Halaman

Selasa, 17 November 2015

Diterpa El Nino Produksi Padi Tetap Meningkat


Kabar Banten,16 November 2015
Fenomena alam El Nino yang terjadi di Indonesia berdampak pada kekeringan yang memperpanjang waktu musim kemarau pada tahun 2015. Menurut Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DR. Andi Eka Sakya, musim kemarau tahun 2015 akan lebih panjang dibandingkan tahun 2014 dan menyebabkan awal musim hujan 2015-2016 akan mengalami kemunduran.
Salah satu dampak dari kekeringan yang panjang tersebut mempengaruhi produksi padi nasional. Pada Angka Ramalan  I (ARAM I) BPS memperkirakan produksi padi tahun 2015 sebesar 75,551 juta ton atau setara dengan 43,940 juta ton beras. Ketika angka ARAM I dirilis oleh BPS, banyak pihak termasuk wakil presiden Jusuf Kalla dan Menkopolhukam Luhut Panjaitan yang mempertanyakan keakuratan ramalan produksi padi tersebut. Mengingat pada tahun ini terjadi el nino yang mengakibatkan kekeringan lahan pertanian. Kepada media, Kepala BPS Dr. Suryamin mengakui bahwa penghitungan ARAM I belum memperhitungkan dampak dari kekeringan pada tahun 2015 ini. Hal ini dikarenakan musim kemarau di Indonesia dimulai pada bulan Mei dan mulai Bulan Agustus el nino yang terjadi di Indonesia mengalami penguatan. ARAM I dihitung berdasarkan produksi padi pada Subround I (Januari-April) dan perkiraan luas panen (berdasar luas tanam) pada subround selanjutnya. Sedangkan Pada angka ramalan (ARAM) II inilah perhitungan produksi padi sudah menghitung dampak kekeringan lahan pertanian selama empat bulan pada subround II (Mei-Agustus).
Berdasarkan hasil ARAM II yang memperhitungkan produksi padi pada Bulan Januari-Agustus dan perkiraan luas panen pada subround III diperoleh perkiraan produksi padi pada tahun 2015 sebesar 74,99 juta ton gabah kering giling. Jika merujuk pada pernyataan Kepala BPS, DR. Suryamin bahwa penghitungan ARAM II sudah memperhitungkan dampak dari kekeringan maka dapat dihitung bahwa el nino pada tahun 2015 mengoreksi data ramalan produksi padi hingga 561 ribu ton gabah kering giling. Namun demikian angka produksi ini belum memperhitungkan dampak el nino pada Bulan September hingga Bulan Desember 2015. Karena menurut perkiraan BMKG musim hujan baru dimulai pada bulan November dengan intensitas ringan.
Dengan memperhatikan ARAM II sebesar 74,99 juta ton gabah kering giling, maka produksi padi di Indonesia pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 4,15 juta ton (5,85 persen) dibanding tahun 2014. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena kenaikan luas panen seluas 380,87 ribu hektar (2,76 persen) dan peningkatan produktifitas sebesar 1,54 kuintal/hektar (3,00 persen). Kenaikan pada tahun 2015 sebesar 4,15 juta ton terjadi pada Subround I (Januari-April)dan subround II (Mei-Agustus) masing-masing sebesar 1,49 juta ton dan 2,96 juta ton. Sementara pada subround III (September-Desember) diperkirakan mengalami penurunan sebanyak 0,31 juta ton (1,85 persen).
Peningkatan besar produksi padi di Subround II tahun 2015 dikarenakan adanya percepatan tanam pada subround sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengantsipasi musim kemarau dan optimasi lahan pada bulan Agustus sehingga dampak kekeringan bisa diminimalisir sekecil mungkin.
Sedangkan peningkatan luas panen disebabkan oleh bertambahnya luas tanam yang sejalan dengan program Upaya Khusus (UpSus) yang dilakukan pemerintah mulai dari rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RJIT), optimasi lahan, dan bantuan pompanisasi untuk lahan sawah irigasi. Dan untuk peningkatan produktifitas disebabkan oleh penggunaan benih bersertifikat, penyediaan pupuk, dan penerapan system tanam jajar legowo.
Hal yang sama terjadi juga di Propinsi Banten. Berdasarkan ARAM II produksi padi di Propinsi Banten pada tahun 2015 diperkirakan sebesar 2,17 juta ton gabah kering giling atau mengalami peningkatan sebesar 126,99 ribu ton (6,21 persen) jika dibandingkan produksi padi pada tahun 2014. Kenaikan produksi padi di Banten juga disebabkan oleh meningkatnya luas panen dan produktifitas padi sawah.
Jika mengacu pada ARAM II produksi padi nsioanal sebesar 74,99 juta ton gabah kering giling atau setara 41 juta ton beras, seharusnya kebutuhan beras dalam negeri sekitar 30 juta ton akan terpenuhi. Selain itu produksi beras akan mengalami surplus lebih dari 10 juta ton. Namun, pada September lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan prediksi tingkat produksi BPS perlu dikoreksi. Pemerintah juga mengatakan perlu mengimpor 1,5 juta beras tambahan untuk menjaga pasokan. Wapres Jusuf Kalla juga mempertanyakan, jika benar produksi beras sebesar 41 juta ton, maka ada dimana surplus beras tersebut. Sedangkan menurut Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti stok beras yang tersisa tinggal 1,485 juta ton. Dari jumlah itu, cadangan beras pemerintah sekitar 810 ribu ton.
Untuk menjawab tantangan tersebut, BPS saat ini tengah melakukan survei kajian cadangan beras nasional dalam satu tahun yang terbagi dalam tiga putaran. Tujuan dari survei ini adalah untuk melacak stok beras di rumah tangga petani, rumah tangga konsumen, pedagang, usaha penggilingan, hotel, dan restoran. Sedangkan Bulog sendiri dinilai oleh banyak kalangan masih kalah cepat dalam membeli gabah petani dibanding tengkulak yang mau menunggu di pematang sawah untuk mencari gabah petani.
Harapannya dengan mengetahui stok beras yang berada di luar Bulog, akan semakin memperbaiki akurasi data cadangan beras nasional. Dan satu hal yang patut disyukuri adalah bahwa el nino yang terjadi pada musim kemarau tahun 2015 tidak menurunkan produksi beras nasional. Hal ini merupakan hasil dari program kementrian pertanian beserta jajaran dinas pertanian di bawahnya dalam upaya mencapai swasembada pangan nasional. Selamat !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#139 Kemiskinan Dalam Tekanan Inflasi

Tren penurunan jumlah penduduk miskin pasca pandemi sedikit terganggu dengan lonjakan inflasi yang terjadi pada akhir tahun 2022. Hal ini di...