Nilai
tukar rupiah melemah pada level Rp. 14.076,- pada hari Senin, Tanggal 14
Desember 2015 setelah pada hari Jumat pekan sebelumnya berada pada level Rp.
13.937,- per USD. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini ditengarai
karena pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bank sentral Amerika
Serikat atau The Fed yang akan berlangsung pada 15-16 Desember waktu setempat.
FOMC diperkirakan akan memutuskan kenaikan tingkat suku bunga acuan The Fed.
Wacana
kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed ini sudah direncanakan dari tahun lalu,
namun ketidakpastian tentang kapan rencana tersebut direalisasi menyebabkan
labilitas pada pasar keuangan global tidak terkecuali Indonesia. Dalam kondisi
ketidakpastian tersebut para investor asing akan menahan modalnya untuk
diinvestasikan ke Indonesia, sehingga aksi ini menimbulkan pelemahan nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS. Hal ini dikarenakan rupiah termasuk soft currency,
yaitu mata uang yang mudah berfluktuasi ataupun terdepresiasi, karena
perekonomian negara asalnya kurang mapan. Mata uang Negara-negara berkembang
umumnya adalah mata uang tipe ini, karena sensivitasnya terhadap kondisi
ekonomi internasional. Penyebabnya karena porsi asing pada portofolio investasi
saham dan surat utang di Negara berkembang sangat besar. Jadi ketika The Fed
merealisasikan kenaikan suku bunga acuan tersebut kemungkinan besar para
investor asing di negara berkembang akan memindahkan modalnya ke Amerika Serikat.
Selain
karena faktor eksternal tersebut, pelemahan rupiah juga diperkirakan karena
pelaku pasar uang dalam negeri tengah menanti dirilisnya data neraca perdangan
Indonesia pada bulan November 2015 oleh Badan Pusat Statistik. Meskipun
diperkirakan neraca perdangan pada bulan November juga akan mengalami surplus
seperti halnya pada bulan Oktober dimana nilai ekspor lebih besar daripada
nilai Impor. Namun hal tersebut belum mampu memberikan kepercayaan bagi pemilik
modal asing untuk menginvestasikan dolar nya ke Indonesia.
Di
sisi lain, penurunan harga komoditas dunia juga masih masih membayangi
tinjauan/outlook ekonomi Indonesia, yang
mana Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia dan
eksportir batu bara. Dengan menurunnya harga komoditas dunia tersebut
mengakibatkan nilai ekspor Indonesia akan mengalami penurunan meskipun secara
kuantitas sama. Sehingga diperlukan peningkatan volume ekspor yang lebih besar
guna menghindari defisit neraca perdagangan Indonesia.
Melemahnya
rupiah ini harus diwaspadai karena dengan nilai tukar mencapai Rp. 14.000 per
Dolar AS, maka kondisi tersebut berada pada kondisi yang tidak fundamental. Karena
menurut deputi Gubernur Bank Indonesia posisi fundamental nilai tukar rupiah
berada pada level Rp.13.300-Rp.13.700,-. Merujuk pada bulan September dan
Oktober 2015, dimana nilai tukar rupiah mengalami pelemahan hingga mencapai Rp.
14.713,- per dolar AS, Bank Indonesia harus mencairkan cadangan devisa negara hingga
4,4 Miliar dolar AS untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Tentu kondisi seperti
ini tidak kita harapkan terjadi pada masa sekarang dan yang akan datang.
Kemerosotan
nilai tukar rupiah juga sangat berdampak pada ekspor dan impor Indonesia. Harga
barang impor akan meningkat karena nilai mata uang rupiah melorot dibanding
dolar AS dan berbagai mata uang lainnya. Padahal, sebagian besar dari barang
yang diimpor oleh Indonesia adalah barang modal, termasuk bahan baku, mesin
pertanian, dan mesin-mesin untuk produksi manufaktur. Dengan meningkatnya harga
barang modal tersebut akan meningkatkan biaya produksi perusahaan dan
mempersulit ekspansi usaha. Disisi lain, perusahaan juga harus membayar biaya
produksi lainnya, seperti bunga pinjaman bank dan upah karyawan. Jika biaya
produksi naik, maka alternatif yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah
menaikkan harga barang hasil produksi dan mengurangi biaya faktor produksi.
Selain
itu juga pada tahun 2015, dunia tengah dilanda perlambatan ekonomi secara
global terutama di negara-negara tujuan ekspor seperti Jepang, China, dan Zona
Euro. Sehingga hal ini mengakibatkan penurunan permintaan barang produksi
Indonesia dari luar negeri. Sementara itu permintaan domestik juga mengalami penurunan
karena harga berbagai jenis barang dan jasa meningkat disamping juga terjadi
perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Pada Triwulan III tahun 2015, Badan
Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,73 persen atau
sedikit melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada periode yang
sama tahun 2014 yang pertumbuhannya sebesar 4,92 persen. Dengan kondisi
demikian maka pengurangan jumlah tenaga kerja menjadi suatu yang tidak dapat
dihindari oleh perusahaan demi keberlangsungan usaha. Pengurangan jumlah tenaga
kerja ini akan semakin meningkatkan angka pengangguran di Indonesia.
Badan
Pusat Statistik mencatat sampai dengan bulan Agustus 2015, jumlah pengangguran
terbuka di Indonesia sebesar 6,18 persen. Atau mengalami peningkatan dibanding
kondisi Bulan Februari 2015 yang nilainya sebesar 5,81 persen. Peningkatan
jumlah pengangguran ini disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai
akibat dari pelemahan nilai tukar rupiah. Meningkatnya jumlah pengangguran dan
meningkatnya harga barang kebutuhan pokok, mengakibatkan daya beli masyarakat
menurun yang pada akhirnya akan meningkatkan angka kemiskinan di masyarakat.
Perlu
upaya yang keras dari pemerintah dan masyarakat untuk bisa keluar dari permasalahan
tersebut. Agar rupiah tidak kembali melemah, perlu upaya dari pemerintah dan BI
dengan meningkatkan kinerja ekspor dan mencegah terjadinya pelarian modal
asing, dimulai dengan meningkatkan efisiensi BUMN dan memperbaiki iklim usaha
supaya investor betah menanamkan modalnya di Indonesia. Selain itu, penggiatan
program pembangunan infrastruktur bisa menjadi salah satu opsi untuk menyerap
tenaga kerja. Karena dengan membuka lapangan pekerjaan akan mampu meningkatkan daya beli
masyarakat sehingga akan kembali menggerakkan roda perekonomian. Dari sisi
masyarakat, upaya-upaya untuk menggiatkan usaha kecil menengah berbasis
kearifan lokal maupun teknologi bisa diberdayakan untuk meningkatkan aktifitas
ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Harapannya setelah 70 tahun bangsa
Indonesia merdeka, kita berdaulat tidak hanya secara politik namun juga
berdaulat secara ekonomi. Sebuah negara berdaulat yang percaya akan kekuatan
sendiri dalam mengatur kebijakan ekonomi dalam negeri tanpa tergantung dan
terpengaruh oleh pihak luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar