan pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi suatu keharusan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan.
Undang-undang yang mengatur tentang seluk-beluk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa sebuah perusahaan yang digolongkan sebagai UMKM adalah perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu. Usaha mikro adalah usaha produktif yang kekayaannya sampai 50 juta rupiah dengan pendapatan sampai 300 juta rupiah per tahun. Usaha kecil adalah usaha yang kekayaan usahanya antara 50 juta hingga 500 juta rupiah dengan total penghasilan 300 juta hingga 2,5 milyar rupiah per tahun. Sedangkan usaha menengah adalah usaha produkstif yang memiliki kekayaan 500 juta hingga 10 milyar rupiah dengan pendapatan per tahun berkisar 2,5-50 milyar rupiah.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah UMKM pada tahun 2012 mencapai 56.563.592 unit atau mengalami pertumbuhan sebesar 34,85 persen jika dibandingkan dengan jumlah UMKM pada tahun 2002 yang jumlahnya 41.944.494 unit. Pada tahun 2012 UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 107.657.509 orang atau mengalami pertumbuhan sebanyak 5,83 persen jika dibandingkan dengan tahun 2011. Sedangkan sumbangan untuk Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2012 sebesar 1.504.928,20 Miliar rupiah atau mengalami pertumbuhan sebesar 9,90 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selain itu untuk ekspor dari produk UMKM pada tahun 2012 mencapai sebesar 208.067,00 Miliar rupiah.
Potensi besar dari sektor UMKM ini menjadi perhatian besar bagi pemerintah, terlebih dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai tahun 2016 ini. Jika industri besar di Indonesia sebagian besar berorientasi pada ekspor ke luar negeri yang sangat tergantung pada kondisi ekonomi global, maka UMKM selain berorientasi pada ekspor juga fokus pada pasar domestik yang potensi pasarnya mencapai 250 juta jiwa. Agar mampu memanfaatkan pangsa pasar yang besar tersebut, produk UMKM harus memiliki daya saing terhadap produk impor yang memiliki harga murah dan berteknologi tinggi. Sehingga diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi oleh para pelaku UMKM.
Salah satu kendala yang dihadapi oleh pelaku UMKM adalah ketiadaan informasi mengenai pasar yang akurat. Dan salah satu langkah yang dilakukan pemerintah dalam menyediakan data yang akurat tentang pasar adalah dengan menyelenggarakan Sensus Ekonomi tahun 2016 (SE2016). Sensus Ekonomi yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Mei 2016 salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui daya saing bisnis di Indonesia. Melalui sensus ekonomi yang dilakukan setiap sepuluh tahun sekali ini akan didata seluruh usaha ekonomi kecuali sektor pertanian yang ada di Indonesia. Karena untuk sektor pertanian sudah tercakup dalam Sensus Pertanian 2013 (ST2013). Pendataan usaha pada SE2016 ini akan mencakup semua jenis usaha ekonomi, jumlah tenaga kerja, omset, asset, prospek bisnis hingga kendala usaha yang dihadapi oleh para pelaku usaha. Seluruh jenis usaha termasuk UMKM akan didata oleh petugas sensus yang terlatih dan serentak dilakukan di seluruh Indonesia.
Dengan mengetahui jenis dan jumlah usaha di suatu wilayah maka akan dapat diketahui bagaimana persaingan usaha di wilayah tersebut. Disandingkan dengan jumlah penduduk di wilayah tersebut sebagai pangsa pasar maka akan diketahui berapa kebutuhan produk sejenis dan kemampuan produksi dari usaha yang ada di wilayah tersebut. Selain itu melalui Sensus Ekonomi juga dapat diketahui distribusi produk dan hal ini sangat berguna bagi pelaku UMKM untuk mengukur kebutuhan dan potensi pasar. Dengan mengetahui jumlah pesaing dan jumlah pangsa pasar di suatu wilayah, maka akan menjadi dasar dalam meningkatkan kualitas produk agar mampu bersaing dengan produk sejenis lainnya. Sedangkan bagi investor hal ini sangat berguna untuk mengetahui prospek bisnis dan perencanaan invetasi. Karena pentingnya data yang dihasilkan oleh kegiatan Sensus Ekonomi tersebut, maka diperlukan partisipasi dari seluruh pelaku usaha yang ada di Indonesia. Harapannya hasil dari Sensus Ekonomi ini mampu memotret utuh perekonomian Indonesia, sebagai landasan penyusunan kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional maupun regional.
 Dimuat di harian Warta Banten, 2 Februari 2016 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#139 Kemiskinan Dalam Tekanan Inflasi

Tren penurunan jumlah penduduk miskin pasca pandemi sedikit terganggu dengan lonjakan inflasi yang terjadi pada akhir tahun 2022. Hal ini di...