Tanah Papua Tanah Yang kaya
Syurga Kecil Jatuh Ke Bumi
Seluas Tanah Sebanyak Madu
Adalah Tanah Harapan
(Aku Papua oleh Frangky Sihalatua)
Penggalan bait lagu di atas merupakan ungkapan bagaimana Tanah
Papua merupakan tanah yang kaya dan indah. Kaya akan keanekaragaman hayati dan
kaya akan sumber daya alam. Tanah Papua kaya karena mengandung cadangan emas
dan tembaga terbesar di Indonesia. Kekayaan alam tersebut dikelola oleh PT.
Freeport Indonesia, salah satu perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di
dunia.
Di tengah
kegaduhan politik negeri ini tentang perpanjangan kontrak karya PT. Freeport
Indonesia dalam pengelolaan tambang emas dan tembaga di Papua, muncul berita
tentang kelaparan dan kematian 32 orang dewasa dan balita secara mendadak di
Kabupaten Nduga, Propinsi Papua. Kepada media, ketua Klasis Nduga mengungkapkan
bahwa awal terjadinya kematian masyarakat di Distrik Mbua karena kelaparan dan
perubahan cuaca hingga terserang penyakit. Selain itu, hasil kebun masyarakat
yang tidak berhasil, dan banyaknya hewan ternak seperti babi dan ayam yang
mati. Warga pun memakan daging ternak yang sudah mati itu. Perubahan cuaca juga
mengakibatkan penyakit seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan
lain-lain, membuat masyarakat khususnya anak-anak bayi dan balita, yang daya
tahan tubuhnya kurang karena kekurangan gizi sehingga lebih mudah terkena
penyakit. Menjadi sebuah ironi, karena musibah ini terjadi di tanah Papua yang
kaya. Hal ini menyisakan pertanyaan betapa kekayaaan alam Papua belum memberikan
manfaat bagi masyarakat lokal di sana.
Selama lebih dari 48 tahun,
kandungan emas dan tembaga di perut bumi Papua telah di eksploitasi oleh PT.
Freeport Indonesia. Selama kurun waktu
tersebut perusahaan ini diakui telah memberikan kontribusi besar terhadap
perekonomian lokal maupun nasional. Pada tahun 2014, sektor pertambangan
memberikan kontribusi terhadap perekonomian di Kabupaten Mimika sebesar 70,59
persen dan 22,77 persen terhadap perekonomian Papua. Sumbangan besar terhadap
perekonomian ini menjadikan sektor–sektor ekonomi yang lain ikut tumbuh dan
berkembang. Namun pertumbuhan ekonomi ini tidak dibarengi dengan pembangunan
ekonomi seperti yang diharapkan.
Hal ini masih terlihat dari tingkat kemiskinan di Kabupaten Mimika
yang masih tinggi dan bahkan angka kemiskinan di Papua masih memegang rekor
tertinggi di Indonesia dengan jumlah penduduk miskin pada Bulan Maret 2015
sebanyak 28,17 persen atau meningkat 0.36 persen poin dalam enam bulan. Dari
segi pembangunan infrastruktur di Papua juga masih tertinggal jika dibandingkan
dengan propinsi lain di Indonesia. Demikian juga untuk pembangunan manusia,
angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Propinsi Papua pada tahun 2014 sebesar
56,75 jauh dibawah angka IPM nasional yang nilainya sebesar 68,90. Nilai IPM
Propinsi Papua ini menempati rangking terakhir di Indonesia.
Dalam nawacita (sembilan agenda) Presiden Jokowi disebutkan salah satu agendanya adalah
menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa, membangun
Indonesia dari pinggiran, dan meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Dengan
kenyataan di atas, terlihat betapa negara belum sepenuhnya
hadir di pedalaman Papua. Kondisi alam yang ekstrim serta kondisi sosial masyarakat seolah menjadi
tantangan tersendiri bagi kehadiran negara dalam pembangunan di tanah Papua.
Meskipun demikian, hal tersebut tidak boleh menjadi alasan bagi
pemerintah untuk menyerah sehingga mengesampingkan masa depan putra putri
Papua. Kenyataan seperti itu, seharusnya malah memacu pemerintah agar lebih
memastikan hadirnya negara dalam pembangunan di Papua. Pembangunan
infrastruktur dan akses transportasi harus tetap menjadi prioritas utama,
karena hal ini akan mempermudah distribusi barang kebutuhan masyarakat selain
juga mempermudah akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan. Tanpa itu,
ekonomi dengan biaya tinggi akan tetap terjadi di Papua. Terlebih lagi pada saat
terjadi bencana kelaparan akibat gagal panen seperti saat ini, pemerintah akan
selalu terlambat mengatasinya. Apalagi dengan potensi sumber daya alam yang
dimiliki Papua, seharusnya tidak ada alasan potensi tersebut tidak bisa
dioptimalkan untuk kesejahteraan masyarakatnya. Pegunungan Papua yang mememdam
berton-ton emas dan tembaga jangan sampai hanya menyisakan pencemaran limbah,
kemiskinan, kelaparan dan keterbelakangan bagi penduduknya.
Sembari membangun infrastruktur yang baik dan itu tidak mungkin
bisa terwujud dalam waktu dekat, ada satu hal utama yang tidak boleh dilupakan
yaitu manajemen ketersediaan pangan di Papua, terutama di daerah pedalaman. Belajar
dari peristiwa kabut asap di Sumatera dan Kalimantan, bisa jadi peristiwa
serupa yang telah terjadi di Papua juga akan berulang. Mengingat sekarang
tengah gencar pembukaan lahan baru di Papua untuk perkebunan kelapa sawit. Jika
kebakaran hutan tersebut juga terjadi berulang di Papua, dampaknya akan fatal. Alat transportasi
udara yang merupakan transportasi vital bisa terganggu dan mengakibatkan
terganggunya distribusi bahan pokok. Akibatnya, bencana kelaparan bisa berulang
jika tidak disertai dengan manajemen ketersediaan pangan yang baik di wilayah
pedalaman Papua. Terlebih ketika terjadi musim kemarau panjang yang
mengakibatkan gagal panen, diperlukan pengadaan pangan terutama beras dengan
memperhitungkan konsumsi per kapita, jumlah penduduk, dan perkiraan jangka
waktu musim kemarau. Beras sangat diperlukan pada saat gagal panen, karena
sifatnya yang tahan lama dan distribusinya lebih mudah. Namun, jika diluar
waktu tersebut diversifikasi pangan bisa dilakukan, karena makanan pokok sehari
hari masyarakat pedalaman Papua adalah umbi umbian seperti ubi dan petatas
(talas). Dengan pengaturan seperti itu harapannya tidak akan terjadi lagi
bencana kelaparan di Papua pada masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar