Dimuat di harian Radar Banten, 26 september 2015
Kemiskinan merupakan permasalahan yang cukup serius
menyangkut kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan ini
meliputi kebutuhan makanan dan non makanan seperti sandang, perumahan,
kesehatan dasar, pendidikan dasar, dan lain-lain. Kemiskinan tidak hanya
merupakan masalah ekonomi, namun juga erat kaitannya dengan permasalahan
sosial. Sehingga tidak mengherankan jika PBB
menginisiasi MDGS (Milenium Development Goal’s) sebagai sinyal dan kesadaran
bersama (common sense) bahwa kemiskinan harus dientaskan. Kemiskinan
juga seolah menjadi atribut yang selalu melekat bagi negara dunia ketiga
seperti Negara Indonesia. Di Indonesia, angka
kemiskinan selalu menjadi angka yang dinantikan dan menjadi bahan yang menarik
untuk didiskusikan maupun diperdebatkan, karena menyangkut tentang capaian
kinerja dan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan. Meskipun sebagian besar negara berkembang telah berhasil melaksanakan pembangunan ekonomi
melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, pendapatan nasional, dan perkembangan
teknologi, namun di balik kesuksesan dalam konteks fisik material tersebut
muncul masalah kemanusiaan berupa
kemiskinan yang sangat memprihatinkan. Pada saat yang bersamaan terjadi pula peningkatan
dalam ketimpangan distribusi pendapatan antara kelompok kaya dan miskin. Kemiskinan
semakin menjadi masalah yang serius karena adanya kecenderungan negara berkembang mengutamakan program pembangunan
ekonomi yang berskala makro, tanpa memerhatikan kondisi riil secara menyeluruh
di daerah pedesaan secara mikro.
Pada tanggal
15 September 2015, Badan Pusat statistik merilis angka kemiskinan di Indonesia
pada bulan Maret 2015 sebesar 11,22 persen atau meningkat dibandingkan dengan
angka kemiskinan bulan September 2014 yang nilainya sebesar 10,96 persen.
Peningkatan jumlah penduduk miskin ini juga terjadi di Propinsi Banten. Pada
bulan Maret 2015 jumlah penduduk miskin di Propinsi Banten sebanyak 702,40 ribu
jiwa atau 5,90 persen dari jumlah penduduk di Propinsi Banten. Jumlah tersebut
bertambah sebanyak 53,21 ribu orang dibandingkan dengan kondisi pada bulan September
2015 yang jumlahnya sebesar 649,19 ribu orang atau 5,51 persen dari jumlah penduduk.
Kemiskinan ini terjadi tidak hanya di kota besar namun
juga terjadi di pedesaaan. Bahkan dalam kurun waktu September-Maret 2015 laju
kenaikan jumlah penduduk miskin di pedesaan lebih tinggi jika dibandingkan
dengan laju kenaikan jumlah penduduk miskin di perkotaan. Di Propinsi Banten
jumlah penduduk miskin di pedesaaan sebanyak 293,87 ribu orang atau 7,78 persen. Jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk miskin pada kondisi bulan September 2015, jumlah tersebut mengalami peningkatan
sebesar 9,65 persen. Meningkatnya jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan di
Propinsi Banten ini bisa disebabkan oleh dua hal. Yang pertama disebabkan oleh
terbatasnya kesempatan kerja di daerah pedesaan dan yang kedua adalah kenaikan harga barang
kebutuhan pokok atau inflasi.
Terbatasnya kesempatan kerja bagi penduduk desa salah
satunya disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu lapangan
pekerjaan yang tersedia di pedesaan hampir sebagian besar ada pada sektor
pertanian. Padahal kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan Produk Doestik
Regional Bruto Propinsi Banten dalam setahun tahun terakhir mengalami
penurunan. Penurunan kontribusi ini turut andil dalam meningkatkan angka
kemiskinan di pedesaan. Hal ini juga terlihat dari berkurangnya jumlah rumah
tangga tani dalam satu dasawarsa terakhir sebesar 34 persen. Berkurangnya
jumlah petani ini disebabkan oleh sektor
pertanian yang dinilai sudah tidak menjanjikan.
Hal ini dikarenakan sebagian besar petani di Propinsi Banten merupakan
petani penggarap yang tidak memiliki lahan pertanian dan petani gurem yang hanya
menguasai lahan pertanian kurang dari 0,25 hektar. Dengan kenyataan tersebut,
menyebabkan petani lebih suka beralih profesi menjadi pekerja informal di
daerah perkotaan seperti pedagang maupun buruh kasar. Beralihnya penduduk desa
ke kota ini menyebabkan permasalahan baru di daerah perkotaan seperti tingkat
pengangguran yang tinggi sehingga akan turut serta meningkatkan tingkat
kemiskinan di perkotaan dan juga tingkatb kerawanan sosial.
Penyebab
kemiskinan di pedesaan yang kedua adalah kenaikan harga barang kebutuhan pokok atau inflasi.
Meskipun
harga produk pertanian mengalami peningkatan, namun peningkatan tersebut juga
diikuti oleh peningkatan harga sarana pertanian dan harga barang kebutuhan
pokok. Angka inflasi pedesaan selama
september 2014-Maret 2015 di Banten nilainya sebesar 3,93 persen. Inflasi
pedesaan ini menyebabkan daya beli masyarakat pedesaan tergerus dan menyebabkan
pendapatan riil yang diterima penduduk desa mengalami penurunan. Inflasi yang
terjadi di pedesaan salah satunya disebabkan buruknya Infrastruktur
aksebtibilitas jalan, sehingga distribusi barang menjadi mahal dan langka.
Upaya yang
bisa dilakukan untuk menekan inflasi di daerah pedesaan adalah dengan
pembangunan manusia dan pembangunan fisik/prasarana. Pembangunan manusia
terutama di bidang pendidikan dan pelatihan ketrampilan bagi masyarakat desa
terutama bagi petani supaya mampu meningkatkan produktifitas pertanian dan
mampu meningkatkan nilai tambah terhadap hasil pertanian. Sedangkan pembangunan
prasarana bisa dilakukan dengan memperbaiki akses jalan dan prasarana
pertanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar