Kabar Banten,16 November 2015
Fenomena alam El Nino yang terjadi di Indonesia berdampak pada kekeringan yang memperpanjang waktu musim kemarau pada tahun 2015. Menurut Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DR. Andi Eka Sakya, musim kemarau tahun 2015 akan lebih panjang dibandingkan tahun 2014 dan menyebabkan awal musim hujan 2015-2016 akan mengalami kemunduran.
Fenomena alam El Nino yang terjadi di Indonesia berdampak pada kekeringan yang memperpanjang waktu musim kemarau pada tahun 2015. Menurut Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DR. Andi Eka Sakya, musim kemarau tahun 2015 akan lebih panjang dibandingkan tahun 2014 dan menyebabkan awal musim hujan 2015-2016 akan mengalami kemunduran.
Salah
satu dampak dari kekeringan yang panjang tersebut mempengaruhi produksi padi nasional.
Pada Angka Ramalan I (ARAM I) BPS
memperkirakan produksi padi tahun 2015 sebesar 75,551
juta ton atau setara dengan 43,940 juta ton beras. Ketika angka ARAM I dirilis
oleh BPS, banyak pihak termasuk wakil presiden Jusuf Kalla dan Menkopolhukam Luhut
Panjaitan yang mempertanyakan keakuratan ramalan produksi padi tersebut.
Mengingat pada tahun ini terjadi el nino yang mengakibatkan kekeringan lahan
pertanian. Kepada media, Kepala BPS Dr. Suryamin mengakui bahwa penghitungan
ARAM I belum memperhitungkan dampak dari kekeringan pada tahun 2015 ini. Hal
ini dikarenakan musim kemarau di Indonesia dimulai pada bulan Mei dan mulai
Bulan Agustus el nino yang terjadi di Indonesia mengalami penguatan. ARAM I
dihitung berdasarkan produksi padi pada Subround I (Januari-April) dan
perkiraan luas panen (berdasar luas tanam) pada subround selanjutnya. Sedangkan
Pada angka ramalan (ARAM) II inilah perhitungan produksi padi sudah menghitung
dampak kekeringan lahan pertanian selama empat bulan pada subround II
(Mei-Agustus).
Berdasarkan hasil ARAM II yang memperhitungkan produksi padi pada Bulan
Januari-Agustus dan perkiraan luas panen pada subround III diperoleh perkiraan
produksi padi pada tahun 2015 sebesar 74,99 juta ton gabah kering giling. Jika
merujuk pada pernyataan Kepala BPS, DR. Suryamin bahwa penghitungan ARAM II
sudah memperhitungkan dampak dari kekeringan maka dapat dihitung bahwa el nino
pada tahun 2015 mengoreksi data ramalan produksi padi hingga 561 ribu ton gabah
kering giling. Namun demikian angka produksi ini belum memperhitungkan dampak
el nino pada Bulan September hingga Bulan Desember 2015. Karena menurut
perkiraan BMKG musim hujan baru dimulai pada bulan November dengan intensitas
ringan.
Dengan memperhatikan ARAM II sebesar 74,99 juta ton gabah kering
giling, maka produksi padi di Indonesia pada tahun 2015 mengalami peningkatan
sebesar 4,15 juta ton (5,85 persen) dibanding tahun 2014. Kenaikan produksi
diperkirakan terjadi karena kenaikan luas panen seluas 380,87 ribu hektar (2,76
persen) dan peningkatan produktifitas sebesar 1,54 kuintal/hektar (3,00
persen). Kenaikan pada tahun 2015 sebesar 4,15 juta ton terjadi pada Subround I
(Januari-April)dan subround II (Mei-Agustus) masing-masing sebesar 1,49 juta
ton dan 2,96 juta ton. Sementara pada subround III (September-Desember)
diperkirakan mengalami penurunan sebanyak 0,31 juta ton (1,85 persen).
Peningkatan besar produksi padi di Subround II tahun 2015
dikarenakan adanya percepatan tanam pada subround sebelumnya. Hal ini dilakukan
untuk mengantsipasi musim kemarau dan optimasi lahan pada bulan Agustus
sehingga dampak kekeringan bisa diminimalisir sekecil mungkin.
Sedangkan peningkatan luas panen disebabkan oleh bertambahnya luas
tanam yang sejalan dengan program Upaya Khusus (UpSus) yang dilakukan
pemerintah mulai dari rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RJIT), optimasi
lahan, dan bantuan pompanisasi untuk lahan sawah irigasi. Dan untuk peningkatan
produktifitas disebabkan oleh penggunaan benih bersertifikat, penyediaan pupuk,
dan penerapan system tanam jajar legowo.
Hal yang sama terjadi juga di Propinsi Banten. Berdasarkan ARAM II
produksi padi di Propinsi Banten pada tahun 2015 diperkirakan sebesar 2,17 juta
ton gabah kering giling atau mengalami peningkatan sebesar 126,99 ribu ton
(6,21 persen) jika dibandingkan produksi padi pada tahun 2014. Kenaikan
produksi padi di Banten juga disebabkan oleh meningkatnya luas panen dan
produktifitas padi sawah.
Jika
mengacu pada ARAM II produksi padi nsioanal sebesar 74,99 juta ton gabah kering
giling atau setara 41 juta ton beras, seharusnya kebutuhan beras dalam negeri
sekitar 30 juta ton akan terpenuhi. Selain itu produksi beras akan mengalami surplus
lebih dari 10 juta ton. Namun, pada September lalu, Wakil Presiden Jusuf
Kalla dan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan prediksi
tingkat produksi BPS perlu dikoreksi. Pemerintah juga mengatakan perlu
mengimpor 1,5 juta beras tambahan untuk menjaga pasokan. Wapres Jusuf Kalla
juga mempertanyakan, jika benar produksi beras sebesar 41 juta ton, maka ada
dimana surplus beras tersebut. Sedangkan menurut Direktur Utama Perum
Bulog Djarot Kusumayakti stok beras yang tersisa tinggal 1,485 juta ton.
Dari jumlah itu, cadangan beras pemerintah sekitar 810 ribu ton.
Untuk menjawab tantangan tersebut, BPS saat ini tengah melakukan survei
kajian cadangan beras nasional dalam satu tahun yang terbagi dalam tiga putaran.
Tujuan dari survei ini adalah untuk melacak stok beras di rumah tangga petani,
rumah tangga konsumen, pedagang, usaha penggilingan, hotel, dan restoran.
Sedangkan Bulog sendiri dinilai oleh banyak kalangan masih kalah cepat dalam membeli
gabah petani dibanding tengkulak yang mau menunggu di pematang sawah untuk
mencari gabah petani.
Harapannya
dengan mengetahui stok beras yang berada di luar Bulog, akan semakin
memperbaiki akurasi data cadangan beras nasional. Dan satu hal yang patut
disyukuri adalah bahwa el nino yang terjadi pada musim kemarau tahun 2015 tidak
menurunkan produksi beras nasional. Hal ini merupakan hasil dari program
kementrian pertanian beserta jajaran dinas pertanian di bawahnya dalam upaya
mencapai swasembada pangan nasional. Selamat !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar