Pada hari Kamis,
tanggal 14 Januari 2015, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh peristiwa
peledakan bom di pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta. Ledakan bom yang disertai
dengan baku tembak antara pelaku dan pihak kepolisian ini telah mengakibatkan 7
orang korban meninggal dan 17 orang korban luka. Aksi teror yang saat ini
tengah dilakukan penyelidikan oleh pihak berwajib ini mengakibatkan situasi tidak
aman di Jakarta. Berbagai analisa bermunculan terkait pihak yang
bertanggungjawab dibalik aksi teror ini. Atas alasan apapun, perbuatan teror
merupakan tindak kejahatan yang tidak dapat dibenarkan.
Selain
mengakibatkan korban jiwa dan ketakutan bagi masyarakat, aksi teror bom ini
juga berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia yang sedang mulai tumbuh
kembali. Setelah terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi pada semester dua
tahun 2015 sebagai akibat dari pelemahan nilai tukar rupiah, pada triwulan tiga
perekonommian Indonesia mengalami percepatan dengan pertumbuhan sebesar 4,73
persen. Percepatan pertumbuhan ini juga dibarengi dengan penguatan nilai tukar
rupiah yang mencapai nilai fundamental setelah beberapa bulan sebelumnya
mengalami pelemahan hingga mencapai Rp.14.700,- per USD pada bulan Oktober
2015. Perkembangan ekonomi Indonesia yang mulai positif ini, pada hari ini telah
terganggau oleh peristiwa teror bom Jakarta.
Hal ini terlihat dari pelemahan nilai tukar rupiah sesaat setelah
bom meledak di perbelanjaan Sarinah pada pukul 11.58. Pada pukul 12.13 nilai
tukar rupiah melemah pada level Rp. 13.952,- per USD. Pelemahan rupiah ini
dipicu oleh aksi penjualan rupiah oleh pihak asing. Sampai dengan penutupan
perdagangan valas hari ini rupiah terdepresiasi 72 poin pada level Rp.13.907,-
per USD. Padahal pada hari ini pula, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
memutuskan menurunkan BI rate sebesar 25
bps menjadi 7,25 persen dengan suku bunga deposit facility 5,25 persen dan
lending facility pada level 7,75 persen. Keputusan ini sejalan dengan
pernyataan BI sebelumnya bahwa ruang pelonggaran kebijakan moneter semakin
terbuka dengan terjaganya stabilitas makroekonomi.
Aksi jual rupiah yang dilakukan oleh pihak asing disebabkan oleh
ketidakpastian kondisi keamanan di Indonesia sebagai akibat aksi peledakan bom
tersebut. Nilai tukar rupiah sangat memperngaruhi perekonomian Indonesia yang
sebagian besar barang modalnya di impor dari luar negeri. Menilik kembali awal
tahun 2015 ketika rupiah mengalami pelemahan, terjadi kenaikan harga barang
kebutuhan pokok, perlambatan pertumbuhan ekonomi, hingga terjadi gelombang
pemutusan hubungan kerja (PHK) yang besar di Indonesia. Kondisi demikian sangat
tidak diharapkan terjadi kembali di Indonesia.
Reaksi panic selling akibat teror bom Jakarta juga terjadi di bursa
saham Indonesia,. Hal ini terlihat pada indeks harga saham gabungan (ISHG) yang
melemah 24 poin ke level 4.513,18 pada penutupan perdagangan saham tanggal 14
januari 2015. Pelemahan ini disebabkan oleh aksi lepas saham oleh investor
asing sebagai aikbat dari kondisi keamanan Indonesia hari ini. Bagi investor
asing kondisi keamanan yang kondusif sangat diperlukan untuk menjamin
keberlangsungan usaha di Indonesia. Jika kondisi ketidakpastian ini terus
berlanjut dikhawatirkan akan terjadi pelarian modal ke luar negeri. Harapannya
pihak yang berwenang segera mengatasi aksi teror ini dan menjamin situasi keamanan
yang kondusif di Indonesia. Pelemahan nilai tukar rupiah dan menurunnyah IHSG
sebagai akibat bom Jakarta ini semoga hanya sesaat dan tidak akan berkelanjutan
sebagaimana yang disampaikan oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution.
Dampak dari teror bom Jakarta ini juga terjadi pada sektor pariwisata.
Beberapa negara seperti Inggris, Australia, Amerika Serikat, hingga Rusia
mengeluarkan travel warning kepada warga negaranya yang akan berkunjung
ke Indonesia. Travel warning ini lebih kepada kewaspadaan tingkat tinggi
berkaitan dengan adanya kemungkinan ancaman teroris di kota-kota besar di
Indonesia. Bahkan peringatan ini sudah tertulis di laman resmi Kementrian Luar
Negeri dan Perdagangan Australia sejak tanggal 6 Januari 2016. Padahal pada
saat itu kondisi keamanan dalam negeri Indonesia dalam situasi yang kondusif.
Situasi keamanan Indonesia yang sedang kurang kondusif saat ini
ditambah dengan travel warning dari negara-negara besar tersebut, bisa
berdampak pada menurunnya jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.
Sebagai contoh ketika terjadi peristiwa bom Bali, berdasarkan hasil kajian Bali
Strategic Enviromental Plan (BSEP) dari data sekunder kedatangan jumlah
wisatawan mancanegara ke Bali menurun sebesar 57 persen pada tahun 2002.
Sehingga hal ini menurunkan sumbangan sektor pariwisata terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Propinsi Bali dari 59,95 persen menjadi 47,42 persen pada
tahun 2002. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang potensial dalam
perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan asing dari tahun ketahun.
Pada Bulan November 2015, jumlah wisatawan mancanegara sebanyak
777,5 ribu oraang atau naik 1,70 persen jika dibandingkan pada Bulan November pada
tahun 2014. Sedangkan untuk jumlah wisatawan asing dari Bulan Januari hingga
Bulan November tahun 2015 sebanyak 8,80 juta kunjungan atau naik 3,23 persen
jika dibanding periode yang sama pada tahun 2014 yang berjumlah 8,52 juta kunjungan.
Potensi besar dari sektor pariwisata dalam meningkatkan perekonomian dan meningkatkan
cadangan devisa negara ini jangan sampai terganggu oleh aksi teror yang tidak
bertanggungjawab. Harapannya aksi teror ini segera teratasi dan pemerintah
Indonesia semakin meningkatkan kewaspadaannya terhadap setiap aksi yang
mengancam keamanan bangsa Indonesia. Sehingga keberlangsungan pembanguan
ekonomi dan pembangunan manusia di Indonesia berjalan sesuai yang diharapkan.
Dimuat di Harian Radar Banten, 16 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar